Hari Biasa, Pekan Biasa XXVII Kamis, 12 Oktober 2017

Liturgia Verbi (A-I)
Hari Biasa, Pekan Biasa XXVII

Kamis, 12 Oktober 2017



Bacaan Pertama
Mal 3:13-4:2a

“Hari Tuhan akan datang, menyala seperti api.”

Pembacaan dari Nubuat Maleakhi:

Tuhan bersabda kepada orang-orang fasik,
“Bicaramu tentang Aku kurang ajar.
Meskipun demikian kalian bertanya,
‘Apakah yang kami bicarakan di antara kami tentang Engkau?’
Kalian berkata, ‘Sia-sialah beribadah kepada Allah!
Apakah untungnya
kita memelihara apa yang harus dilakukan terhadap Allah
dan berjalan dengan pakaian berkabung di hadapan Tuhan semesta alam?
Itulah sebabnya kita memuji bahagia orang-orang yang gegabah.
Sebab mujurlah orang-orang yang berbuat jahat itu!
Mereka mencobai Allah, namun luput juga.’

Sebaliknya orang-orang yang takwa berbicara demikian,
‘Tuhan memperhatikan dan mendengarkan kita;
sebuah kitab peringatan ditulis di hadapan-Nya
bagi orang-orang yang takwa kepada Tuhan
dan bagi orang-orang yang menghormati nama-Nya.’
“Mereka akan menjadi milik kesayangan-Ku sendiri, ”
sabda Tuhan semesta alam,
‘pada hari yang Kusiapkan.
Aku akan mengasihani mereka
sama seperti seseorang menyayangi anaknya yang melayani dia.
Maka kalian akan melihat kembali
perbedaan antara orang benar dan orang jahat,
antara orang yang beribadah kepada Allah
dan orang yang tidak beribadah kepada-Nya.

Sesungguhnya hari itu akan datang, menyala seperti api.
Maka semua orang gegabah dan orang fasik
akan menjadi seperti jerami
dan akan terbakar oleh hari yang akan datang itu,”
sabda Tuhan semesta alam.
“Mereka akan habis sampai ke akar dan cabangnya.
Tetapi kalian yang takwa,
bagi kalian akan terbit surya kebenaran
yang sayapnya membawa kesembuhan.”

Demikianlah sabda Tuhan.


Mazmur Tanggapan
Mzm 1:1-6,R:40:5a

Refren: Berbahagialah orang yang mengandalkan Tuhan.

*Berbahagialah orang
yang tidak berjalan menurut nasihat orang fasik,
yang tidak berdiri di jalan orang berdosa,
dan yang tidak duduk dalam kumpulan pencemooh;
tetapi yang kesukaannya ialah hukum Tuhan,
dan siang malam merenungkannya.

*Ia seperti pohon, yang ditanam di tepi aliran air,
yang menghasilkan buah pada musimnya,
dan daunnya tak pernah layu;
apa saja yang diperbuatnya berhasil.

*Bukan demikianlah orang-orang fasik:
mereka seperti sekam yang ditiup angin.
Sebab Tuhan mengenal jalan orang benar,
tetapi jalan orang fasik menuju kebinasaan.


Bait Pengantar Injil
Kis 16:14b

Tuhan, bukalah hati kami,
supaya kami memperhatikan sabda Anak-Mu.


Mintalah-Carilah-Ketuklah
Bacaan Injil
Luk 11:5-13

“Mintalah, maka kalian akan diberi.”

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas:

Pada waktu itu, sesudah mengajar para murid berdoa,
Yesus bersabda kepada mereka,
“Jika di antara kalian
ada yang tengah malam pergi ke rumah seorang sahabat
dan berkata kepadanya, ‘Saudara, pinjamkanlah aku tiga buah roti,
sebab seorang sahabatku dalam perjalanan singgah di rumahku,
dan aku tidak mempunyai apa-apa untuk dihidangkan kepadanya;’
masakan ia yang di dalam rumah itu akan menjawab,
‘Jangan mengganggu aku;
pintu sudah tertutup, dan aku serta anak-anakku sudah tidur.
Aku tidak dapat bangun dan memberikannya kepadamu.’

Aku berkata kepadamu:
Sekalipun dia tidak mau bangun
dan tidak mau memberikan sesuatu meskipun ia itu sahabatnya,
namun karena sikap sahabatnya yang tidak malu-malu itu,
pasti ia akan bangun dan memberikan apa yang dia diperlukan.

Oleh karena itu Aku berkata kepadamu,
mintalah, maka kamu akan diberi;
carilah, maka kamu akan mendapat;
ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.
Karena setiap orang yang meminta, akan menerima;
dan setiap orang yang mencari, akan mendapat,
dan setiap orang yang mengetuk, akan dibukakan pintu.
Bapa manakah di antara kalian,
yang memberi anaknya sebuah batu, kalau anak itu minta roti?
Atau seekor ular, kalau anaknya minta ikan?
Atau kalajengking, kalau yang diminta telur?
Jika kalian yang jahat tahu memberikan yang baik kepada anakmu,
betapa pula Bapamu yang di surga!
Ia akan memberikan Roh Kudus
kepada siapa pun yang meminta kepada-Nya.”

Demikianlah sabda Tuhan.


Renungan Injil
Salah satu dari sekian banyak ayat-ayat favorit saya adalah ayat dari perikop perihal berdoa, pada Bacaan Injil hari ini,
“Bapa manakah di antara kalian,
yang memberi anaknya sebuah batu, kalau anak itu minta roti?
Atau seekor ular, kalau anaknya minta ikan?
Atau kalajengking, kalau yang diminta telur? ” [bdk Luk 11:11]
Padanannya bisa kita dapatkan dari Injil Matius, Pasal 7 Ayat 9-10,
“Adakah seorang dari padamu yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti, atau memberi ular, jika ia meminta ikan?”

Pada umumnya, seorang ayah akan berusaha memenuhi segala keinginan anaknya, saya juga demikian.
Sampai-sampai orang menasehati saya, “Jangan memanjakan anak, bisa buruk dampaknya, bisa fatal.”
Macam-macam yang disampaikan sebagai dampaknya: anak tidak mandiri, anak menjadi semakin banyak maunya, anak menjadi egois dan keras kepala dan bahkan pemarah, anak menjadi kurang bertanggung-jawab, dan sebagainya.

Sesungguhnya saya memang memanjakan anak-anak saya.
Menurut kamus, memanjakan itu artinya “memperlakukan dengan kasih sayang”, resikonya memang, anak menjadi manja.
Tetapi kalau kita dapat memilah mana yang merupakan kebutuhan anak dan mana yang termasuk keinginan anak, resiko itu dapat dihindarkan.
Yang merupakan kebutuhan, yang tak dapat diperoleh atas usahanya sendiri, mesti dibantu.
Misalnya kasih sayang itu, iya jelas itu merupakan kebutuhan anak, makanya wajib diberikan oleh orangtuanya.
Sedangkan keinginan, bersifat opsional, dan tetap baik jika dipenuhi.
Anak ingin pandai bermain gitar misalnya, tidaklah salah kalau orangtuanya membelikan sebuah gitar.
Ketika anak saya baru se batas ingin bisa main gitar, saya pun membelikannya gitar murahan sambil berkata, “Nanti, kalau kamu sudah pandai bermain gitar, Papa akan belikan gitar yang bagus supaya kamu  naik panggung lebih pede dan orang-orang menikmati permainan gitarmu dengan lebih baik.”

Bagaimana dengan Bapa kita yang di Surga, yang notabene kita ini adalah anak-anaknya?
Adakah Allah Bapa memanjakan kita?
Yesus jelas mengatakan,
“Oleh karena itu Aku berkata kepadamu,
mintalah, maka kamu akan diberi;
carilah, maka kamu akan mendapat;
ketuklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.
Karena setiap orang yang meminta, akan menerima;
dan setiap orang yang mencari, akan mendapat,
dan setiap orang yang mengetuk, akan dibukakan pintu. ”

Ini namanya memanjakan secara luarbiasa!
Memanjakan dalam arti memberi kasih-sayang.
Allah Bapa adalah sosok yang sempurna dalam memberikan kasih-sayang.
Lalu, apakah kita akan menjadi manja karena dimanjakan oleh-Nya?
Jika Bapa memanjakan kita lalu berdampak buruk bagi kita, tentulah tidak akan dilakukan oleh-Nya, betul?
Ini persis seperti yang dikatakan oleh Yesus,
“Adakah seorang ayah memberi batu ketika anaknya meminta roti?”
Ah, sayalah saksinya.
Ketika saya meminta roti, Allah Bapa tidak memberi batu, malah memberi hamburger yang lebih dari sekedar roti.
Adakah saya menjadi manja oleh karenanya?


Peringatan Orang Kudus
Santo Wilfridus, Uskup dan Pengaku Iman
Wilfridus lahir di Ripon, Northumbria, Inggris pada tahun 643. Pada usia 13 tahun, ia tinggal di istana Oswy, raja Northumbria. Eanfleda, permaisuri Raja Oswy, menerima dia dengan senang hati dan menganggap dia sebagai anaknya sendiri. Eanfleda kemudian mengirim dia ke biara Lindisfarne untuk mempelajari ilmu-ilmu suci dan berbagai ilmu pengetahuan lainnya. Di biara itu Wilfridus dididik dalam tata cara liturgi Keltik. Tetapi kemudian ia meninggalkan biara itu dan pergi ke Canterbury karena apa yang didapatnya di Lindisfarne tidak memuaskan hatinya. Dari Canterbury, ia pergi ke Lyon, Prancis pada ta­hun 652 dan dari Lyon ia pergi ke Roma. Di sana ia menjadi sekretaris pribadi Sri Paus Martinus I (649-655), sambil belajar hukum dan tata cara liturgi Romawi. Setelah menyelesaikan pendidikannya di Roma, ia kembali ke Lyon. Ia menetap di sana selama tiga tahun lebih sambil melancarkan perlawanannya terhadap adat istiadat dan liturgi Keltik.
Pada tahun 660 ia memberanikan diri kembali ke Inggris untuk menyapu bersih adat istiadat kafir yang ada di sana. Karena pandai dalam hukum dan tata cara liturgi Romawi, Raja Alcfridus dari Deira memberinya dana untuk mendirikan sebuah biara baru di Ripon. Dari biara inilah ia menerapkan aturan hidup membiara Santo Benediktus yang dikenalnya ketika belajar di Roma. Tak lama kemudian, ia ditahbiskan menjadi imam oleh Santo Agilbertus, seorang uskup berkebangsaan Prancis yang bekerja di wilayah Saxon Barat.
Di Inggris bintang Wilfridus semakin bersinar terang. Situasi Gereja pada masa itu kacau balau karena perpecahan di kalangan umat. Oleh karena itu sebuah sinode diselenggarakan di Whitby, tepatnya di biara Santa Hilda, untuk menyelesaikan pertikaian pendapat antara kelompok yang mengikuti kebiasaan liturgi Keltik dan kelompok yang mau mengikuti tata cara liturgi Romawi. Kebiasaan liturgi Keltik telah menyebarluas dan dipraktekkan di semua wilayah Inggris dan berbeda sekali dengan tata cara liturgi Romawi dalam hal-hal seperti: tanggal hari raya Paskah, Upacara Permandian, dan upacara-upacara lainnya. Wilfridus dengan gigih memperjuangkan penerimaan dan pemakaian tata cara liturgi Romawi. Ia berhasil mempengaruhi Raja Oswy dan mendesak dia untuk mengakui dan menerapkan di seluruh Inggris aturan liturgi yang berlaku di seluruh Gereja Latin.
Pada tahun yang sama (664), Wilfridus ditahbiskan menjadi uskup untuk dioses York di Compiegne, Prancis oleh Santo Agilbertus. Tetapi karena ia terlambat datang ke York setelah pentahbisannya, Raja Oswy mempercayakan keuskupan York kepada Chad. Wilfridus tidak mau mempermasalahkan hal ini; sebaliknya ia pergi ke biara Ripon sampai Santo Theodor, Uskup Canterbury, mendesak Chad turun dari takhta pada tahun 669. Sejak itu, Wilfridus menduduki takhta keuskupan York dan giat melaksanakan tugas kegembalaannya. Ia giat memperkenalkan dan menerapkan tata cara liturgi Romawi di seluruh keuskupannya.
Tetapi dalam usahanya itu, ia terus menerus menghadapi berbagai masalah. Theodor, didukung oleh Raja Egfridus, pengganti Oswy, berusaha membagi wilayah keuskupan York sebagai protes terhadap kebijakan Wilfridus menerapkan tata cara liturgi Roma di keuskupan York. Wilfridus berangkat ke Roma untuk melaporkan langsung masalah itu kepada Sri Paus Agatho (678-681). Paus mendukung Wilfridus dan mempersalahkan Theodor dan Raja Egfridus. Namun Egfridus tidak menerima apa yang diputuskan Paus Agatho. Oleh karena itu, Wilfridus pergi ke Inggris Selatan dan selama 5 tahun bekerja di sana di antara orang-orang Saxon. Baru pada tahun 686 ia didamaikan dengan Theodor dengan bantuan Raja Aldfridus, pengganti Egfridus. Namun pada tahun 691, Wilfridus sekali lagi dibuang karena tidak menyetujui pembagian wilayah keuskupan York. Karena itu pada tahun 704, Wilfridus sekali lagi pergi ke Roma untuk melaporkan masalah itu kepada Sri Paus Yohanes VI (701-705). Paus menganjurkan agar segera diadakan suatu sinode di Yorkshire untuk mencari jalan terbaik bagi masalah itu. Sinode akhirnya mencapai kesepakatan yaitu bahwa Ripon dan Hexham dipercayakan kepada pelayanan Wilfridus.
Wilfridus meninggal dunia sementara dalam suatu kunjungan pastoral di biara Santo Andreas, di Oundle, Northamtonshire pada tahun 709.

 

 
Diambil dari:
http://liturgia-verbi.blogspot.co.id/
https://www.facebook.com/groups/liturgiaverbi

Leave a Reply

*

captcha *