Hari Biasa, Pekan Biasa XXIV Senin, 17 September 2018

Liturgia Verbi (B-II)
Hari Biasa, Pekan Biasa XXIV

Senin, 17 September 2018

PF S. Robertus Bellarmino, Uskup dan Pujangga Gereja

 


Bacaan Pertama
1Kor 11:17-26

“Bila ada perpecahan di antara kalian,
itu bukanlah caranya untuk makan perjamuan Tuhan.”

Pembacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus
kepada Jemaat di Korintus:

Saudara-saudara,
dalam hal mengatur yang berikut ini aku tidak dapat memuji kalian.
Sebab pertemuan-pertemuanmu tidak mendatangkan kebaikan,
melainkan keburukan.
Pertama-tama aku mendengar bahwa
apabila kalian berkumpul sebagai Jemaat,
ada perpecahan di antaramu;
hal itu sedikit banyak aku percaya.
Memang perpecahan harus ada di antara kalian,
supaya nyatalah siapa di antara kalian yang tahan uji.
Apabila kalian berkumpul bersama-sama,
ternyata berkumpulmu itu bukan untuk perjamuan Tuhan.
Sebab pada perjamuan itu
masing-masing memakan dahulu makanannya sendiri,
sehingga yang seorang lapar dan yang lain mabuk.
Apakah kalian tidak mempunyai rumah sendiri
untuk makan dan minum?
Atau kalian mau menghina Jemaat Allah,
dan membuat malu orang-orang yang tidak mempunyai apa-apa?
Apakah yang akan kukatakan kepadamu? Memuji kalian?
Dalam hal ini, pastilah tidak!

Sebab apa yang telah kuteruskan kepadamu, telah kuterima dari Tuhan,
yaitu bahwa Tuhan Yesus pada malam Ia diserahkan,
mengambil roti,
dan setelah mengucap syukur atasnya
Ia memecahkan roti itu seraya bersabda,
“Inilah tubuh-Ku, yang diserahkan bagimu;
perbuatlah ini sebagai kenangan akan Daku.”
Demikian pula Ia mengambil cawan, sesudah makan, lalu bersabda,
“Cawan ini adalah perjanjian baru yang dimeteraikan dalam darah-Ku.
Setiap kali kalian meminumnya,
perbuatlah ini sebagai kenangan akan Daku.”
Sebab setiap kali kalian makan roti ini dan minum dari cawan ini,
kalian mewartakan wafat Tuhan sampai Ia datang.

Demikianlah sabda Tuhan.


Mazmur Tanggapan
Mzm 40:7-10.17,R:1Kor 11:26b

Refren: Wartakanlah wafat Tuhan, sampai Ia datang.

*Kurban dan persembahan tidak Kauinginkan
tetapi Engkau telah membuka telingaku;
kurban bakar dan kurban silih tidak Engkau tuntut.
Lalu aku berkata: “Lihatlah Tuhan, akudatang!”

*”Dalam gulungan kitab ada tertulis tentang aku:
aku senang melakukan kehendak-Mu, ya Allahku;
Taurat-Mu ada di dalam dadaku.”

*Aku mengabarkan keadilan di tengah jemaat yang besar,
bibirku tidak kutahan terkatup;
Engkau tahu itu, ya Tuhan.

*Biarlah bergembira dan bersukacita
semua orang yang mencari Engkau;
biarlah mereka yang mencintai keselamatan dari pada-Mu
tetap berkata: “Tuhan itu besar!”


Bait Pengantar Injil
Yoh 3:16

Begitu besar kasih Allah kepada dunia,
sehingga Ia mengaruniakan Anak-Nya yang tunggal.
Setiap orang yang percaya akan Dia, memiliki hidup abadi.


Bacaan Injil
Luk 7:1-10

“Di Israel pun iman sebesar itu belum pernah Kujumpai”

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas:
Pada suatu ketika,
setelah mengakhiri pengajaran-Nya kepada orang banyak,
masuklah Yesus ke Kapernaum.
Di situ ada seorang perwira
yang mempunyai seorang hamba yang amat ia hargai,
Hamba itu sedang sakit keras dan hampir mati.
Ketika mendengar tentang Yesus,
ia menyuruh beberapa orang tua-tua Yahudi kepada-Nya
untuk meminta agar Ia datang dan menyembuhkan hambanya.
Mereka datang kepada Yesus,
dan dengan sangat mohon pertolongan-Nya, katanya,
“Sudah selayaknya Engkau menolong dia,
sebab ia mengasihi bangsa kita,
dan dialah yang menanggung pembangunan rumah ibadat kami.”
Maka pergilah Yesus bersama mereka.

Ketika Yesus tidak jauh lagi dari rumahnya,
perwira itu menyuruh beberapa sahabatnya untuk mengatakan kepada Yesus,
“Tuan, janganlah bersusah-susah,
sebab aku merasa tidak layak menerima Tuan dalam rumahku.
sebab itu aku juga merasa tidak pantas
datang sendiri mendapatkan Tuan.
Tetapi katakanlah sepatah kata saja, maka hambaku itu akan sembuh.
Sebab aku pun seorang bawahan, dan di bawahku ada pula prajurit.
Jika aku berkata kepada salah seorang, ‘Pergi’ maka ia pergi;
atau kepada yang lain, ‘Datanglah!’ maka ia datang;
dan jika aku berkata kepada hambaku, ‘Kerjakanlah ini!’
maka ia pun mengerjakannya.”

Mendengar itu, heranlah Yesus akan dia.
Sambil berpaling kepada orang banyak yang mengikuti-Nya,
Ia berkata,
“Aku berkata kepadamu:
Di Israel pun iman sebesar itu belum pernah Kujumpai.”
Setelah orang-orang suruhan itu kembali ke rumah,
mereka mendapati hamba yang sakit itu sudah sehat kembali.

Demikianlah sabda Tuhan.


persiapan Hati menghadapi Komuni Kudus

Renungan Injil
Surat Rasul Paulus untuk Jemaat di Korintus pada Bacaan Pertama hari ini telah beberapa kali kita renungkan di Liturgia Verbi terdahulu, yakni tentang Perjamuan Kudus Yesus Kristus dalam perayaan Ekaristi yang dilangsungkan di gereja bersama-sama dengan umat lainnya, bersama-sama dengan saudara-saudara seiman.
Rasul Paulus tidak dapat memuji pertemuan umat sebab tidak mendatangkan kebaikan, masing-masing “memakan dahulu makanannya sendiri”, sehingga kebersamaan umat tak lagi nampak.
Ini nampak jelas mulai saat memasuki gereja, berebut tempat parkir, berdesak-desakan saat mengambil air suci, memilih tempat duduk sesuka hati, tidak saling bertegur-sapa dengan yang duduk di sebelah kita, dan seterusnya.

Maka baiklah hari ini kita merenungkan tentang Perjamuan Kudus Yesus Kristus, yang intisarinya ditulis oleh Paulus pada tiga ayat berikutnya (tidak disertakan pada Bacaan Pertama hari ini), yaitu:
“Jadi barangsiapa dengan cara yang tidak layak makan roti atau minum cawan Tuhan, ia berdosa terhadap tubuh dan darah Tuhan.
Karena itu hendaklah tiap-tiap orang menguji dirinya sendiri dan baru sesudah itu ia makan roti dan minum dari cawan itu.
Karena barangsiapa makan dan minum tanpa mengakui tubuh Tuhan, ia mendatangkan hukuman atas dirinya.”  [1Kor 11:27-29]
Judul perikop dari Surat Rasul Paulus ini adalah “Kebiasaan-kebiasaan yang salah dalam perjamuan malam”.

Mari kita lihat apa yang terjadi saat berbaris untuk menerima Komuni.
Seseorang yang ada di dalam barisan itu masih sempat melambaikan tangan kepada kenalannya yang duduk di bagian depan.
Ada pula yang tolah-toleh seperti mencari-cari seseorang atau barangkali ia sedang mengabsen siapa saja yang datang pada misa.
Ini adalah contoh-contoh yang mencerminkan “menerima Tubuh dan Darah Kristus” dengan cara-cara yang tidak layak.

Dahulu, ketika saya masih kanak-kanak, saya disuruh berpuasa satu jam sebelum perayaan Ekaristi, mempersiapkan diri sebaik mungkin agar layak menerima Komuni.
Tetapi sekarang, yang datang tepat waktu saja artinya tak sempat mempersiapkan diri apalagi yang datang terlambat.
Padahal Yesus telah menegaskan akan hal ini,
“Sebab itu, jika engkau mempersembahkan persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada dalam hati saudaramu terhadap engkau, tinggalkanlah persembahanmu di depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu.”   [Mat 5:23-24]

Jelas sekali, kita wajib mempersiapkan hati kita sebelum mengikuti perayaan Ekaristi, bukan hanya tentang berpakaian yang pantas, melainkan tidak membawa perasaan-perasaan negatif ke perjamuan kudus, kebencian, irihati, dan sebagainya.
Gereja sangat mengagungkan Perayaan Ekaristi yang diselenggarakan setiap hari Minggu itu, kedudukannya disamakan dengan Hari Raya, jenjang tertinggi dalam perayaan, pesta dan peringatan.

Oleh karenanya, marilah kita mempersiapkan diri sebaik-baiknya sebelum kita menyambut Tubuh dan Darah Kristus.


Peringatan Orang Kudus
Santo Robertus Bellarminus, Uskup dan Pujangga Gereja
Robertus Bellarminus lahir di Montepulciano, dekat Siena, Italia pada tanggal 4 Oktober 1542. Oleh ibunya, adik Sri Paus Marsellus II, Robertus memperoleh pendidikan dasar yang sangat baik. Di kolese Yesuit setempat, Robertus terkenal cerdas dan ramah. Semua guru dan kawannya senang padanya. Ia senang berorganisasi dan menghimpun kawan-kawannya untuk mendiskusikan berbagai persoalan penting. Sastera Latin sangat digemarinya sehingga kadang-kadang ia semalaman sibuk mengarang dan membaca.
Ayahnya menginginkan dia menjadi dokter agar kelak dapat merawat para raja dan pangeran. Semua angan-angan ayahnya seolah sirna seketika pada waktu dia menyatakan keinginannya untuk menjalani hidup membiara dalam Serikat Yesus. Dengan tegas ayahnya menolak cita-citanya itu. Sebaliknya ibunya sangat mendukung bahkan menghendaki agar kelima anaknya menjadi imam dalam Serikat Yesus. Dengan berbagai cara ayahnya menghalangi dia.
Robertus tetap tenang menghadapi ayahnya. “Aku rasa, tugas seorang imam pun tidak jauh berbeda dengan tugas seorang dokter. Bukankah banyak orang membutuhkan pertolongan seorang imam? Lihat! Betapa banyak orang yang terlantar jiwanya karena kekurangan imam,” demikian kata-kata Robert kepada ayahnya. “Baiklah Robert, kalau itulah yang kaukehendaki. Ayah tidak bisa menghalang-halangi kehendak Tuhan atas dirimu,” jawab ayahnya.
Pada tanggal 19 September 1560, Robertus meninggalkan Montepulciano menuju Roma. Ketika itu ia berumur 18 tahun. Setibanya di Roma, ia menghadapi Pater Laynez, Jenderal Serikat Yesus masa itu. Pater Laynez menerima dia dengan senang hati dalam pangkuan Serikat Yesus. Ia diizinkan menjalani masa novisiat bersama rekan-rekannya yang lain. Masa novisiat ini dipersingkat karena kepintaran dan kepribadiannya yang mengesankan. Ia lalu disuruh belajar Filsafat di Collegium Romanum di Roma selama tiga tahun, dan belajar Teologi di Universitas Padua selama dua tahun.
Karya imamatnya dimulai dengan mengajar Teologi di Universitas Louvain, Belgia. Di sini ia meningkatkan pengajaran bahasa Hibrani dan mempersiapkan perbaikan terjemahan Alkitab Vulgata. Dari Universitas ini pula, ia melancarkan perlawanan gencar terhadap ajaran Protestan dengan menerbitkan bukunya berjudul “Disputationes.” Dari Louvain, Pater Robertus dipindahkan ke Collegium Romanum, alma maternya dahulu. Di sana ia diangkat menjadi pembimbing rohani, rektor sekaligus Provinsial Yesuit. Di kalangan istana kepausan, Robertus dikenal sebagai penolong dalam memecahkan berbagai persoalan iman dan soal-soal lain yang menyangkut keselamatan umum. Ia juga biasa dimintai nasehatnya oleh Sri Paus dan dipercayakan menangani perkara-perkara Gereja yang penting.
Menyaksikan semua prestasinya, Sri Paus Klemens VIII (1592-1605) mengangkatnya menjadi Kardinal pada tahun 1599 dan tak lama kemudian ia ditahbiskan menjadi Uskup Capua. Tugas baru ini dilaksanakannya dengan mengadakan kunjungan ke semua paroki yang ada di dalam keuskupannya. Tugas sebagai mahaguru ditinggalkannya. Masa kerja di Capua tidak terlalu lama, karena dipanggil oleh Paus Paulus V (1605-1621) ke Roma untuk menangani beberapa tugas yang penting bagi Gereja. Di sana ia mulai kembali menekuni kegemarannya menulis buku-buku rohani. Tahun-tahun terakhir hidupnya diisinya dengan menulis tafsiran Kitab Mazmur dan ‘Ketujuh Sabda Terakhir Yesus’ sebelum wafat di kayu salib. Dua buku katekismus yang dikarangnya sangat laris dan beredar luas di kalangan umat sebagai bahan pengajaran bagi para katekumen. Buku terakhir yang ditulisnya ialah ‘Ars Moriendi’ yang melukiskan persiapannya menghadapi kematiannya yang sudah dekat. Buku ini ditulis pada saat-saat terakhir hidupnya di novisiat St. Andreas di Roma.
Setelah membaktikan seluruh dirinya demi kepentingan Gereja, Robertus Bellarminus menghembuskan nafasnya terakhir pada tanggal 17 September 1621 di novisiat St. Andreas, Roma. Beliau dikenal luas sebagai seorang ahli teologi yang sangat gigih membela Gereja dan jabatan kepausan dalam kemelut zaman Reformasi Protestan. Ia hidup sederhana dan suci serta mempunyai pengaruh yang sangat besar. Ia dinyatakan sebagai ‘Beato’ oleh Paus Pius XI (1922-1939) pada tanggal 13 Mei 1923, dan sebagai ‘Santo’ pada tanggal 29 Juni 1930, lalu sebagai ‘Pujangga Gereja’ pada tanggal 17 September 1931.


Santa Hildegardis, Martir
Hildegardis lahir di Bockelheim, Jerman pada tahun 1098. Ia seorang biarawati Ordo Benediktin yang saleh, di bawah bimbingan Santa Yutta. Santa Yutta sendiri dikenal sebagai seorang rubiah dan penghimpun para wanita yang ingin bersemadi, hidup tenang dan banyak berdoa. Setelah Yutta meninggal dunia, Hildegradis menggantikannya sebagai pemimpin biara Benediktin di Diessenberg, dekat tempat kelahirannya. Pada tahun 1148 ia memindahkan biara itu ke Rupertsberg, dekat Bingen, Jerman. Sekalipun usianya mencapai 80 tahun, namun kesehatannya sangat rapuh: sering sakit dan sangat emosional.
Semenjak usia mudanya ia dianugerahi pengalaman rohani yang luar biasa: dapat meramalkan peristiwa-peristiwa yang akan terjadi, mengalami berbagai penglihatan, dan banyak membuat mujizat. Biarawati Benediktin ini senantiasa mengajak orang lain agar mau merubah cara hidupnya, menerima penderitaan dan bersemangat tobat. Banyak orang datang kepadanya untuk meminta bimbingan rohani padanya: para bangsawan, uskup-uskup, rahib-rahib dan suster-suster. Meskipun demikian banyak pula orang yang bersikap sinis padanya. Mereka ini menganggap Hildegardis sebagai wanita yang tidak waras. Memang, Hildegardis adalah biarawati yang sungguh luar biasa pada Abad Pertengahan. Buah penanya sangat banyak. Biasanya ia mendiktekan pikiran-pikirannya kepada seorang biarawati pembantunya, yang kemudian mengalihbahasakannya ke dalam bahasa Latin. Salah satu bukunya ialah ‘Scivias’ (= Semoga Anda Tahu) yang berisi tentang berbagai pengalaman mistiknya. Buku yang lain berisi penjelasan tentang Injil, kehidupan rohani dan peraturan Santo Benediktus. Ia menulis juga mengenai ilmu pengetahuan alam, tentang tubuh manusia, penyakit serta obat-obatnya. Kisah Orang-orang Kudus tidak luput dari perhatiannya, sehingga ia bukukan juga. Ia menggubah syair, berbagai hymne dan musik.
Hildegardis selalu sibuk. Namun ia masih juga menyempatkan diri melakukan perjalanan keliling Jerman untuk memperingatkan para bangsawan, imam dan uskup tentang cara hidup mereka yang tidak sesuai dengan ajaran iman Kristen dan semangat Injil. Keprihatinannya terhadap keadaan Gereja yang bobrok mendorong dia rajin berkotbah di alun-alun. Orang-orang yang mendengar kotbahnya terpukau, insyaf lalu bertobat. Ia tak jemu jemunya menyurati para pemimpin seperti paus, kaisar, raja dan tokoh-tokoh masyarakat yang besar pengaruhnya, seperti misalnya Santo Bernardus Clairvaux. Hildegardis akhirnya meninggal dunia di Rupertsberg, Jerman pada tanggal 17 September 1179.

Diambil dari:
http://liturgia-verbi.blogspot.co.id/
https://www.facebook.com/groups/liturgiaverbi

Leave a Reply

*

captcha *