Hari Biasa, Pekan Biasa IX Kamis, 3 Juni 2021
Liturgia Verbi (B-I)
Hari Biasa, Pekan Biasa IX
Kamis, 3 Juni 2021
PW S. Karolus Lwanga dan teman-temannya, Martir
Bacaan Pertama
Tb 6:10-11;7:1.6.8-13;8:1.5-9
“Semoga Tuhan menganugerahkan damai sejahtera kepada kamu berdua.”
Pembacaan dari Kitab Tobit:
Dalam perjalanannya, Tobia dan Rafael memasuki negeri Media
dan sudah sampai dekat kota Ekbatana.
Lalu berkatalah Rafael kepada Tobia,
“Saudara Tobia!”
Sahut Tobia, “Ada apa?”
Rafael menyambung,
“Malam ini kita harus bermalam pada Raguel.
Dia itu seorang kerabatmu,
dan mempunyai seorang puteri bernama Sara.
Ketika mereka tiba di kota Ekbatana,
berkatalah Tobia kepada temannya,
“Saudara Azarya,
antarkanlah aku langsung ke rumah Raguel, saudara kami.”
Iapun lalu mengantarkannya ke rumah Raguel.
Raguel sedang duduk pada pintu pelataran rumahnya.
Mereka memberikan salam kepada Raguel.
Dia membalas, katanya,
“Banyak salam, saudara-saudara. Selamat datang!”
Lalu mereka dipersilakannya masuk.
Kemudian Raguel berkata kepada Tobia,
“Tuhan memberkati engkau, nak!
Engkau adalah putera seorang mulia dan baik!
Alangkah celakanya ayahmu!
Orang yang begitu baik dan penderma itu menjadi buta!”
Kemudian
Raguel menyembelih seekor domba betina dari kawanannya,
dan ia menyambut Tobia dan Rafael dengan ramah.
Sesudah mencuci dan membasuh diri mereka duduk makan.
Berkatalah Tobia kepada Rafael,
“Saudara Azarya, katakanlah kepada Raguel,
supaya saudariku Sara diberikannya kepadaku.”
Mendengar perkataan itu berkatalah Raguel kepada pemuda itu,
“Makan dan minumlah, serta bersenang-senanglah malam ini.
Memang, Saudara,
tak seorangpun lebih berhak mengambil Sara, anakku,
sebagai isterinya, daripada engkau.
Karena itu aku tidak berwenang lagi
memberikannya kepada seseorang kecuali kepadamu.
Sebab engkaulah yang paling karib.
Tetapi, anakku, aku harus memberitahukan kebenaran.
Sara sudah kuberikan kepada tujuh laki-laki
di antara saudara kita!
Tetapi semuanya mati pada malam pertama menghampiri Sara.
Maka anakku, baiklah sekarang makan dan minum saja.
Tuhan akan mengambil tindakan bagimu.”
Tetapi sahut Tobia, “Aku tidak akan makan atau minum apa-apa,
sebelum engkau mengambil keputusan tentang diriku.”
Maka jawab Raguel,
“Baiklah!
Sara kuberikan kepadamu sesuai dengan ketetapan Kitab Musa.
Allah sudah memutuskan, bahwa Sara harus diberikan kepadamu.
Maka hendaklah menerima saudarimu ini.
Mulai sekarang ini engkau menjadi kakaknya,
dan ia menjadi adikmu.
Semenjak hari ini ia diberikan kepadamu untuk selama-lamanya.
Dan, anakku, semoga kamu pada malam ini juga diberkati
oleh Tuhan semesta langit.
Semoga Ia menurunkan kasih setia dan damai sejahtera atas dirimu.”
Lalu Raguel memanggil Sara, anaknya.
Ketika Sara datang, Raguel memegang tangannya,
dan dengan demikian ia menyerahkan Sara kepada Tobia,
sambil berkata,
“Sungguh, sesuai dengan hukum Taurat ia kupercayakan kepadamu
dan seturut ketetapan yang tersurat dalam Kitab Musa
ia kuberikan kepadamu menjadi isterimu.
Ambillah dia,
dan antarkanlah kepada ayahmu dengan sehat walafiat.
Moga-moga Yang Berkuasa di Surga
menganugerahkan damai sejahtera kepada kamu berdua.”
Selesai makan dan minum mereka semua mau pergi tidur.
Tobia diantar ke kamar yang sudah disiapkan untuk mereka.
Setelah masuk kamar tidur, Tobia dan Sara berdoa
dan mohon supaya mereka mendapat perlindungan.
Mereka memanjatkan doa sebagai berikut:
“Terpujilah Engkau, ya Allah leluhur kami,
dan terpujilah nama-Mu sepanjang sekalian abad.
Hendaknya sekalian langit memuji Engkau,
dan juga segenap ciptaan-Mu untuk selama-lamanya.
Engkaulah yang telah menjadikan Adam,
dan baginya telah Kaubuat Hawa isterinya
sebagai pembantu dan penopang.
Dari mereka berdua lahirlah umat manusia seluruhnya.
Engkau pun bersabda,
“Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja,
mari Kita menjadikan penolong baginya,
yang sepadan dengan dia.”
Ya Tuhan, bukan karena nafsu birahi kuambil saudariku ini,
melainkan dengan hati benar.
Sudilah kiranya mengasihani kami berdua,
dan membuat kami menjadi tua bersama.”
Serentak berkatalah mereka, “Amin! Amin!”
Kemudian mereka tidur semalam-malaman.
Demikianlah sabda Tuhan.
Mazmur Tanggapan
Mzm 128:1-2.3.4-5,R:4
Refren: Orang yang takwa hidupnya akan diberkati Tuhan.
*Berbahagialah orang yang takwa kepada Tuhan,
yang hidup menurut jalan yang ditunjukkan-Nya!
Apabila engkau menikmati hasil jerih payahmu,
berbahagialah engkau dan baiklah keadaanmu!
*Isterimu akan menjadi laksana pohon anggur subur
di dalam rumahmu;
anak-anakmu seperti tunas pohon zaitun
sekeliling mejamu!
*Sungguh, demikianlah akan diberkati Tuhan
orang laki-laki yang takwa hidupnya.
Kiranya Tuhan memberkati engkau dari Sion:
boleh melihat kebahagiaan Yerusalem seumur hidupmu,
Bait Pengantar Injil
Mzm 119:34
Berilah aku pengertian, maka aku akan mentaati hukum-Mu,
aku akan menepatinya dengan segenap hati, ya Tuhan.
Bacaan Injil
Mrk 12:28b-34
“Inilah perintah pertama,
kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati.
Dan yang kedua sama dengan yang pertama.”
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus:
Pada suatu hari datanglah seorang ahli Taurat kepada Yesus,
dan bertanya, “Perintah manakah yang paling utama?”
Yesus menjawab, “Perintah yang utama ialah:
‘Dengarlah, hai orang Israel,
Tuhan Allah kita itu Tuhan yang esa!
Kasihilah Tuhan Allahmu dengan segenap hati,
dengan segenap jiwa, dengan segenap akal budi,
dan dengan segenap kekuatanmu.
Dan perintah yang kedua, ialah:
Kasihilah sesamamu seperti dirimu sendiri.’
Tidak ada perintah lain yang lebih utama
daripada kedua perintah ini.”
Berkatalah ahli Taurat itu kepada Yesus,
“Guru, tepat sekali apa yang Kaukatakan,
bahwa Dia itu esa, dan tak ada Allah lain kecuali Dia.
Memang mengasihi Dia dengan segenap hati,
dengan segenap pengertian, dan dengan segenap kekuatan
serta mengasihi sesama manusia seperti diri sendiri,
jauh lebih utama dari pada semua kurban bakar dan persembahan.”
Yesus melihat betapa bijaksananya jawaban orang itu.
Maka Ia berkata kepadanya,
“Engkau tidak jauh dari Kerajaan Allah.”
Dan tak seorang pun masih berani menanyakan sesuatu kepada Yesus.
Demikianlah sabda Tuhan.
Renungan Injil
Persaudaraan itu mesti dijalin dengan siapa saja, tidak terbatas hanya dengan saudara se-darah saja, melainkan juga dengan mertua, menantu, ipar, tetangga, teman kerja, teman kuliah/sekolah, iya dengan siapa saja.
Teristimewa dengan Tuhan, jalinan persaudaraan adalah yang utama, yang kita adalah anak-anak-Nya dan kita boleh memanggil-Nya Bapa.
Persaudaraan dibangun di atas dasar kasih.
Itulah perintah Tuhan sebagaimana yang ditulis pada Bacaan Injil hari ini.
Kasih yang dimaksud adalah kasih yang bersifat totalitas dan sepenuhnya berupa pemberian, bukan setengah hati dan bukan pula bersifat “take-and-give”.
Artinya kita juga wajib mengasihi orang yang tidak mengasihi kita atau malah membenci kita.
Apalagi terhadap saudara yang hanya sekedar menjauh dari kita, atau menghindar bergaul dengan kita, atau tak mau mengakui kalau kita adalah saudaranya, kasih tetap kita salurkan karena Yesus Kristus jelas-jelas meminta kita menjadi terang yang menyinari siapa saja yang ada di sekitar kita.
Ada hal menarik yang saya sendiri yakini sebagai suatu kebenaran, yakni pentingnya persaudaraan dengan Allah Roh Kudus, yang memang ditugasi untuk mendampingi kita setelah Yesus kembali ke Surga.
Roh Kudus adalah Allah, penghibur, penolong, dan kebenaran.
Dia bisa saja bekerja melalui perantaraan pihak lain, entah saudara, teman, atau orang yang tak kita kenal, atau bahkan malaikat seperti yang dikisahkan dalam kitab Tobit pada Bacaan Pertama hari ini.
Malaikat Rafael mendampingi Tobia menemukan pasangan hidupnya, Sara.
Sebelum bertemu Tobia, Sara telah dinikahkan dengan 7 laki-laki, tapi semuanya meninggal dunia sebelum malam pertama perkawinan mereka.
Semestinya, sudah sewajarkan laki-laki takut mengambil Sara sebaga istri, takut menjadi yang ke-delapan yang akan meninggal dunia.
Tapi itu tidak terjadi pada Tobia.
Penyertaan malaikat Rafael telah menyelamatkan Tobia dari “kutuk” menikah dengan Sara.
Tobia dan Sara berdoa bersama, dan Tobia berdoa begini, “Ya Tuhan, bukan karena nafsu birahi kuambil saudariku ini, melainkan dengan hati benar. Sudilah kiranya mengasihani kami berdua, dan membuat kami menjadi tua bersama.”
Roh Allah inilah yang menuntun hidup kita, agar kita senantiasa memperhatikan tali-persaudaraan dengan orng-orang di sekitar kita, agar para saudara kita itu tetap berkenan bersama-sama kita melakukan sesuatu secara bersama, termasuk berdoa bersama.
Ada banyak yang ingin kita mintakan kepada Allah Bapa kita, baik untuk keperluan kita mau pun untuk pertolongan bagi orang lain.
Maka, marilah kita bersama-sama sanak-saudara dan handai-taulan melakukan apa saja secara bersama-sama dan memohon Roh Allah mendampingi kegiatan bersama itu.
Peringatan Orang Kudus
Santo Karolus Lwanga, Martir Uganda
Kebenaran dan keluhuran ajaran Yesus dibela mati-matian oleh para pengikutNya di mana-mana meskipun hal itu mengakibatkan kematian. Di Afrika, terutama di Uganda, pembelaan iman ini telah mengakibatkm pembunuhan banyak martir.
Penganiayaan dan pembunuhan atas orang-orang Kristen itu disebabkan karena ajaran Kristen dianggap sebagai perintah utama pelaksanaan adat-istiadat kafir di Uganda. Ketika itu, adat-istiadat di sana masih tergolong sangat primitif. Perdagangan budak, poligami dan pemerkosaan anak-anak dianggap hal yang biasa. Demikian juga pelestarian adat-istiadat dan animisme masih dianggap sebagai perkara budaya yang harus digalakkan.
Oleh karena itu kedatangan misionaris-misionaris Katolik pada tahun 1879 untuk mewartakan Injil Kristus dianggap sebagai penghalang keberlangsungan praktek adat-istiadat dan kebiasaan buruk di atas. Akibatnya, penguasa setempat melancarkan aksi pembunuhan terhadap para misionaris itu. Banyak juga pemuda-pemuda Uganda yang sudah menjadi Kristen dibunuh.
Karolus Lwanga adalah salah seorang anak yang melayani raja Muanga. Ia menggantikan kawannya Yosef Mukasa. Muanga dikenal sebagai raja yang bejat. la biasa memuaskan nafsu seksnya pada anak-anak lelaki yang melayaninya. Melihat kebejatan Muanga ini, Karolus Lwanga selalu bersikap hati-hati. Ia juga mengawaskan anak-anak Kristen lainnya agar tidak tercemar oleh perbuatan bejat Muanga.
Raja Muanga sangat benci terhadap ajaran-ajaran Kristen. Hasutan orang-orang Arab semakin menambah kebencian Muanga terhadap keluhuran ajaran iman Kristen sekaligus para misionarisnya. Anak-anak Uganda yang sudah menjadi Kristen tidak terlepas dari berbagai ancaman. Namun anak-anak ini semakin kuat imannya dan tidak menghiraukan segala bentuk ancaman itu.
Pada tanggal 25 Maret 1886, raja mendapati para pelayannya sedang mengikuti pelajaran agama dari seorang misionaris. Ia sangat marah dan lalu membunuh anak-anak itu. Keesokan harinya, ia mengumpulkan para ketua suku dan meminta pertimbangan mereka untuk menghukum anak-anak Kristen yang lain. Hal ini sama sekali tidak menggentarkan hati mereka. Mereka berani mati demi imannya.
Anak-anak Kristen yang belum dibunuh, termasuk di dalamnya Karolus Lwanga, ditangkap dan dipenjarakan. Karolus yang tertua segera mempermandikan dan mengajar mereka tentang ajaran-ajaran iman Kristen. Ia menguatkan hati mereka untuk menerima segala akibat yang paling buruk. Iman mereka teguh dan mereka bersedia menjalani hukuman bakar yang ditimpakan atas mereka.
Karolus dibunuh bersama kawan-kawannya demi membela iman Kristen. Mereka yakin bahwa Tuhan akan memberi mereka pahala di surga yang jauh lebih membahagiakan. Oleh Sri Paus Paulus VI, Karolus dinyatakan sebagai ‘kudus’ pada tahun 1964.
Santa Klotilda, Pengaku Iman
Klotilda adalah puteri Raja Burgundia, Ia menuntut dari calon suaminya, Raja Klodwing dari Franken yang masih kafir, supaya tetap diperbolehkan melaksanakan kewajiban agamanya. Ketika anak sulung mereka meninggal sesudah pembaptisannya, Klodwig suaminya hampir membatalkan janjinya. Namun berkat kesabaran dan kelemah-lembutan Klotilda, Klodwig bertobat menjadi Kristen setelah memenangkan pertempuran atas musuhnya. Klotilda meninggal dunia pada tahun 545.
Santo Kevin, Pengaku Iman
Puing-puing biara Glendalough di wilayah Wicklow, Irlandia, mengingatkan kita akan Santo Kevin, seorang rahib abad keenam. Konon beliau-lah yang mendirikan biara Glendalough yang terkenal itu. Umurnya kurang-lebih 120 tahun (498-618).
Ada berbagai versi cerita tentang Santo Kevin, namun semuanya tidak mempunyai nilai sejarah yang kokoh karena tak ada suatu tanggal pasti tentang masa hidupnya sendiri. Kemungkinan Kevin dididik oleh rahib-rahib dan kemudian ditahbiskan menjadi imam. Ketika menginjak usia dewasanya, ia memilih hidup sebagai pertapa di Glendalough, salah satu tempat yang paling indah di Irlandia. Menurut tradisi, ia tinggal di sebuah gua sempit di gunung Lugduf. Gua itu, yang masih ada sampai sekarang, dapat dicapai dengan sebuah perahu menyusuri sebuah danau yang ada di situ. Kevin hidup akrab dengan alam, makan ikan dan hasil-hasil hutan dan bersahabat dengan binatang-binatang liar.
Kehidupan Kevin yang keras sebagai pertapa berakhir ketika sekelompok orang mengetahui tentang keberadaannya dan mulai menyebarkan berita-berita tentang hidupnya di gua itu. Semenjak itu banyak orang datang untuk berguru padanya dan hidup bersamanya. Akhirnya lahirlah sebuah komunitas pertapaan di tempat itu. Demi kehidupan yang lebih baik, Kevin bersama murid-muridnya pindah dari gua itu dan mendirikan sebuah biara di lembah gunung Lugduf. Setelah kematian Kevin, Glendalough tetap merupakan pusat keagamaan dan pendidikan yang terkenal selama berabad-abad. Semenjak itu seorang uskup ditempatkan di Glendalough sampai tahun 1214, ketika Glendalough disatukan dengan takhta keuskupan Dublin.
Dewasa ini banyak wisatawan datang ke Glendalough untuk melihat bekas biara Kevin berupa sebuah bangunan biara, sebuah katedral dan beberapa buah gereja. Glendalough merupakan salah satu tempat ziarah ramai di Irlandia.
Diambil dari:
http://liturgia-verbi.blogspot.co.id/