Hari Biasa, Pekan Biasa XXXIV Jumat, 1 Desember 2017
Liturgia Verbi (A-I)
Hari Biasa, Pekan Biasa XXXIV
Jumat, 1 Desember 2017
Bulan Desember:
Ujud Umum/Universal – Para Lansia.
Semoga para lansia, dengan didukung oleh keluarga dan komunitas Kristiani dapat menerapkan kebijaksanaan dan pengalaman mereka dalam menyebarluaskan iman dan membangun generasi baru.
Ujud Gereja Indonesia – Papua.
Semoga pemerintah makin bisa mewujudkan langkah-langkah konkret untuk membangun masyarakat Papua, agar mereka makin bisa merasakan hak-haknya sebagai warga Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Bacaan Pertama
Dan 7:2-14
“Seseorang serupa Anak Manusia datang bersama awan-gemawan.”
Pembacaan dari Nubuat Daniel:
Aku, Daniel, mendapat suatu penglihatan pada waktu malam.
Tampak keempat angin dari langit mengguncangkan laut besar.
Lalu naiklah empat binatang besar dari dalam laut,
yang satu berbeda dengan yang lain.
Yang pertama rupanya seperti seekor singa
dan mempunyai sayap burung rajawali.
Aku terus melihatnya sampai sayapnya tercabut
dan ia terangkat dari tanah
dan ditegakkan pada dua kaki seperti manusia,
dan kepadanya diberikan hati manusia.
Dan tampak ada seekor binatang yang lain, yang kedua,
rupanya seperti beruang.
Ia berdiri pada sisinya yang sebelah,
dan tiga tulang rusuk masih ada di dalam mulutnya di antara giginya.
Kepadanya dikatakan demikian,
‘Ayo, makanlah daging banyak-banyak.’
Kemudian aku melihat, tampak seekor binatang lain lagi,
rupanya seperti macan tutul.
Ada empat sayap burung pada punggungnya.
Lagipula binatang itu berkepala empat,
dan kepadanya diberikan kekuasaan.
Kemudian aku melihat dalam penglihatan malam itu,
tampak seekor binatang yang keempat,
yang menakutkan dan mendahsyatkan,
ia sangat kuat.
Ia bergigi besar dari besi.
ia melahap dan meremukkan mangsanya,
dan sisanya diinjak-injaknya dengan kakinya.
ia berbeda dengan segala binatang yang terdahulu.
lagipula ia bertanduk sepuluh.
Sementara aku memperhatikan tanduk-tanduk itu,
tumbuhlah di antaranya suatu tanduk lain yang kecil,
sehingga tiga dari tanduk-tanduk yang dahulu tercabut.
Pada tanduk itu tampak ada mata seperti mata manusia
dan mulut yang menyombong.
Sementara aku terus melihat, takhta-takhta diletakkan,
lalu duduklah Yang Lanjut Usianya.
Pakaian-Nya putih seperti salju
dan rambut-Nya bersih seperti bulu domba.
Takhta-Nya dari nyala api, rodanya dari api yang berkobar-kobar.
Suatu sungai api timbul dan mengalir dari hadapan-Nya.
Beribu-ribu melayani Dia,
dan beratus-ratus ribu berdiri di hadapan-Nya.
Lalu duduklah Majelis Pengadilan dan dibukalah Kitab-kitab.
Aku terus melihatnya,
karena tanduk kecil binatang yang keempat itu mengucapkan kata-kata sombong.
Aku terus melihatnya sampai binatang itu dibunuh.
Bangkainya dibinasakan dan dilemparkan
ke dalam api yang membakar.
Juga kekuasaan binatang-binatang yang lain dicabut,
dan jangka hidup mereka ditentukan sampai waktu dan saatnya.
Aku terus melihat dalam penglihatan waktu malam itu,
tampak seorang serupa Anak Manusia
datang dari langit bersama awan-gemawan.
Ia menghadap Dia yang telah lanjut usia-Nya
dan diantar ke hadapan-Nya.
Kepada yang serupa Anak Manusia itu
diserahkan kekuasaan, kehormatan dan kuasa sebagai raja.
Dan segala bangsa, suku dan bahasa mengabdi kepada-Nya.
Kekuasaan-Nya kekal adanya dan kerajaan-Nya takkan binasa.
Demikianlah sabda Tuhan.
Mazmur Tanggapan
T.Dan 3:75-81,
Refren:
*Pujilah Tuhan, hai gunung-gemunung.
U: Pujilah dan luhurkanlah Dia selama-lamanya.
*Pujilah Tuhan, hai segala tumbuhan di bumi.
U: Pujilah dan luhurkanlah Dia selama-lamanya.
*Pujilah Tuhan, hai segenap mata air dan bukit.
U: Pujilah dan luhurkanlah Dia selama-lamanya.
*Pujilah Tuhan, hai lautan dan sungai.
U: Pujilah dan luhurkanlah Dia selama-lamanya.
*Pujilah Tuhan, hai raksasa lautan dan segala yang bergerak di air.
U: Pujilah dan luhurkanlah Dia selama-lamanya.
*Pujilah Tuhan, hai unggas di udara.
U: Pujilah dan luhurkanlah Dia selama-lamanya.
*Pujilah Tuhan, hai segala binatang buas dan ternak di bumi.
U: Pujilah dan luhurkanlah Dia selama-lamanya.
Bait Pengantar Injil
Luk 21:28
Angkatlah kepalamu, sebab penyelamatmu sudah dekat.
“Jika kalian melihat hal-hal itu terjadi,
ketahuilah bahwa Kerajaan Allah sudah dekat.”
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas:
Pada waktu itu
Yesus mengemukakan perumpamaan ini kepada murid-murid-Nya,
“Perhatikanlah pohon ara atau pohon apa saja.
Apabila kalian melihat pohon-pohon itu sudah bertunas,
kalian tahu dengan sendirinya, bahwa musim panas sudah dekat.
Demikian pula, jika kalian melihat hal-hal itu terjadi,
ketahuilah, bahwa Kerajaan Allah sudah dekat.
Aku berkata kepadamu:
Sungguh, angkatan ini takkan berlalu, sebelum semuanya terjadi.
Langit dan bumi akan berlalu, tetapi sabda-Ku takkan berlalu.”
Demikianlah sabda Tuhan.
Renungan Injil
Bacaan Injil hari ini masih tentang kedatangan Kristus yang kedua kalinya, terkait dengan nubuat tentang keruntuhan Yerusalem.
Pada waktunya, digambarkan bahwa orang-orang akan mati ketakutan karena kecemasan berhubung dengan segala apa yang menimpa bumi ini, sebab kuasa-kuasa langit akan goncang.
Pada waktu itulah kita mesti memiliki kemampuan untuk bangkit dan mengangkat muka menyambut kedatangan-Nya.
Sudah semestinya kita bertekun dalam doa dan pengharapan, agar kita dimampukan untuk melihat tanda-tanda kedatangan-Nya.
Kita diminta untuk menghindarkan diri dari perbuatan dosa, tidak larut dalam berbagai nikmat duniawi.
Marilah kita bersiap-siap senantiasa, dengan memperhatikan tanda-tanda kedatangan-Nya, dan meyakini bahwa kedatangan-Nya bisa terjadi kapan saja.
Peringatan Orang Kudus
Beato Dionisius dan Redemptus a Cruce, Martir Indonesia
Pierre Berthelot – demikian nama Santo Dionisius – lahir di kota Honfleur, Prancis pada tanggal 12 Desember 1600. Ayahnya Berthelot dan Ibunya Fleurie Morin adalah bangsawan Prancis yang harum namanya. Semua adiknya: Franscois, Jean, Andre, Geoffin dan Louis menjadi pelaut seperti ayahnya. Sang ayah adalah seorang dokter dan nakoda kapal. Pierre sendiri semenjak kecil (12 tahun) telah mengikuti ayahnya mengarungi lautan luas; dan ketika berusia 19 tahun ia sudah menjadi seorang pelaut ulung. Selain darah pelaut, ia juga mewarisi dari ayahnya hidup keagamaan yang kuat, yang tercermin di dalam kerendahan hatinya, kekuatan imannya, kemurnian dan kesediaan berkorban. Ia kemudian memasuki dinas perusahaan dagang Prancis. Dalam rangka tugas dagang, ia berlayar sampai ke Banten, Indonesia. Tetapi kapalnya dibakar oleh saudagar-saudagar Belanda dari kongsi dagang VOC. Berkat pengalamannya mengarungi lautan, ia sangat pandai menggambar peta laut dan memberikan petunjuk jalan.
Pierre kemudian bekerja pada angkatan laut Portugis di Goa, India. Namun ia senantiasa tidak puas dengan pekerjaannya itu. Ada keresahan yang senantiasa mengusik hatinya. Ia selalu merenungkan dan mencari arti hidup yang lebih mendalam. Ketika itu ia sudah berusia 35 tahun. Akan tetapi usia tidak menghalangi dorongan hatinya untuk hidup membiara. Ia diterima di biara Karmel. Namanya diubah menjadi Dionisius a Nativitate. Sekalipun ia sudah menjalani hidup membiara, namun ia masih beberapa kali menyumbangkan keahliannya kepada pemerintah, baik dengan menggambar peta maupun dengan mengangkat senjata membuyarkan blokade di Goa yang dilancarkan oleh armada Belanda (1636).
Di biara Karmel itulah, ia bertemu dengan Redemptus a Cruce, seorang bruder yang bertugas sebagai penjaga pintu biara dan koster, penerima tamu dan pengajar anak-anak. Redemptus lahir di Paredes, Portugal pada tahun 1598 dari sebuah keluarga tani yang miskin namun saleh dan taat agama. Orangtuanya memberinya nama Thomas Rodriguez da Cunha. Semenjak usia muda, ia masuk dinas ketentaraan Portugis dan ditugaskan ke India. Ia kemudian menarik diri dari dinas ketentaraan karena ingin menjadi biarawan untuk mengabdikan dirinya pada tugas-tugas keagamaan. Ia diterima sebagai bruder di biara Karmel.
Suatu ketika Raja Muda di Goa bermaksud mengirim utusan ke Aceh, Indonesia, yang baru saja berganti sultan dari Sultan Iskandar Muda ke Sultan Iskandar Thani. Ia ingin menjalin hubungan persahabatan karena hubungannya dengan sultan terdahulu tidak begitu baik. Sebagai seorang bekas pelaut yang sudah pernah datang ke Banten, Dionisius ditunjuk sebagai almosenir, juru bahasa dan pandu laut. Oleh karena itu tahbisan imamatnya dipercepat. Dionisius ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1637 oleh Mgr. Alfonso Mendez. Bruder Redemptus dengan izinan atasannya ikut serta dalam perjalanan dinas itu sebagai pembantu.
Pastor tentara Dionisius bersama rombongannya berangkat ke Aceh pada tanggal 25 September 1638 dengan tiga buah kapal: satu kapal dagang dan dua kapal perang. Penumpang kapal itu ialah: Don Fransisco de Sosa (seorang bangsawan Portugis), Pater Dionisius, Bruder Redemptus, Don Ludovico dan Soza, dua orang Fransiskan Rekolek, seorang pribumi dan 60 orang lainnya. Mereka berlabuh di Ole-Ole (kini: Kotaraja) dan disambut dengan ramah.
Tetapi keramahan orang Aceh ternyata hanya merupakan tipu muslihat saja. Orang-orang Belanda telah menghasut Sultan Iskandar Thani dengan menyebarkan isu bahwa bangsa Portugis datang hanya untuk meng-katolik-kan bangsa Aceh yang sudah memeluk agama Islam. Mereka semua segera ditangkap, dipenjarakan, dan disiksa agar menyangkal imannya. Selama sebulan mereka meringkuk di dalam penjara dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Beberapa orang dari antara mereka meninggalkan imannya. Dionisius dan Redemptus terus meneguhkan iman saudara-saudaranya dan memberi mereka hiburan. Akhirnya di pesisir pantai tentara sultan mengumumkan bahwa mereka dihukum bukan karena berkebangsaan Portugis melainkan beriman KatoIik. Maklumat sultan ini diterjemahkan oleh Dionisius kepada teman-temannya. Sebelum menyerahkan nyawa ke tangan para algojo, mereka semua berdoa dan Pater Dionisius mengambil salib dan memperlihatkan kepada mereka supaya jangan mundur, melainkan bersedia mengorbankan nyawa demi Kristus Yang Tersalib dan yang telah menebus dosa dunia, dosa mereka. Dionisius memohon ampun kepada Tuhan dan memberikan absolusi terakhir kepada mereka satu per satu. Segera tentara menyeret Dionisius dan mulailah pembantaian massal.
Sepeninggal teman-temannya, Pater Dionisius masih bersaksi tentang Kristus dengan penuh semangat. Kotbahnya itu justru semakin menambah kebencian rakyat Aceh terhadapnya. Algojo-algojo semakin beringas untuk segera menamatkan riwayat Dionisius. Namun langkah mereka terhenti di hadapan Dionisius. Dengan sekuat tenaga mereka menghunuskan kelewang dan tombak akan tetapi seolah-olah ada kekuatan yang menahan, sehingga tidak ada yang berani. Segera kepala algojo mengirim utusan kepada sultan agar menambah bala bantuan. Dionisus berdoa kepada Tuhan agar niatnya menjadi martir dikabulkan. Dan permintaan itu akhirnya dikabulkan Tuhan. Dionisius menyerahkan diri kepada algojo-algojo itu. Seorang algojo – orang Kristen Malaka yang murtad – mengangkat gada dan disambarkan keras-keras mengenai kepala Dionisius, disusul dengan kelewang yang memisahkan kepala Dionisius dari tubuhnya.
Kemartiran Dionisius dengan kawan-kawannya disahkan Tuhan: mayat mereka selama 7 bulan tidak hancur, tetap segar seperti sedang tidur. Menurut saksi mata, jenazah Dionisius sangat merepotkan orang sekitarnya, karena setiap kali dibuang – ke laut dan tengah hutan – senantiasa kembali lagi ke tempat ia dibunuh. Akhirnya jenazahnya dengan hormat dimakamkan di Pulau Dien (‘pulau buangan’). Kemudian dipindahkan ke Goa, India. Martir-martir itu dibunuh pada tanggal 29 Nopember 1638. Bersama Redemptus, Dionisius digelarkan ‘beato’ pada tahun 1900.
Santo Eligius, Uskup dan Pengaku Iman
Santo Eligius atau Eloi adalah seorang pandai emas dan pencetak uang logam di kota Paris pada abad yang ketujuh. Oleh raja Klotar, ia diminta membuat sebuah takhta. Tetapi dengan emas dan permata yang diserahkan raja untuk keperluan itu, Eloi berhasil menciptakan dua buah takhta yang indah sekali. Raja sangat mengagumi kejujurannya itu dan mengangkatnya menjadi kepala percetakan uang logam kerajaan.
Sejak saat itu Eloi menjadi seorang petinggi kerajaan dengan pendapatan yang lumayan pula; namun semuanya dimanfaatkan untuk menolong para tawanan dan fakir miskin. Rumahnya, bahkan meja makannya sendiri selalu dikelilingi orang-orang miskin.
Di samping pandai mencetak uang logam, ia juga seorang seniman. Kegemarannya ialah membuat tabut yang indah sebagai tempat penyimpanan relikui-relikui orang suci. Tabut yang pernah dikerjakannya antara lain tabut penyimpanan relikui Santo Martinus dan Santa Genoveva.
Eloi seorang yang saleh dan bijaksana; karena itu ia diangkat sebagai penasehat raja dan uskup-uskup. Tahun 641, ketika Uskup Noyon, Prancis meninggal dunia, ia sendiri yang dinobatkan menjadi Uskup Noyon. Di negeri Vlandria dan Zeelandia, ia berhasil membawa banyak orang kafir kepada Kristus. Selama 20 tahun ia berusaha keras memajukan Kerajaan Kristus disertai banyak mujizat sebagai peneguh kebenaran iman yang diwartakannya. Segala macam takhayul serta kepercayaan yang sia-sia dilawan dan ditentangnya. Sesudah bekerja keras memperluas Kerajaan Kristus di dunia ini, Eloi meninggal dunia pada tahun 660.
Santa dan Santo Adrianus dan Natalia, Martir
Suami-istri ini mati sebagai martir pada abad ke-4 di Nikomedia pada masa pemerintahan Kaisar Diokletianus – Licinius. Adrianus adalah seorang perwira Romawi yang bertugas di Nikomedia. Ia belum dipermandikan, namun sudah beriman kepada Yesus; sedangkan isterinya, Natalia, seorang Kristen yang saleh.
Suatu ketika Adrianus diperintahkan untuk mengejar, menangkap, dan menganiaya umat Kristen. Maklumlah penguasa Romawi sangat benci kepada umat Kristen karena mereka tidak mau menyembah dewa-dewa Romawi. Adrianus bingung. Ia sendiri pernah menyaksikan penganiayaan terhadap 23 orang Kristen. Hatinya tidak tahan, karena ia merasa seiman dengan mereka. Terdorong oleh cintanya kepada orang-orang seiman, dengan berani ia mengatakan kepada para serdadu Romawi lainnya: “Tangkaplah dan siksalah juga aku sebab aku sendiri pun orang Kristen.” Ia rela menyerahkan diri untuk ditangkap dan digiring ke penjara. Mendengar peristiwa penangkapan Adrianus, Natalia datang ke penjara untuk menemuinya. Kepada Adrianus, ia berkata: “Adrian, engkau diberkati Allah, karena berani mengakui imanmu di hadapan orang-orang kafir. Sesungguhnya engkau telah menemukan harta kekayaan yang tidak diwariskan orangtuamu . . . ” Natalia meminta dengan sangat kepada Adrianus agar menguatkan juga hati teman-temannya di penjara. Selain itu ia berusaha agar Adrianus mendapat pelajaran agama dan dibaptis di dalam penjara. Hal itu diketahui penjaga penjara, sehingga mulai saat itu ia tidak diizinkan lagi menemui suaminya di penjara. Namun ia tidak kehabisan akal: ia menyamar sebagai pemuda dan berhasil menemui Adrianus di penjara. Kepadanya ia berpesan agar berdoa untuknya bila sudah berada di surga.
Adrianus bersama orang-orang Kristen lainnya dijatuhi hukuman mati. Pelaksanaan hukuman mati itu disaksikan Natalia. Ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana anggota tubuh suaminya dicincang. Keinginannya untuk ikut serta terjun ke dalam bara api sungguh tak terbendung, ketika tubuh suaminya dilemparkan ke tengah jilatan api bersama martir-martir lainnya. Api kemudian padam karena sekonyong-konyong turun hujan lebat. Orang-orang Kristen mengumpulkan sisa-sisa jenazahnya dan memakamkannya dekat Argyropolis, di pantai Bosporus, Turki.
Natalia sendiri menyimpan tangan suaminya sebagai relikui kudus. Ia tidak mau menetap di Nikomedia karena merasa terancam oleh penguasa Romawi yang kafir. Ia memutuskan untuk tinggal tidak jauh dari makam suaminya. Beberapa lama setelah berada di Argyropolis, ia pun wafat dengan damai dan dimakamkan dekat kubur Adrianus di antara para martir lainnya. Ia dimasukkan dalam bilangan para martir karena situasi kematiannya. Adrianus adalah martir populer waktu itu dan dijadikan pelindung para serdadu. Ia juga sering dimintai perlindungannya apabila ada wabah penyakit.
Diambil dari:
http://liturgia-verbi.blogspot.co.id/
https://www.facebook.com/groups/liturgiaverbi