Hari Biasa, Pekan Biasa XXXI Rabu, 4 November 2020

Liturgia Verbi (A-II)
Hari Biasa, Pekan Biasa XXXI

Rabu, 4 November 2020

PW S. Karolus Borromues, Uskup

 


Bacaan Pertama
Flp 2:12-18

“Kerjakanlah keselamatanmu.
Allahlah yang mengerjakan dalam dirimu
baik kemauan maupun pelaksanaan.”

Pembacaan dari Surat Rasul Paulus kepada Jemaat di Filipi:

Saudara-saudara kekasih, kalian senantiasa taat.
karena itu tetaplah kerjakan keselamatanmu
dengan takut dan gentar,
bukan saja seperti waktu aku masih hadir,
tetapi lebih-lebih sekarang waktu aku tidak hadir.
Sebab Allahlah yang mengerjakan dalam dirimu
baik kemauan maupun pelaksanaan menurut kerelaan-Nya.

Lakukanlah segala sesuatu
tanpa bersungut-sungut dan berbantah-bantahan,
supaya kalian tiada beraib dan tiada bernoda,
sebagai anak-anak Allah yang tak bercela
di tengah-tengah angkatan yang bengkok hatinya
dan yang sesat ini.
Maka kalian akan bercahaya di antara mereka
seperti bintang-bintang di dunia,
sambil berpegang pada sabda kehidupan.
Dengan demikian aku dapat bermegah pada hari Kristus,
bahwa tidak sia-sialah aku berlomba dan berjerih-payah.
Tetapi
sekalipun darahku dicurahkan pada kurban dan ibadah imanmu,
aku bergembira dan aku bersukacita bersama kalian.
Dan kalian pun hendaknya bergembira dan bersukacita bersama aku.

Demikianlah sabda Tuhan.


Mazmur Tanggapan
Mzm 27:1.4.13-14,R:1a

Refren: Tuhan adalah terang dan keselamatanku.

*Tuhan adalah terang dan keselamatanku,
kepada siapakah aku harus takut?
Tuhan adalah benteng hidupku,
terhadap siapakah aku harus gentar?

*Satu hal telah kuminta kepada Tuhan,
saatu inilah yang kuingini:
diam di rumah Tuhan seumur hidupku,
menyaksikan kemurahan Tuhan, dan menikmati bait-Nya.

*Sungguh, aku percaya akan melihat kebaikan Tuhan
di negeri orang-orang yang hidup!
Nantikanlah Tuhan!
Kuatkanlah dan teguhkanlah hatimu!
Ya, nantikanlah Tuhan!


Bait Pengantar Injil
1Ptr 4:14

Berbahagialah kalian, bila dinista karena nama Kristus,
sebab Roh Allah ada padamu.


Bacaan Injil
Luk 14:25-33

“Yang tidak melepaskan diri dari segala miliknya
tidak dapat menjadi murid-Ku.”

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas:

Pada suatu ketika
orang berduyun-duyun mengikuti Yesus dalam perjalanan-Nya.
Sambil berpaling Yesus berkata kepada mereka,
“Jika seorang datang kepada-Ku
dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya,
saudara-saudarinya, bahkan nyawanya sendiri,
ia tidak dapat menjadi murid-Ku.
Barangsiapa tidak memanggul salibnya dan mengikuti Aku,
ia tidak dapat menjadi murid-Ku.

Sebab siapakah di antaramu, yang mau membangun sebuah menara,
tidak duduk membuat anggaran belanja dahulu,
apakah uangnya cukup untuk menyelesaikan pekerjaan itu?
Jangan-jangan sesudah meletakkan dasar
ia tidak dapat menyelesaikannya.
Lalu semua orang yang melihat itu akan mengejek dengan berkata,
‘Orang itu mulai membangun, tetapi tidak dapat menyelesaikannya.’

Atau raja manakah yang hendak berperang melawan raja lain,
tidak duduk mempertimbangkan dulu
apakah dengan sepuluh ribu orang ia dapat melawan musuh
yang datang menyerang dengan dua puluh ribu orang?
Jika tidak dapat, ia akan mengirim utusan selama musuh masih jauh
untuk menanyakan syarat-syarat perdamaian.

Demikianlah setiap orang di antaramu
yang tidak melepaskan diri dari segala miliknya,
tidak dapat menjadi murid-Ku.”

Demikianlah sabda Tuhan.


melepaskan diri dari segala miliknya

Renungan Injil
Kita telah merenungkan, iman dan kasih adalah kunci masuk ke dalam Kerajaan Surga, yang intinya adalah percaya kepada Allah Tritunggal, mendengarkan Injil dan menjalankannya, terutama ajaran-ajaran yang terkait dengan kasih Kristus.
Jika dalam perjalanan kita melakukan kelalaian, kesalahan, atau dosa, maka sebelum memasuki pintu Surga, kita akan dimurnikan terlebih dahulu, dibersihkan dari segala kesalahan dan dosa.

Rupanya ada dua status bagi kita, yakni sebagai pengikut Yesus dan sebagai murid Yesus.
Ada syarat tambahan untuk menjadi murid Yesus, yakni belajar untuk dapat mengerjakan hal-hal yang dikerjakan oleh Yesus, entah itu dalam hal belas-kasih, ketaatan, mau pun perbuatan mujizat.
Yesus telah menyampaikannya, untuk menjadi murid Yesus, kita mesti: 1) Menyangkal diri, 2) Memikul Salib, dan 3) Mengikut Yesus.
Kita tidak membahas secara rinci mengenai ketiga syarat ini, melainkan melihat salah satu dari syarat pertama, yakni tentang “Menyangkal diri”.
Pada Bacaan Injil hari ini kita mendengar, “Jika seorang datang kepada-Ku dan ia tidak membenci bapanya, ibunya, isterinya, anak-anaknya, saudara-saudarinya, bahkan nyawanya sendiri, ia tidak dapat menjadi murid-Ku.”
Pernyataaan ini terkesan kontroversial, tetapi kalau kita mau menggunakan iman kita untuk menalarkannya, misalnya melalui pertanyaan ini, “Apa iya Yesus mengajari kita untuk membenci?  Apalagi membenci orang-orang yang mengasihi kita, apa begitu?”
Kita tahu, jawabannya pasti tidak.
Nampaknya ini masalah penerjemahan, karena tentulah yang dimaksud oleh Yesus bukan membenci seperti pemahaman kita, melainkan “menomer-duakan” atau “kurang mengasihi dibandingkan kasih kita kepada Allah”.
Sejak Perjanjian Lama memang telah diajarkan, “Kasihilah Tuhan Allah-mu dengan segenap hatimu, dengan segenap jiwamu, dengan segenap akal-budimu, dan dengan segenap kekuatanmu.
Artinya jelas, kita mesti mengasihi Tuhan lebih dari segala sesuatu, termasuk kasih kita kepada orangtua, istri/suami, anak-anak, dan orang-orang yang mengasihi kita.

Kemudian yang juga penting, yang namanya murid itu tugasnya belajar, dan proses belajarnya mesti sampai tuntas, tidak boleh putus di tengah jalan, tidak boleh “drop out” atau menjadi “mahasiswa abadi”.
Harus sampai di wisuda, harus sampai tamat.
Lalu apa tanda-tandanya kita telah siap untuk di wisuda sebagai murid Yesus?
Ya itu tadi, kita mesti melepaskan diri dari segala milik kita.
Jangan salah membaca, yang dimaksud bukan “melepaskan segala milik kita”, tetapi “melepaskan diri dari segala milik kita”, artinya beda.
Yang diminta adalah kita tidak mendahulukan milik kita, melainkan mendahulukan Allah, bukan melepaskan segala milik kita.
Masak sih Yesus hendak memisahkan kita dari keluarga kita sendiri?
Tidaklah.
Tapi, jika kita mendahulukan, atau menomer-satukan segala urusan duniawi, maka perjalanan menuju Kerajaan Surga akan gagal.


Peringatan Orang Kudus
Santo Karolus Boromeus, Uskup dan Pengaku Iman
Karolus Boromeus lahir di Rocca d’Arona, tepi danau Maggiore pada tanggal 2 Oktober 1538. la adalah putera kedua dari Giberto Berromeo dan Margherita de’Medici, saudari Paus Pius IV (1846-1878). Di kemudian hari ia menjadi Kardinal dan Uskup Agung Milano serta tokoh utama usaha pembaharuan Tridentine. Dari seluruh kisah kehidupannya dan karyanya dapat dikatakan bahwa Karolus sudah ditentukan Tuhan sajak lahirnya untuk menjadi pelayan Allah bagi kemajuan GerejaNya.
Kurang lebih 40 tahun setelah meletusnya Reformasi Protestan, Tuhan menggerakkan Karolus Boromeus untuk membantu paus dalam usahanya menangkal segala sepak terjang para penganut Protestan. Dalam usia yang masih sangat muda (22 tahun), Karolus diangkat menjadi Kardinal oleh pamannya Paus Pius IV (1846-1878). la menjabat sebagai Sekretaris Negara dan menjadi orang terkuat di Kuria Roma. Ia tekun belajar hingga larut malam.
Setelah kakaknya meninggal mendadak, ia memutuskan mengikuti suatu retret khusus. Kemudian ia menjadi imam dan mulai hidup sangat sederhana. Sehari-hari ia berdoa berjam-jam dan menjalani matiraga keras. Kekayaannya dibagi-bagikan kepada orang-orang miskin; jumlah pelayanannya diperkecil, dan banyak dana disisihkannya untuk memberikan beasiswa.
Ia dikenal sebagai salah seorang pemeran utama Konsili Trente, bahkan keberhasilan Konsili itu merupakan hasil jerih payahnya. Ia berusaha keras meneruskan Konsili Trente dan mendesak agar keputusan-keputusan Konsili itu dilaksanakan. Dalam hubungan itu ia meminta paus agar ia dibebaskan dari tugasnya di Kuria Roma untuk membaharui keuskupannya, keuskupan Milano. Meskipun masih muda belia, Karolus sangat menyadari kebutuhan umatnya jaman itu. Di masa itu hidup keagamaan amat Parah: banyak anak tidak mengenal Tuhan, bahkan membuat tanda salib saja pun tidak bisa; gereja-gereja sepi dari kunjungan umat, bahkan ada gereja yang diubah menjadi toko atau bangsal pesta. Para imam tidak bisa berkotbah karena tak terdidik baik dalam hal pewartaan iman.
Karolus mengambil bagian di dalam sidang-sidang terakhir Konsili Trente, yang membahas pembaharuan Gereja. Lalu ia mulai bekerja sekuat tenaga untuk membaharui keuskupannya. Mula-mula ia menegaskan agar staf keuskupan menghayati suatu corak hidup yang lebih mencerminkan status mereka sebagai rohaniwan. Ia sendiri memberi teladan serta bersemangat doa, rajin mengaku dosa, berpuasa dan hidup sederhana. Berulang kali ia mengunjungi paroki-paroki, menyelenggarakan rapat dengan para pastor, mengajar agama dan berkhotbah.
Pada tahap awal, usahanya hampir kandas karena ia tidak bisa berbicara dengan lancar. Tetapi ia pantang menyerah dan senantiasa berbicara dengan penuh keyakinan. Untuk memberantas kebutaan anakanak dalam hal keagamaan, ia mendirikan ‘sekolah-sekolah minggu’. Ia membuka seminari-seminari keuskupan untuk menggembleng para calon imam yang tangguh. Itulah seminari model pertama. Dengan usaha usahanya itu, ia berhasil menyalakan api semangat Kristiani dalam hati umatnya dan membuat Kristus dicintai lagi.
Pengaruhnya tidak terbatas di dalam wilayahnya sendiri. Terbukti pada tahun 1576, ketika Milano terserang wabah sampar yang ganas, tempat tinggalnya dijadikan sebagai rumah sakit. Ia sendiri melayani sebagai perawat dan pembimbing rohani para pasien. Selain itu, ia masih juga menangani tugas-tugas berat lainnya: ia banyak mengadakan kunjungan-kunjungan ke wilayah-wilayah yang lain seperti Italia, Switzerland dan lain-lain dalam usaha mengatasi kerisauan di dalam tubuh Gereja akibat Reformasi Protestan dan timbulnya bidaah-bidaah. Ia berusaha memekarkan kembali kehidupan menggereja di daerah-daerah yang telah lemah semangat imannya. Namun ada saja orang yang menentang kebijaksanaannya. Beberapa biarawan yang tidak mau ditertibkan berusaha melawan melalui pembunuh bayaran. Untunglah ia selamat. Ia disukai umat dan dianggap sebagai penyelamat kota Milano. Pemerintah sendiri, yang seharusnya merasa beruntung dan oleh sebab itu harus berterimakasih kepada Karolus, kurang menyukainya, malahan memfitnahnya. Untunglah ia dilindungi oleh paus. Memang berbuat baik amat banyak cobaan dan rintangannya. Dunia sepertinya iri hati atas semua keberhasilannya. Namun iman dan ketabahannya tetap membuat Karolus berdiri tegak dalam prinsipnya. Pekerjaan berat ditambah penderitaan-penderitaan tersebut merongrong kesehatannya. Ia wafat di Milano pada tanggal 3 Nopember 1584.


Santo Emerik, Pengaku Iman
Emerik adalah putera Raja Santo Stefanus dari Hungaria (997-1038). Ia lahir pada tahun 1007 dan meninggal dunia pada tahun 1031. Beliau adalah pewaris takhta kerajaan ayahnya. Namun sayang sekali karena ia meninggal dunia dalam usia yang masih sangat muda dalam suatu kecelakaan sewaktu berburu di hutan. Sangat sedikit berita diketahui tentang hidupnya, kecuali bahwa ia dikuburkan di Szekesfehervar, Hungaria dan dinyatakan ‘kudus’ bersama ayahnya pada tahun 1083.

Diambil dari:
http://liturgia-verbi.blogspot.co.id/

Leave a Reply

*

captcha *