Selasa, 06 Oktober 2015
Selasa Pekan Biasa XXVII
06 Oktober 2015
PF S. Bruno, Imam
_________________________________________________________
Bacaan Pertama
Yun 3:1-10
“Penduduk Niniwe berbalik dari tingkah lakunya yang jahat,
dan Tuhan menaruh belas kasih.”
Pembacaan dari Nubuat Yunus:
Untuk kedua kalinya Tuhan Tuhan bersabda kepada Yunus,
“Bangunlah dab berangkatlah ke Niniwe, kota besar itu.
Sampaikanlah kepadanya seruan yang Kusabdakan kepadamu.”
Maka bersiaplah Yunus, lalu pergi ke Niniwe,
sesuai dengan sabda Allah.
Niniwe adalah sebuah kota yang mengagumkan besarnya,
tiga hari perjalanan luasnya.
Mulailah Yunus masuk ke dalam kota itu sehari perjalanan jauhnya,
lalu berseru,
“Empat puluh hari lagi maka Niniwe akan ditunggangbalikkan.”
Orang Niniwe percaya kepada Allah,
lalu mereka mengumumkan puasa;
baik dewasa maupun anak-anak mengenakan kain kabung.
Setelah kabar itu sampai kepada raja kota Niniwe,
turunlah ia dari singgasananya, ditanggalkannya jubahnya;
diselubungkannya kain kabung, lalu duduklah ia di atas abu.
Lalu atas perintah raja dan para pembesarnya
orang memaklumkan dan mengatakan di Niniwe demikian,
“Manusia dan ternak, lembu sapi dan kambing domba
tidak boleh makan apa-apa,
tidak boleh makan rumput dan tidak boleh minum air.
Haruslah semuanya, manusia dan ternak, berselubung kain kabung
dan berseru dengan keras kepada Allah;
dan haruslah masing-masing berbalik dari tingkah lakunya yang jahat,
dan dari kekerasan yang dilakukannya.
Siapa tahu, mungkin Allah akan berbalik dan menyesal,
serta berpaling dari murka-Nya yang bernyala-nyala itu,
sehingga kita tidak binasa.”
Ketika Allah melihat perbuatan mereka itu,
yakni bagaimana mereka berbalik dari tingkah lakunya yang jahat,
maka menyesallah Allah karena malapetaka
yang telah dirancangkan-Nya terhadap mereka;
dan Ia pun tidak jadi melakukannya.
Demikianlah sabda Tuhan.
_________________________________________________________
Mazmur Tanggapan
Mzm 130:1-4ab.7-8,R:3
Refren: Jika Engkau mengingat-ngingat kesalahan, ya Tuhan,
siapakah yang dapat tahan?
*Dari jurang yang dalam aku berseru kepada-Mu, ya Tuhan!
Tuhan, dengarkanlah suaraku!
Biarlah telinga-Mu menaruh perhatian
kepada suara permohonanku.
*Jika Engkau mengingat-ingat kesalahan, ya Tuhan,
siapakah yang dapat tahan?
Tetapi pada-Mu ada pengampunan,
supaya Engkau ditakuti orang.
*Berharaplah kepada Tuhan, hai Israel!
Sebab pada Tuhan ada kasih setia,
dan Ia banyak kali mengadakan pembebasan.
Dialah yang akan membebaskan Israel
dari segala kesalahannya.
_________________________________________________________
Bait Pengantar Injil
Luk 11:28
Berbahagialah yang mendengarkan sabda Tuhan
dan melaksanakannya.
_________________________________________________________
Bacaan Injil
Luk 10:38-42
“Marta menerima Yesus di rumahnya.
Maria telah memilih bagian yang paling baik.”
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas:
Dalam perjalanan ke Yerusalem
Yesus dan murid-murid-Nya tiba di sebuah kampung.
Seorang wanita bernama Marta menerima Dia di rumahnya.
Wanita itu mempunyai seorang saudara yang bernama Maria.
Maria itu duduk dekat kaki Tuhan
dan terus mendengarkan sabda-Nya.
Tetapi Marta sangat sibuk melayani.
Ia mendekati Yesus dan berkata,
“Tuhan, tidakkah Tuhan peduli,
bahwa saudariku membiarkan daku melayani seorang diri?
Suruhlah dia membantu aku.”
Tetapi Tuhan menjawabnya,
“Marta, Marta,
engkau kuatir dan menyusahkan diri dengan banyak perkara,
padahal hanya satu saja yang perlu.
Maria telah memilih bagian yang terbaik,
yang tidak akan diambil dari padanya.”
Demikianlah sabda Tuhan.
_________________________________________________________
Renungan Injil
Rupanya perikop tentang Yesus dijamu di rumah Marta pada Bacaan Injil hari ini hanya ada pada Injil Lukas saja.
Entahlah mengapa demikian, barangkali penulis lain beranggapan kisah ini hanyalah masalah sepele, tetapi Lukas memutuskan untuk menuliskannya.
Mudah diduga, keluhan-keluhan seperti yang diungkapkan oleh Marta memang banyak terjadi.
Sekarang pun di kegiatan-kegiatan gereja keluhan semacam ini sering saya dengar.
Bisa berjilid-jilid kalau semuanya mesti dituliskan.
Marilah kita lihat dahulu sosok Marta, yang kalau disimak sambil lalu nampaknya “kurang okey” dibandingkan Maria.
Perkataan Yesus pun terkesan lebih membela Maria.
Peristiwa ini terjadi di rumah Marta, di Betania.
Martalah yang memutuskan untuk menerima atau mengundang Yesus mampir di rumahnya.
Kemudian, Marta pulalah yang sangat sibuk melayani, mempersiapkan makanan dan lain sebagainya.
Yesus dan para murid-Nya itu adalah “pengangguran”, tidak mempunyai pekerjaan tetap, dalam arti kata duniawi.
Darimana mereka bisa bertahan hidup kalau tidak ada orang-orang seperti Marta yang menyiapkan kebutuhan jasmani mereka?
Barangkali benar, ini bukan yang terpenting, tetapi juga tak dapat diabaikan begitu saja.
Sebagai tuan rumah, Marta telah disibukkan dengan banyak perkara/urusan/pekerjaan, janganlah ditambah-tambahi lagi dengan urusan lain yang tak perlu/penting.
Marta mengeluhkan Maria yang menurutnya hanya duduk-duduk saja, tidak mau membantunya.
Dan ini menjadi perkara baru bagi Marta.
Marta merasa semua yang dikerjakannya adalah yang terpenting, lalu memandang orang lain tidak bekerja atau lebih sedikit bekerja dibandingkan dirinya.
Di sinilah letak kesalahan yang dikoreksi oleh Yesus.
Janganlah memandang rendah pekerjaan orang lain.
Bagaimana mungkin kita mengatakan bahwa mendengarkan sabda Tuhan itu bukan pekerjaan penting?
Justru oleh karena kesibukannya, Marta malahan kehilangan kesempatan untuk mendengarkan sabda Tuhan, dan seharusnya ia berterimakasih kepada Maria karena telah mengambil bagian penting itu, yang oleh Maria sabda itu bisa saja disampaikan kepada Marta kemudian, dengan demikian, tak ada bagian yang penting yang terlewatkan.
Saya teringat ketika menuliskan tentang seseorang yang menjadi petugas penjaga parkir, lalu menyelinap ke dalam gereja saat komuni.
Saya mengatakan bahwa orang itu telah kehilangan kesempatan untuk mendengarkan sabda Tuhan dan juga homili.
Saya menuai beberapa kritik mengenai hal ini.
Bagaimana mungkin Pak Sandy merendahkan petugas parkir itu?
Syukur-syukur ia masih mau membantu ketimbang yang lain yang hanya duduk manis di dalam gereja, yang hanya bisa menolak setiap kali diminta berpartisipasi.
Oh, tidak.
Saya masih belum siap untuk menerima bahwa bertugas menjaga parkir itu adalah ibadat pengganti Misa.
Jika memang ada kerinduan untuk mendengarkan sabda Tuhan, setidaknya ia bisa mendengarkannya dari tempat parkir, kan ada pengeras suara.
Ini masih lebih baik ketimbang mengobrol saat Liturgi Sabda berlangsung.
Dan tentu saja lebih baik lagi kalau ia datang ke gereja dua kali di jam yang berbeda, kalau memang ada pilihan, sehingga ia pun berkesempatan mengikuti perayaan Ekaristi dengan khusuk dan seksama.
Saya tidak menyalahkan orang yang bertugas parkir, malahan berterimakasih karena mau mengorbankan “bagian yang terbaik” demi ketertiban kendaraan umat.
Begitu pula halnya Marta, Yesus tidak menyalahkan Marta karena Marta sibuk menyiapkan dan melayani kebutuhan Yesus dan rombongan.
Tetapi janganlah merasa diri telah mengerjakan hal penting lalu memandang rendah pekerjaan orang lain, lalu protes akan hal itu, lalu menyuruh-nyuruh Tuhan untuk menegur orang itu.
Dan bahkan, Marta dengan lancang berani menegur Yesus, “Tuhan, tidakkah Tuhan peduli?”
Semua bentuk pelayanan adalah baik adanya, termasuk menjaga parkir.
Kita boleh memilih dari berbagai pilihan yang ada.
Tetapi Yesus mengingatkan, bahwa hanya satu saja yang perlu.
Jika telah memilih satu yang perlu itu, janganlah lagi cawe-cawe terhadap pilihan lain yang tidak kita ambil, apalagi dengan menyalah-nyalahkan orang lain.
Bertekunlah dalam pilihan kita itu.
Dan memang, pilihan yang terbaik adalah bagian yang telah dipilih oleh Maria itu, yakni duduk dekat kaki Yesus sambil mendengarkan sabda-Nya.
_________________________________________________________
Peringatan Orang Kudus
Santo Bruno, Pengaku Iman
Bruno lahir di kota Koln, Jerman pada tahun 1030. Semenjak kecil ia bercita-cita menjadi imam. Oleh karena itu ia kemudian masuk Seminari di Rheims. Semasa sekolah ia benar-benar tekun belajar sehingga studinya dapat diselesaikan dalam waktu singkat dan ditahbiskan menjadi imam. Pada usia 26 tahun, ia ditugaskan kembali di Seminari Rheims sebagai pengajar Gramatika dan Teologi. Ia pandai mengajar, jujur dan suka membantu mahasiswa-mahasiswanya yang mengalami kesulitan belajar. Cara hidupnya sendiri menarik minat banyak mahasiswa akan kehidupan sebagai imam. Pada umur 45 tahun, ia ditunjuk sebagai penasehat Uskup Rheims. Inilah saat awal ia mengalami sesuatu hal baru yang kemudian membawanya ke dalam kehidupan sebagai pertapa. Sayang bahwa pada tahun itu juga Uskup Rheims meninggal dunia.
Manases dengan segala caranya yang licik berhasil menjadi uskup pengganti. Ia menyogok. Bruno yang menjadi penasehat uskup dan dosen teologi merasa tidak puas dengan taktik licik dan curang dari Manases. Oleh karena itu ia mengadakan perlawanan keras terhadap Manases. Kebetulan juga bahwa pada masa itu Bruno menjadi salah seorang pendukung Paus Gregorius VII dalam usahanya membaharui cara hidup para rohaniwan. Akibat dari perlawanannya itu ia dipecat Manases dari jabatan dan tugasnya sebagai pengajar Teologi di Seminari Rheims.
Tetapi ia tidak putus asa dengan semua perlakuan Manases. Bersama 6 orang temannya, ia menghadap Uskup Grenoble untuk meminta ditunjukkan suatu tempat pertapaan bagi mereka. Uskup itu yang sekarang dihormati sebagai Santo Hugo – menunjukkan suatu tempat yang cocok bagi hidup bertapa di deretan gunung dekat Grenoble, Prancis. Tempat itu disebut La Grande Chartreuse, yang kemudian dipakai sebagai nama bagi pertapaannya, yaitu pertapaan ‘Kartusian’. Bruno dengan kawan-kawannya mendiami tempat itu pada tahun 1084. Sebagai tahap awal, mereka mendirikan sebuah gereja kecil dan beberapa pondok sederhana di sekelilingnya. Mulanya setiap pondok ditempati oleh dua orang tetapi kemudian setiap pondok hanya untuk satu orang. Dalam pondoknya masing-masing mereka bertekun dalam doa dan meditasi. Mereka baru berkumpul bersama untuk berdoa pada pagi dan sore hari.
Aturan hidup mereka tergolong keras: mereka bertekun dalam doa dan meditasi, dan hanya makan dua kali sehari yaitu pada pagi dan sore hari, kecuali pada hari raya. Itu pun hanya makan roti kering. Mereka tidak makan daging. Pakaian mereka kasar dan pendek dan rambut bagian tengah kepala mereka dibotakkan. Tugas utama mereka ialah membaca dan menyalin buku-buku rohani, dan juga bertani.
Mendengar kesucian hidup Bruno di tengah rimba Chartreuse, Paus Urbanus II, bekas muridnya dahulu, memanggilnya ke Roma untuk membantu dia dalam tugas-tugas khusus, teristimewa dalam memperlancar usaha pembaharuan Gereja dan perjuangannya melawan Paus tandingan Klemens III (seorang calon Paus yang diajukan oleh Kaisar Henry IV dari Jerman). Dengan taat, Bruno pergi ke Roma untuk membantu Paus Urbanus II. Di sana sambil menjalankan tugas yang diserahkan kepadanya, ia sendiri tetap menjalankan cara hidup bertapanya. Tetapi tak lama kemudian, ia mulai merasa bahwa kota Roma yang bising itu dan pekerjaan-pekerjaan yang begitu banyak tidak cukup membantu dia berdoa dan bermeditasi dengan tenang sebagaimana dialaminya di pertapaan. Oleh karena itu ia mengajukan permohonan undur diri kepada paus agar boleh kembali menjalani hidup sebagai pertapa di pertapaannya. Pada kesempatan itu paus memberikan kepadanya jabatan Uskup Agung dioses Reggio, Italia, tetapi Bruno menolak jabatan itu karena lebih menyukal hidup di dalam kesunyian pertapaan. Dengan sepenuh hati paus mengizinkan dia pergi ke La Torre, Calabria, untuk mendirikan sebuah pertapaan baru. Pertapaan ini didirikan dengan dukungan keuangan dari Roger, saudara Robert Guiscard.
Di pertapaan La Torre ini, Bruno meninggal dunia pada tahun 1101. Ia tidak pernah secara resmi dinyatakan sebagai ‘santo’ karena aturan biaranya tidak mengijinkan semua usaha publisitas. Namun pada tahun 1514 Paus Leo X memberi izin khusus kepada para Kartusian untuk merayakan tanggal 6 Oktober sebagai tanggal pestanya.
Diambil dari:
Liturgia Verbi, www.live.sandykusuma.info