Sabtu,11 Juli 2015
Sabtu Pekan Biasa XIV
11 Juli 2015
PW S. Benediktus, Abas
_____________________________________________________
Bacaan Pertama
Kej 49:29-32;50:15-24
“Allah akan memperhatikan kalian,
dan membawa kalian keluar dari negeri ini.”
Pembacaan dari Kitab Kejadian:
Waktu akan meninggal Yakub berpesan kepada anak-anaknya,
“Apabila aku nanti dikumpulkan kepada kaum leluhurku,
kuburkanlah aku di sisi nenek moyangku
dalam gua yang di ladang Efron, orang Het itu,
dalam gua yang di ladang Makhpela
di sebelah timur Mamre di tanah Kanaan,
yaitu ladang yang telah dibeli Abraham dari Efron, orang Het itu,
untuk menjadi kuburan milik keluarga.
Di situlah dikuburkan Abraham beserta Sara, isterinya;
di situlah pula dikuburkan Ishak beserta Ribka, isterinya,
dan di situlah juga kukuburkan Lea.
Ladang dengan gua di sana telah dibeli dari orang Het.”
Ketika saudara-saudara Yusuf melihat,
bahwa ayah mereka telah mati,
berkatalah mereka,
“Boleh jadi Yusuf akan mendendam kita
dan membalaskan kita sepenuhnya,
atas segala kejahatan yang telah kita lakukan terhadapnya.”
Sebab itu mereka menyuruh menyampaikan pesan ini kepada Yusuf,
“Sebelum ayahmu meninggal, ia telah berpesan,
‘Beginilah hendaknya kalian katakan kepada Yusuf,
Ampunilah kiranya kesalahan saudara-saudaramu dan dosa mereka,
sebab mereka telah berbuat jahat kepadamu.
Maka sekarang ampunilah kiranya kesalahan
yang dibuat hamba-hamba Allah ayahmu’.”
Ketika permintaan disampaikan kepadanya, menangislah Yusuf.
Saudara-saudara Yusuf pun datang sendiri-sendiri
dan sujud di depannya serta berkata,
“Kami datang untuk menjadi budakmu.”
Tetapi Yusuf berkata,
“Janganlah takut, sebab aku bukan pengganti Allah.
Memang kalian telah membuat rencana yang jahat terhadap aku,
tetapi Allah telah mengubahnya menjadi kebaikan,
dengan maksud melakukan seperti yang terjadi sekarang ini,
yakni memelihara hidup suatu bangsa yang besar.
Maka janganlah takut.
Aku akan menanggung makanmu dan juga makanan anak-anakmu.”
Demikianlah Yusuf menghiburkan saudara-saudaranya
dan menenangkan hati mereka dengan perkataannya.
Yusuf tetap tinggal di Mesir beserta kaum keluarganya.
Ia hidup seratus sepuluh tahun.
Jadi Yusuf sempat melihat anak cucu Efraim
sampai keturunan yang ketiga;
juga anak-anak Makhir, anak Manasye, lahir di pangkuan Yusuf.
Waktu akan meninggal,
berkatalah Yusuf kepada saudara-saudaranya,
“Tidak lama lagi aku akan mati;
tentu Allah akan memperhatikan kalian
dan membawa kalian keluar dari negeri ini,
ke negeri yang telah dijanjikan-Nya dengan sumpah
kepada Abraham, Ishak dan Yakub.”
Lalu Yusuf menyuruh anak-anak Israel bersumpah, katanya,
“Tentu Allah akan memperhatikan kalian.
Pada waktu itu kalian harus membawa tulang-tulangku dari sini.”
Kemudian Yusuf meninggal dunia.
Demikianlah sabda Tuhan.
_____________________________________________________
Mazmur Tanggapan
Mzm 105:1-2.3-4.6-7,R:Mzm 69:33
Refren: Hai orang-orang yang rendah hati, carilah Allah,
maka hatimu akan hidup kembali.
*Bersyukurlah kepada Tuhan, serukanlah nama-Nya,
maklumkanlah perbuatan-Nya di antara bangsa-bangsa.
Bernyanyilah bagi Tuhan, bermazmurlah bagi-Nya,
percakapkanlah segala perbuatan-Nya yang ajaib!
*Bermegahlah dalam nama-Nya yang kudus,
biarlah bersukahati orang-orang yang mencari Tuhan.
Carilah Tuhan dan kekuatan-Nya,
carilah selalu wajah-Nya.
*Hai anak cucu Abraham, hamba-Nya,
hai anak-anak Yakub, pilihan-Nya!
Dialah Tuhan Allah kita,
ketetapan-Nya berlaku di seluruh bumi.
_____________________________________________________
Bait Pengantar Injil
1Ptr 4:14
Berbahagialah kalian, kalau dicaci maki demi Yesus Kristus,
sebab Roh Allah ada padamu.
_____________________________________________________
Bacaan Injil
Mat 10:24-33
“Janganlah takut kepada mereka yang membunuh badan.”
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius:
Pada waktu itu
Yesus bersabda kepada kedua-belas murid-Nya,
“Seorang murid tidak melebihi gurunya,
dan seorang hamba tidak melebihi tuannya.
Cukuplah bagi seorang murid, jika ia menjadi sama seperti gurunya,
dan bagi seorang hamba, jika ia menjadi sama seperti tuannya.
Jika tuan rumah disebut Beelzebul, apalagi seisi rumahnya.
Jadi janganlah kalian takut terhadap mereka yang memusuhimu,
karena tiada sesuatu pun yang tertutup yang takkan dibuka,
dan tiada sesuatu pun yang tersembunyi yang takkan diketahui.
Apa yang Kukatakan kepadamu dalam gelap,
katakanlah dalam terang.
Dan apa yang dibisikkan ke telingamu,
beritakanlah dari atas atap rumah.
Dan janganlah kalian takut kepada mereka
yang dapat membunuh tubuh
tetapi yang tidak berkuasa membunuh jiwa.
Tetapi takutilah Dia
yang berkuasa membinasakan baik jiwa maupun tubuh
di dalam neraka.
Bukankah burung pipit dijual seduit dua ekor?
Namun tak seekor pun akan jatuh tanpa kehendak Bapamu.
Dan kalian, rambut kepalamu pun semuanya telah terhitung.
Sebab itu janganlah kalian takut,
karena kalian lebih berharga dari pada banyak burung pipit.
Barangsiapa mengakui Aku di depan manusia,
dia akan Kuakui juga di depan Bapa-Ku yang di surga.
Tetapi barangsiapa menyangkal Aku di depan manusia,
dia akan Kusangkal di hadapan Bapa-Ku yang di surga.”
Demikianlah sabda Tuhan.
_____________________________________________________
Renungan Injil
Takut adalah lawan dari berani, tidak ada setengah-setengah.
Kalau tidak takut iya berani, kalau tidak berani iya takut.
Tidak ada kondisi tidak takut tapi juga tidak berani.
Misalnya, mencelupkan tangan ke air panas.
Jika kita celupkan tangan, artinya berani, jika tidak, iya takut namanya.
Jika Yesus berkata “Jangan takut” maka dapat diartikan sebagai “Beranilah”.
Ada kondisi berani tetapi tidak mau melakukan, dan ada kondisi takut tetapi berusaha melawan.
Sebetulnya kita ini takut kepada mereka yang membunuh badan, makanya Yesus meminta kita untuk berani melawan, karena mereka yang dapat membunuh badan itu tak mempunyai kuasa untuk membunuh jiwa.
Takut adalah perasaan gentar atau ngeri terhadap orang atau sesuatu yang bisa mendatangkan bahaya, bencana, atau hal buruk lainnya.
Pada kadar yang lebih rendah, tidak sampai menimbulkan perasaan mencekam, hanya gelisah atau cemas.
Misalnya takut terlambat tiba di tempat tujuan.
Dalam kadar yang mana pun, perasaan takut memang mesti dikelola.
Tetapi tidaklah mudah untuk mengusir takut itu, karena takut adalah perasaan, bukan buah pikiran.
Tetapi sesungguhnya perasaan takut itu mudah sekali sirna, yang ketika kita memiliki sesuatu yang kita yakini dapat melindungi diri kita dari ancaman atau bahaya yang membuat takut itu.
Ketika sendirian dalam perjalanan pulang ke rumah di malam hari, timbul perasaan takut akan rampok atau bahaya lainnya.
Tetapi kita kita pulang diantar oleh polisi, perasaan takut itu automatis sirna, karena kita percaya polisi itu mampu mengalahkan rampok.
Nah, kita perlu mencari sesuatu yang kita percayai dapat mengalahkan bahaya yang mengancam dan menimbulkan perasaan takut itu.
Saya tidak perlu bersusah-payah mencarinya.
Yang saya perlukan bahwa saya mesti mempercayai Yesus dan meyakini bahwa Yesus sangat mampu menundukkan segala yang jahat.
Dengan demikian, perasaan takut akan sirna dan diganti dengan perasaan damai sejahtera, setidaknya merasa aman dari gangguan bencana atau marabahaya.
_____________________________________________________
Peringatan Orang Kudus
Santo Benediktus, Abbas
Benediktus dikenal sebagai pendiri cara hidup monastik di Eropa Barat. Ia meninggalkan kehidupan duniawi dan menjadi seorang pertapa. Kemudian ia mendirikan sebuah tarekat yang dikenal dengan namanya, Ordo Benediktin, yang bermarkas di Monte Casino. Pada tahun 1944 ketika Perang Dunia II berkecamuk biara induk Monte Casino dihancurkan, dan baru dibangun kembali setelah perang.
Benediktus lahir di Nursia, Italia Tengah sekitar tahun 480 dan meninggal dunia di Monte Casino pada tahun 547. Saudarinya, Skolastika, yang kemudian menjadi seorang Santa, adalah seorang religius sejati yang membaktikan dirinya kepada Tuhan dan sesama. Dibantu oleh sebuah keluarga bangsawan yang mengikuti kebiasaan mendidik anak-anaknya bagi karier politik, Benediktus dikirim ke Roma untuk melanjutkan pendidikannya. Di Roma ia menderita sekali karena tingginya biaya hidup. Lalu ditemani oleh seorang pelayan keluarga yang terpercaya, ia meninggalkan kota Roma. Ketika itu ia berusia 20 tahun.
Untuk sementara waktu, ia tinggal di Enfide kira-kira 40 mil baratdaya kota Roma bersama sekelompok orang Kristen saleh sambil terus melanjutkan studi dan praktek askesenya. la kemudian meninggalkan Enfide untuk hidup menyendiri jauh dari kehidupan ramai di kota. Rekan-rekannya sangat mencintai dia dan percaya akan kemampuannya membuat mujizat. Ia menemukan sebuah tempat pengungsian yang sepi di dalam sebuah gua di atas gunung Subiako, 50 mil sebelah timur kota Roma. Di dalam gua itu, ia bertapa selama tiga tahun. Ia dibantu oleh Romanus, seorang pertapa lain, dalam bimbingan rohani maupun makan-minum setiap hari.
Reputasi Benediktus sebagai seorang pertapa tidak bisa terus disembunyikannya. Namanya segera terkenal di antara penduduk desa di sekitarnya. Tatkala superior dari sebuah biara di dekat gua pertapaannya meninggal dunia, biarawan-biarawan itu meminta Benediktus menjadi pemimpin mereka. Dengan senang hati Benediktus menerima permohonan itu dan segera meninggalkan gua pertapaannya. Ia disambut dengan gembira. Tetapi segera ia menyadari, bahwa kehidupan di biara itu tidak berjalan sebagaimana mestinya. Para biarawannya tidak disiplin dan lemah pendiriannya. Benediktus berusaha untuk memperbaiki situasi biara itu, namun tidak semua biarawan setuju, ada yang bahkan membenci dan berupaya meracuninya. Untunglah Benediktus selamat. Gelas minum yang berisi racun itu tiba-tiba saja hancur berantakan ketika dijamahnya. Benediktus segera meninggalkan biara itu dengan sedih hati. Ia kembali ke gua Subiako. Dari sana ia mulai mengumpulkan banyak pertapa yang terpencar di mana-mana. Sejak itu ia mulai meninggalkan idenya yang lama dan memulai kehidupan Cenobitik: suatu komunitas pria, yang mengabdikan diri pada kehidupan religius. Dengan meniru cara hidup asketis Mesir, teristimewa dari tradisi Pakomius, Benediktus mengelompokkan pengikut-pengikutnya dalam 12 kelompok, masing-masing dengan pemimpinnya. Kehidupan monastik dengan 12 biara ini dimulainya di Subiako. Selanjutnya, seorang bangsawan Roma memberinya sebidang tanah di dekat kota Kasino, kira-kira 30 mil jauhnya dari Subiako. Kasino terletak di kaki gunung dan sangat subur. Di sini Benediktus mendirikan sebuah gereja yang dipersembahkan kepada Santo Yohanes Pembaptis. Demikianlah awal dari biara Monte Kasino yang terkenal itu.
Enam hari sebelum wafatnya, Benediktus menyuruh rekan-rekannya menyiapkan kuburnya di samping saudaranya Santa Skolastika yang meninggal enarn minggu sebelumnya. Relikui Benediktus dan Skolastika ditemukan kembali pada tahun 1950 di bawah reruntuhan altar gereja Monte Kasino yang hancur pada masa Perang Dunia II.
Semua berita tentang kehidupan Benediktus diketahui dari buku “Dialog” karangan Paus Gregorius Agung yang ditulis 50 tahun setelah kematian Benediktus. Sumber informasi lain ialah aturan-aturan hidup yang disusunnya bagi pengikut-pengikutnya di Monte Kasino. Dari aturan hidup itu terlihat jelas kepribadian Benediktus sebagai seorang pemimpin biara yang ramah tamah, bijaksana dan penuh pengertian. Sikapnya sangat moderat baik dalam hal doa, kerja, pewartaan, makanan, tidur dan lain-lainnya. Aturan hidup membiara Santo Benediktus merupakan aturan hidup membiara pertama di Eropa Barat. Santo Benediktus biasanya digambarkan sebagai seorang Abbas yang sedang memegang satu salinan aturan hidup membiara.
_____________________________________________________
Santa Olga, Janda
Olga – yang disebut juga Helga atau Ilga – lahir di Kskov, Rusia pada tahun 879. Keluarganya masih kafir tetapi ia sendiri sudah sering mendengar tentang Yesus Kristus dan ajaran-ajaranNya, terutama ajaran cintakasih kepada Allah dan kepada sesama.
Pada tahun 903 ia menikah dengan Igor, raja muda Vangirian di Kiev. Pada tahun 945, Igor suaminya terbunuh dalam suatu pertempuran di Konstantinopel. Olga amat marah mendengar berita kematian suaminya itu. Lalu dengan semangat dan keberanian yang tinggi, ia segera menghimpun tentaranya yang sudah tercerai-berai dan maju berperang sebagai panglima melawan pasukan yang setia kepada kaisar. Dengan gagah berani ia berhasil menumpas pasukan kaisar. Untuk melampiaskan amarahnya, ia memerintahkan supaya pembunuh suaminya disirami air panas hingga mati dan tentara-tentara tawanan dibunuh. Tetapi niatnya ini tidak terlaksana karena belaskasihannya kepada para tawanan itu. Ia memperlakukan mereka secara baik dan ramah. Harta kekayaan mereka tidak dijarahnya dan kota mereka tidak dibumi-hanguskan. la membawa kedamaian di seluruh kerajaan dan memerintah mereka dengan ramah bagaikan seorang ibu melindungi anak-anaknya.
Setelah memerintah kerajaan selama 3 tahun (945-947), ia menyerahkan kekuasaannya kepada puteranya Pangeran Szyastoslav. Ketika itu ia belum beragama Kristen. Ia masih tetap setia pada cara hidup yang sesuai dengan adat istiadat kafir yang diwarisinya dari orang-tuanya. Namun karena tertarik pada Yesus Kristus dan ajaranNya yang sudah sering didengarnya, maka ia pergi ke Konstantinopel untuk belajar agama Kristen dan kemudian dipermandikan. Sejak itu ia mulai menyesuaikan cara hidupnya dengan cara hidup Kristen. Ia kemudian pulang ke Rusia dan menyebarkan iman Kristen di sana.
Agar iman Kristen lebih cepat berkembang, ia meminta bantuan kepada raja Otto I dari Jerman agar mengirimkan Santo Adelbertus ke sana. Sayang bahwa karya Santo Adelbertus kurang membawa hasil, karena raja Szyastoslav, putera Olga sendiri tidak mau bertobat dan menganut agama baru yang dibawa ibunya. Katanya kepada ibunya “Rakyatku akan mentertawakan aku jika aku sendiri menganut agama asing itu.
Meskipun perkembangan kekristenan berjalan seret di Rusia pada masa itu, namun benih-benih iman sudah mulai berkembang di sana. Olga dan cucunya Vladimir dianggap sebagai orang Kristen pertama di Rusia. Oleh Yakop, seorang rahib saleh, Olga dan Vladimir dipandang sebagai rasul negeri Rusia. Olga wafat pada tahun 969.
_____________________________________________________
Martir-martir Vietnam
Sejak abad ke-16 perkembangan agama Katolik cukup pesat di seputar Annam, Cochin China dan Tonkin. Kehidupan iman umat tidak diganggu, kecuali oleh serangan lokal yang membawa korban seperti antara lain dua orang imam praja, yaitu Emanuel Trien (1797) dan Yoanea Dat (1798) yang mati dipenggal kepalanya. Akan tetapi pada abad ke-19 kesetiaan umat Vietnam kepada Yesus betul-betul diuji oleh serentetan badai gelombang penganiayaan yang berat. Banyak berguguran saksi iman di seluruh negeri itu. Puluhan ribu orang Kristen mati sebagai saksi iman antara tahun 1833-1862. Beberapa misionaris ditangkap, disiksa dan akhirnya dibunuh. Mereka adalah Ignasius Delgado OP (1838) mati kelaparan dan kepayahan; Dominik Henares OP (1838) bersama seorang katekis, Franz Chien mati dipenggal; Uskup Yoanes Karolus Corney (1837) dikunci dalam kandang bambu untuk dipertontonkan kepada warga masyarakat dan disiksa selama tiga bulan, sebelum sebilah pedang memisahkan kepalanya; Andreas Trong – seorang tentara -, Peter Thi (1839) dan seorang petani bernama Antonius Dieh (1838) dihabisi nyawanya karena ketahuan menjamu seorang misionaris. Petrus Dumoulin Borie – imam misionaris – menerima khabar bahwa ia diangkat menjadi Uskup, sewaktu sedang meringkuk dalam penjara. Bersama dua orang imamnya, yaitu Peter Choa dan Vinsen Diem, beliau menunggu giliran pelaksanaan hukuman mati (1838).
Puluhan tahun seluruh umat dicekam kegelisahan dan ketakutan yang silih berganti. Dan walaupun Uskup Pigneau membantu Nguyen ke jenjang mahkota kekaisaran, namun puteranya yaitu Minh Menh dan penggantinya – Thu-Duc – melancarkan penganiayaan terhadap umat Kristen sampai tahun 1887. Mikhael Ho-Dinh-Hy – seorang Mandarin dan pejabat tinggi pemerintah – dipenggal kepalanya di Hue, (1857) karena melindungi dan membimbing umat yang tercerai-berai. Pada tahun 1860, seorang kapten pasukan kaisar, yaitu Yosef Thi dibunuh. Yosef Khang (1861) disesah sampai mati di Travi, karena ingin membebaskan Uskup Hieronimus Hermosilla. Pada tahun itu juga Uskup Stefan Cuenot – yang ditahbiskan Uskup di Singapura (1833) – meninggal dalam penjara (1861); sedangkan Pastor Teofanes Verard disiksa dengan kejam hingga mati. Di Saigon Pater Paul Hank dan seorang imam baru Paul Loe dibunuh pula karena kecintaan mereka kepada Yesus Kristus.
Kaum muda pun tidak ketinggalan dalam penganiayaan itu. Pada tahun 1859, Peter Tuam dan Peter Thae diinjak-injak gajah sampai lumat tubuhya. Juga teman mereka yang lebih muda, yaitu Paul Bao, Dominik Duyet, dan Dominikus Nink di cekik oleh para algojo di penjara Nam-Dinh.
Umat Katolik Vietnam berkali-kali diuji kesetiaan mereka pada Yesus Kristus dalam kobaran api pembantaian, supaya kehidupan iman mereka tampak bagaikan emas yang disepuh bagi Tuhan. Sekarang pun umat Katolik Vietnam masih mengalami berbagai hambatan dalam penghayatan imannya.
Diambil dari:
Liturgia Verbi, www.live.sandykusuma.info