Kamis,13 Agustus 2015
Kamis Pekan Biasa XIX
13 Agustus 2015
PF S. Ponsianus, Paus, dan Hipolitus, Imam; Martirf
___________________________________________________
Bacaan Pertama
Yos 3:7-10a.11.13-17
“Tabut perjanjian Tuhan akan mendahului kalian
menyeberangi Sungai Yordan.”
Pembacaan dari Kitab Yosua:
Tuhan bersabda kepada Yosua,
“Pada hari inilah
Aku mulai membesarkan namamu di mata seluruh orang Israel,
supaya mereka tahu,
seperti dahulu Aku menyertai Musa,
demikianlah Aku akan menyertai engkau.
Maka perintahkanlah
kepada para imam pengangkat tabut perjanjian, demikian,
‘Setelah kalian sampai ke tepi air sungai Yordan,
haruslah kalian tetap berdiri di tengah sungai Yordan.'”
Yosua lalu berkata kepada orang Israel,
“Datanglah mendekat dan dengarkanlah sabda Tuhan, Allahmu.”
Lalu ia menyambung,
“Dari hal inilah akan kalian ketahui,
bahwa Allah yang hidup ada di tengah-tengah kalian.
Sungguh,
tabut perjanjian Tuhan semesta bumi akan mendahului kalian
masuk ke sungai Yordan.
Begitu kaki para imam pengangkat tabut perjanjian Tuhan semesta bumi,
berhenti di dalam air sungai,
maka air sungai Yordan itu akan terputus;
air yang turun dari hulu akan berhenti mengalir
dan menjadi bendungan.”
Ketika bangsa Israel berangkat dari tempat perkemahan
untuk menyeberangi sungai Yordan,
para imam pengangkat tabut perjanjian itu berjalan di depan.
Segera sesudah para imam pengangkat tabut sampai ke sungai Yordan,
dan para imam itu menginjakkan kakinya ke dalam air
di tepi sungai itu,
maka berhentilah air mengalir.
Padahal waktu itu musim panen,
dan selama musim panen air sungai selalu meluap.
Air yang turun dari hulu naik menjadi bendungan,
di kejauhan di dekat Adam,
yaitu kota yang terletak di sebelah Sartan,
sedang air yang turun ke Laut Araba, yakni Laut Asin,
terputus sama sekali.
Lalu menyeberanglah bangsa Israel di hadapan Yerikho.
Tetapi para imam pengangkat tabut perjanjian Tuhan
tetap berdiri di tanah yang kering,
di tengah-tengah sungai Yordan,
sedang seluruh bangsa Israel menyeberang di tanah yang kering,
sampai mereka semua selesai menyeberangi sungai Yordan.
Demikianlah sabda Tuhan.
___________________________________________________
Mazmur Tanggapan
Mzm 114:1-6,
Refren: Alleluya.
*Pada waktu Israel keluar dari Mesir,
di kala kaum keturunan Yakub
keluar dari bangsa yang asing bahasanya,
maka Yehuda menjadi tempat kudus-Nya,
dan Israel wilayah kekuasaan-Nya.
*Laut melihatnya, lalu melarikan diri,
dan sungai Yordan berbalik ke hulu.
Gunung-gunung melompat-lompat seperti domba jantan,
dan bukit-bukit seperti anak domba.
*Ada apa, hai laut, sehingga engkau melarikan diri,
hai Yordan, sehingga engkau berbalik ke hulu?
Ada apa, hai gunung-gunung,
sehingga kamu melompat-lompat seperti domba jantan,
hai bukit-bukit, sehingga kamu seperti anak domba?
___________________________________________________
Bait Pengantar Injil
Mzm 119:135
Sinarilah hamba-Mu dengan wajah-Mu,
dan ajarkanlah ketetapan-ketetapan-Mu kepadaku.
___________________________________________________
Bacaan Injil
Mat 18:21-19:1
“Aku berkata kepadamu,
‘Bukan hanya sampai tujuh kali,
melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali
kalian harus mengampuni.'”
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius:
Sekali peristiwa datanglah Petrus kepada Yesus dan berkata,
“Tuhan, sampai berapa kali aku harus mengampuni saudaraku
jika ia berbuat dosa terhadap aku?
Sampai tujuh kalikah?”
Yesus menjawab,
“Bukan hanya sampai tujuh kali,
melainkan sampai tujuh puluh kali tujuh kali.”
Sebab hal Kerajaan Surga itu seumpama seorang raja
yang hendak mengadakan perhitungan dengan hamba-hambanya.
Setelah ia mulai mengadakan perhitungan,
dihadapkanlah kepadanya
seorang yang berhutang sepuluh ribu talenta.
Tetapi karena orang itu tidak mampu melunasi utangnya,
raja lalu memerintahkan,
supaya ia beserta anak isteri dan segala miliknya dijual
untuk membayar utangnya.
Maka bersujudlah hamba itu dan menyembah dia, katanya,
“Sabarlah dahulu, segala utangku akan kulunasi.”
Tergeraklah hati raja oleh belas kasihan akan hamba itu,
sehingga hamba itu dibebaskannya, dan utangnya pun dihapuskannya.
Tetapi ketika hamba itu keluar,
ia bertemu dengan seorang hamba lain
yang berutang seratus dinar kepadanya.
Kawan itu segera ditangkap dan dicekik, katanya,
“Bayarlah hutangmu!
Maka sujudlah kawan itu dan minta kepadanya,
“Sabarlah dahulu, utangku itu akan kulunasi.
Tetapi ia menolak dan menyerahkan kawannya ke dalam penjara
sampai semua utangnya ia lunasi.
Melihat itu kawan-kawannya yang lain sangat sedih,
lalu menyampaikan segala yang terjadi kepada tuan mereka.
Kemudian raja memerintahkan memanggil orang itu
dan berkata kepadanya,
“Hai hamba yang jahat! Seluruh utangmu telah kuhapuskan
karena engkau memohonnya.
Bukankah engkau pun harus mengasihani kawanmu
seperti aku telah mengasihani engkau?”
Maka marahlah tuannya
dan menyerahkan dia kepada algojo-algojo,
sampai ia melunasi seluruh utangnya.
Demikian pula Bapa-Ku yang di surga akan berbuat terhadapmu,
jika kalian tidak mengampuni saudaramu dengan segenap hatimu.”
Setelah Yesus selesai dengan pengajaran-Nya
berangkatlah Ia dari Galilea,
dan tiba di daerah Yudea, di seberang sungai Yordan.
Demikianlah sabda Tuhan.
___________________________________________________
Renungan Injil
Mengampuni dan memaafkan mempunyai arti yang sama, yakni membebaskan orang dari hukuman atau tuntutan.
Tetapi nampaknya mengampuni memiliki arti yang lebih dalam, sehingga mengampuni lebih lazim diperuntukkan bagi pengampunan dari Tuhan, sedangkan memaafkan diberikan oleh manusia.
Tidaklah lazim menggunakan pemaafan dosa sebagai pengganti pengampunan dosa.
Ini sekaligus memberi pencerahan kepada kita, ketika Tuhan mengampuni kesalahan atau dosa kita, artinya Tuhan membebaskan kita dari hukuman dan siksa dosa.
Dengan demikian, tidaklah benar kalau Tuhan masih mengingat-ingat dosa kita yang telah diampuni-Nya.
Rasul Paulus adalah contoh orang yang telah menerima pengampunan Tuhan, tentunya telah masuk Surga.
Terhadap hal ini, saya rasa kita semua setuju.
Tetapi ketika kita mengambil contoh lainnya, yakni Yudas Iskariot, bisa jadi banyak yang tidak setuju kalau Yudas Iskariot pun sudah masuk Surga.
Di akhir hayatnya, Yudas bertobat dan menyesali dosanya, tetapi apakah Tuhan telah mengampuninya?
Dari Bacaan Injil hari ini, semestinya kita berkeyakinan bahwa pengampunan pasti terjadi bagi siapa saja yang bertobat, menyesali perbuatan dosanya, dan dengan tulus kita mau mengakui dosa kita, kemudian memohon pengampunan kepada Tuhan, serta bertekad untuk tidak berbuat dosa lagi.
Itu terjadi karena Tuhan kaya akan belas kasihan.
Ada tambahan syarat terjadinya pengampunan Tuhan, yakni kita sendiri wajib mengampuni orang lain yang berbuat kesalahan atau dosa kepada kita, dan sama seperti Tuhan, tanpa syarat.
Jika dengan syarat, misalnya, “Saya mau memaafkan kalau dia juga mau memaafkan saya, saling memaafkan, gitu lho.” maka ini tergolong barter yang tidak memenuhi kaidah pengampunan dari Tuhan.
Tuhan itu tidak pernah salah, apalagi berbuat dosa.
Manalah mungkin kita hendak berbarter dengan Tuhan, saling memaafkan?
Yang terjadi justru berbeda, Tuhan akan mengampuni kita ketika kita pun mengampuni kesalahan dan dosa orang lain.
Sesungguhnya Tuhan telah menyiapkan kita agar kita merasa kapok atau jera terhadap perbuatan dosa yang telah kita sesali itu, yaitu dengan menyisakan perasaan bersalah karena telah berbuat dosa.
Sampai sekarang, perasaan bersalah itu masih tetap menghantui saya, terhadap perbuatan dosa yang pernah saya perbuat.
Ini menjadi semacam reminder bagi saya, mengingatkan saya agar tidak lagi berbuat dosa.
Tanpa perasaan bersalah itu akan membuat kita menjadi lebih mudah terjerumus lagi ke dalam dosa.
Nah, sekarang, janganlah lagi kita mengingat-ingat, telah berapa kali kita mengampuni orang lain, apakah sudah sebanyak tujuh puluh kali tujuh atau belum, melainkan gunakan perasaan bersalah itu sebagai pengingat agar kita tak lagi mengulangi perbuatan dosa di kemudian hari.
Apa gunanya mengingat-ingat kesalahan dan dosa orang lain?
___________________________________________________
Peringatan Orang Kudus
Santo Hippolitus, Martir
Hippolitus adalah imam dan murid Santo Ireneus. Ia dikenal sebagai seorang pengarang terpelajar di Roma yang mempunyai sikap keras. Sikapnya yang keras itu tampak dalam peristiwa pemilihan Kalistus sebagai Paus. Hippolitus bukan saja melawan Kalistus sebagai Paus terpilih (217-222), tetapi juga menolak mengakuinya sebagai Paus yang sah. Dalam sejarah kepausan, Hippolitus dikenal sebagai paus tandingan pertama (217-222) di dalam sejarah Gereja.
Dalam masa pemerintahan Kaisar Maksimianus, Hippolitus bersama temannya Pontianus – yang kemudian menjadi pengganti Paus Kalistus dibuang jauh dari Roma. Namun ia tetap teguh dan menanggung penderitaan yang menimpa dirinya dengan sabar. Setelah paus meninggal, Hippolitus tunduk pada Paus Pontianus, yang menggantikan Kalistus. Hippolitus bersama Pontianus kemudian dibunuh bersama-sama oleh kaisar pada tahun 235.
___________________________________________________
Beato Innosensius XI, Paus
Benedetto Odescalchi – demikian nama Innosensius – lahir di Como, Italia pada tanggal 19 Mei 1611. Masa pontifikatnya (1676-1689) ditandai dengan suatu perjuangan panjang lagi berat melawan campur tangan Raja Louis XIV dari Prancis (1643-1715) dalam urusan-urusan Gereja. Innosensius terkenal saleh, hemat dan rajin beramal demi membaharui semangat iman umatnya di Keuskupan Roma. Kecuali itu ia dikenal luas karena mengutuk ajaran-ajaran sesat Laxisme dan Quietisme, dan menggalang persatuan di antara raja-raja Kristen menghadapi serangan bangsa Turki.
Semenjak kecil Odescalchi dididik oleh imam-imam Yesuit di Como. Ketika menanjak dewasa, ia sibuk berdagang dan menjadi militer. Kemudian ia belajar ilmu hukum di Roma dan Napoli, hingga selesai pada tahun 1639. Hasratnya untuk mengabdi Tuhan dengan hidup sebagai imam tercapai ketika ia ditahbiskan imam beberapa waktu setelah menyelesaikan studinya.
Karier imamat Odescalchi dimulai pada bulan Juli 1643, tatkala Paus Urbanus VII (1623-1644) menunjuk dia sebagai presiden Kamera Apostolik, lembaga yang mengurus seluruh harta milik Takhta Suci. Beberapa tahun berikutnya, Paus Urbanus mengangkatnya menjadi Komisaris Apostolik untuk urusan pajak di Matches (1641-1655) dan menjadi Gubernur Macerata, Italia. Pada masa kepemimpinan Paus Innosensius X (1644-1655), Odescalchi diangkat menjadi diakon kardinal pada tanggal 6 Maret 1645 dan tak lama kemudian menjadi imam kardinal. Kecerdasannya dalam menangani berbagai urusan mendorong Paus Innosensius X (1644-1655) memilih dia sebagai utusan paus ke Ferrara, Italia untuk melayani kepentingan Gereja di sana.
Dari Ferrara, ia mendengar berita pengangkatannya sebagai Uskup Novara, Italia. Ia kemudian ditahbiskan menjadi Uskup Novara pada tanggal 30 Januari 1651. Kariernya ditandai dengan berbagai usaha keras untuk memperbaiki kesejahteraan jasmani-rohani umatnya. Berbagai proyek pekerjaan umum diadakannya di samping pembinaan rohani umat. Atas permintaan Paus Aleksander VII (1655-1667), Odescalchi menetap di Roma sesudah konklav. Jabatannya sebagai Uskun Novara diletakkannya pada tahun 1656. Tugasnya yang baru ialah membimbing beberapa kongregasi di Roma dan mengatur administrasi Gereja. Sepeninggal Paus Klemens IX (1667-1669) pada tahun 1669, Odescalchi diajukan sebagai calon paus. Namun Konklav, yang dipengaruhi oleh veto pihak Prancis, memilih Emilio Kardinal Altieri menjadi Paus dengan nama Klemens X (1670-1676). Pada sidang Konklav berikutnya menyusul kematian Paus Klemens X, Odescalchi sekali lagi diajukan sebagai calon satu-satunya. Ia lalu diangkat menjadi paus pada tanggal 21 September 1676 dengan nama Innosensius XI.
Sepanjang masa pontifikatnya, Innosensius dihadapkan pada masalah campur tangan Raja Louis XIV dari Prancis dalam urusan-urusan Gereja. Pertentangan ini memuncak tatkala Raja Louis memanggil suatu pertemuan rohaniwan-rohaniwan Prancis pada bulan Maret 1682. Pertemuan ini menyetujui empat usulan antipaus yang dinamakan “Kebebasan-kebebasan Prancis”. Empat usulan itu meliputi: deklarasi tentang supremasi konsili-konsili ekumenis Gereja di atas Paus; penyangkalan terhadap hak-hak Paus untuk memecat raja-raja dan membebaskan bawahan-bawahannya dari ketaatan; dan desakan bahwa penilaian Paus dalam masalah-masalah iman memang menduduki peringkat tertinggi namun bukan tidak dapat salah tanpa persetujuan seluruh Gereja.
Innosensius mencela Kebebasan-kebebasan Prancis pada bulan April 1682, dan mengumumkan celaan-celaannya terhadap rohaniwan-rohaniwan Prancis yang mengikuti pertemuan itu. Hubungan antara Paus dan Louis semakin runcing pada tahun 1685, tatkala Raja Prancis melancarkan suatu penganiayaan kejam terhadap kaum Protestan yang dihukum Innosensius sebagai ektrimis.
Paus menolak calon yang diajukan Louis untuk menduduki takhta keuskupan agung Cologne, Jerman dan menunjuk seorang utusan yang tidak simpatik kepada Prancis. Monarki Prancis mengambil alih wilayah kepausan Avignon, Prancis, dan menangkap semua utusan paus yang ada di sana. Perselisihan ini terus berlangsung hingga masa pontifikat Aleksander VIII (1689-1691), pengganti Innosensius.
Masa kepemimpinan Innosensius ditandai dengan berbagai usaha pembaharuan Gereja, dua dekrit terkenal melawan bidaah Laxisme dan Quietisme, dan perlawanan Eropa terhadap serangan bangsa Turki yang Islam. Tak lama sesudah ia menduduki takhta kepausan, ia melancarkan program ekonomi untuk membatasi anggaran Kuria Roma. Dengan tegas ia melawan praktek nepotisme, membaharui cara hidup biarawan/ wati di semua biara Roma dan mengajak seluruh umat untuk menerima Komuni Suci sesering mungkin.
Dengan berbagai bantuan, diplomasi dan usaha pastoral, Innosensius berhasil menghadang serangan bangsa Turki di Vienna pada 12 September 1683, di Budapest pada 2 September 1686, dan pada tahun 1689 di seluruh wilayah Balkan. Setelah mengalami penderitaan panjang karena penyakitnya, Innosensius akhirnya meninggal dunia pada 12 Agustus 1689.
___________________________________________________
Santo Pontianus, Paus dan Martir
Paus berkebangsaan Roma dan putera Calpurnius ini memimpin Gereja Kristus dari tahun 230 sampai 235. Hari kelahirannya dan kisah hidup masa mudanya tidak diketahui. Masa awal pontifikatnya ditandai dengan perlawanan keras terhadap skisma yang ditimbulkan oleh Hipolitus, seorang penulis terkenal pada masa Gereja Purba. Kecuali itu, ia mengadakan sebuah sinode untuk memperkuat hukuman terhadap Origenes yang menyebarkan ajaran sesat.
Pontianus kemudian dijatuhi hukuman pembuangan oleh kaisar Maximinus Thracianus (235-238) yang melancarkan penganiayaan terhadap orang-orang Kristen. Bersama Hipolitus dan jemaat Kristen lainnya, Pontianus dibuang ke Sardinia. Agar supaya Gereja tidak mengalami kekosongan kepemimpinan, Pontianus melepaskan jabatannya sebagai Paus dan diganti oleh Anterus pada tanggal 21 Nopember 235. Di Sardinia, Pontianus mengalami banyak penderitaan dan akhirnya menghembuskan nafasnya karena berbagai penganiayaan atas dirinya. Hipolitus juga meninggal di Sardinia. Sebelumnya, ia mengakui kesalahannya dan berdamai dengan Gereja.
Pada masa kepemimpinan Paus Fabianus (236-250), jasad Pontianus dipindahkan ke Roma dan dikebumikan di pekuburan Santo Kalistus. Dari batu nisannya yang ditemukan pada tahun 1909, Pontianus dikenal sebagai seorang martir.
___________________________________________________
Santo Maximus, Pengaku Iman
Maximus lahir di Konstantinopel (sekarang: Istambul, Turki) pada tahun 580 dan meninggal dunia pada tahun 662. Ia dikenal luas sebagai seorang teolog ulung pada abad ke-7, pembela ortodoksi Kristen dan otoritas Gereja Roma.
Setelah meletakkan jabatannya sebagai sekretaris kaisar Heraklius (610-641), Maximus menjadi biarawan dan Abbas di biara Chrysopolis (sekarang: Scutari, Turki). Ia menulis banyak buku teologi, mistik dan askese yang sangat berpengaruh terhadap mistisisme Byzantium saat itu. Sesudah tahun 638, ia dikenal luas sebagai seorang penyerang heresi Monotheletisme, yang mengajarkan bahwa Kristus hanya mempunyai satu kehendak, yaitu kehendak ilahi. Serangannya terhadap heresi itu memuncak tatkala Kaisar Konstans II (641-668) menerbitkan satu dekrit yang membela keberadaan dan ajaran heresi Monoteletisme.
Terbitnya dekrit kaisar itu menimbulkan kemarahan pihak Gereja. Paus Martinus I (649-655) segera mengadakan sebuah konsili di Roma untuk menghukum heresi Monoteletisme sekaligus dekrit kaisar. Maximus tampil sebagai seorang peserta konsili yang vokal dan gigih mendukung Paus. Karena pandangan-pandangannya, ia dibuang Kaisar Konstanz pada tahun 655 di kota Bizya, Turki Barat. Pada tahun 662 ia dikembalikan ke Konstantinopel, tempat ia menghembuskan nafasnya yang terakhir setelah mengalami penganiayaan berat dari pihak kaisar. Karena kegigihannya membela iman Kristen dan Paus, Maximus dijuluki ‘Confessor’ (= Pengaku Iman).
Diambil dari
Liturgia Verbi, www.live.sandykusuma.info