Hari Biasa, Pekan Biasa XXII Senin, 30 Agustus 2021
Liturgia Verbi (B-I)
Hari Biasa, Pekan Biasa XXII
Senin, 30 Agustus 2021
Bacaan Pertama
1Tes 4:13-17
“Mereka yang telah meninggal dalam Yesus
akan dikumpulkan oleh Allah bersama dengan Yesus.”
Pembacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Tesalonika:
Saudara-saudara,
Kami ingin agar kalian mengetahui
tentang orang-orang yang sudah meninggal dunia,
supaya kalian jangan berdukacita
seperti orang-orang lain yang tidak mempunyai pengharapan.
Karena kalau kita percaya bahwa Yesus telah wafat dan bangkit,
maka kita percaya juga
bahwa semua orang yang telah meninggal dunia dalam Yesus
akan dikumpulkan oleh Allah bersama dengan Yesus.
Hal ini kami katakan kepadamu seturut sabda Allah ini.
Kita yang hidup dan masih tinggal sampai kedatangan Tuhan,
sekali-kali takkan mendahului mereka yang sudah meninggal.
Sebab pada waktu tanda diberikan,
yaitu pada waktu penghulu malaikat berseru
dan sangkakala Allah berbunyi,
Tuhan sendiri akan turun dari surga.
Dan mereka yang telah meninggal dalam Kristus Yesus
akan lebih dahulu bangkit.
sesudah itu kita yang hidup dan masih tinggal,
akan diangkat bersama-sama dengan mereka dalam awan
menyongsong Kristus di angkasa.
Demikianlah sabda Tuhan.
Mazmur Tanggapan
Mzm 96:1.3-5.11-13,R:13
Refren: Tuhan akan datang menghakimi dunia dengan adil.
*Nyanyikanlah lagu baru bagi Tuhan,
menyanyilah bagi Tuhan, hai seluruh bumi!
Ceritakanlah kemuliaan-Nya di antara bangsa-bangsa
Kisahkanlah karya-karya-Nya yang ajaib di antara segala suku.
*Sebab mahabesarlah Tuhan dan sangat terpuji,
Ia lebih dahsyat daripada segala dewata.
Sebab segala allah para bangsa adalah hampa,
tetapi Tuhan, Dialah yang menjadikan langit.
*Biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak-sorai,
biar gemuruhlah laut serta segala isinya;
biarlah beria-ria padang dan segala yang ada di atasnya
dan segala pohon di hutan bersorak-sorai,
*Biarlah mereka bersukacita di hadapan Tuhan, sebab Ia datang,
sebab Ia datang untuk menghakimi bumi.
Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan,
dan bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya.
Bait Pengantar Injil
Luk 4:18
Roh Tuhan menyertai aku;
Aku diutus Tuhan mewartakan kabar baik
kepada orang-orang miskin.
Bacaan Injil
Luk 4:16-30
“Aku diutus menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin.
Tiada nabi yang dihargai di tempat asalnya.”
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas:
Sekali peristiwa datanglah Yesus di Nazaret, tempat Ia dibesarkan.
Seperti biasa, pada hari Sabat Ia masuk ke rumah ibadat.
Yesus berdiri hendak membacakan Kitab Suci.
Maka diberikan kepada-Nya kitab nabi Yesaya.
Yesus membuka kitab itu dan menemukan ayat-ayat berikut,
“Roh Tuhan ada pada-Ku.
Sebab Aku diurapi-Nya
untuk menyampaikan kabar baik kepada orang-orang miskin.
Dan Aku diutus-Nya
memberitakan pembebasan kepada orang-orang tawanan,
penglihatan kepada orang-orang buta,
serta membebaskan orang-orang yang tertindas;
Aku diutus-Nya memberitakan
bahwa tahun rahmat Tuhan telah datang.”
Kemudian Yesus menutup kitab itu
dan mengembalikannya kepada pejabat, lalu duduk;
lalu Ia duduk
dan mata semua orang dalam rumah ibadat itu tertuju kepada-Nya.
Kemudian Yesus mulai mengajar mereka, kata-Nya,
“Pada hari ini genaplah ayat-ayat Kitab Suci itu
pada saat kalian mendengarnya.”
Semua orang membenarkan Yesus.
Mereka heran akan kata-kata indah yang diucapkan-Nya.
Lalu kata mereka, “Bukankah Dia anak Yusuf?”
Yesus berkata,
“Tentu kalian akan mengatakan pepatah ini kepada-Ku,
‘Hai Tabib, sembuhkanlah dirimu sendiri.
Perbuatlah di sini, di tempat asal-Mu ini,
segala yang kami dengar telah terjadi di Kapernaum!”
Yesus berkata lagi, “Aku berkata kepadamu:
Sungguh, tiada nabi yang dihargai di tempat asalnya.
Aku berkata kepadamu, dan kata-Ku ini benar,
‘Pada zaman Elia terdapat banyak wanita janda di Israel
ketika langit tertutup selama tiga tahun dan enam bulan
dan ketika bahaya kelaparan yang hebat menimpa seluruh negeri.
Tetapi Elia diutus bukan kepada salah seorang dari mereka,
melainkan kepada seorang wanita janda di Sarfat, di tanah Sidon.
Dan pada zaman nabi Elisa banyak orang kusta di Israel
tetapi tiada seorang pun dari mereka yang ditahirkan,
selain Naaman, orang Siria itu.”
Mendengar itu sangat marahlah semua orang di rumah ibadat itu.
Mereka bangkit lalu menghalau Yesus ke luar kota,
dan membawa Dia ke tebing gunung tempat kota itu terletak,
untuk melemparkan Dia dari tebing itu.
Tetapi Yesus berjalan lewat tengah-tengah mereka, lalu pergi.
Demikianlah sabda Tuhan.
Renungan Injil
Mari kita lihat salah satu ganjalan yang menghalangi kita untuk hidup dan tinggal di dalam kasih dan damai sejahtera Kristus.
Ganjalan itu dinamakan “aib”, sesuatu yang memalukan jika diketahui oleh orang lain, karena menyangkut harkat dan martabat.
Sifat dasar manusia pada umumnya ingin dihormati, diperhatikan, dikasihi, dinomer-satukan, dipandang lebih dari yang semestinya, dan hal-hal lain yang dapat menimbulkan sukacita.
Kenapa aib bisa mengganjal kita?
Setiap dari kita mestinya memiliki ruang privacy atau “rahasia” yang tidak kita inginkan diketahui orang banyak, bisa malu nanti.
Ketika ada seseorang yang mengungkapkan rahasia kita itu, bisa jadi kita akan gusar atau marah, seperti yang dialami oleh orang-orang di Nazaret setelah mendengar Yesus mengungkap “aib” orang Yahudi.
Mereka marah besar, lalu bangkit menghalau Yesus ke luar kota, dan membawa Dia ke tebing gunung tempat kota itu terletak, untuk melemparkan Dia dari tebing itu.
Padahal yang disampaikan Yesus itu berasal dari kitab suci.
Yesus tidak mengada-ngada atau ngarang-ngarang cerita sendiri.
Begitulah kalau “aib” itu terungkap, bisa membangkitkan tindakan yang keliru atau bahkan ngawur.
Aib juga menghalangi kita untuk bersikap rendah hati.
Kira-kira seperti ini: Pokoknya yang baik-baik boleh dibicarakan tapi yang jelek ditutupi atau disembunyikan saja, supaya tidak menjadi aib.
Berbohong saja, atau bila perlu berbicara kasar atau melakukan tindakan kasar.
Menjadi rendah hati itu memang tak mudah.
Orang yang rendah diri cenderung nampak seperti rendah hati, padahal beda banget.
Kita jangan menjadi orang yang rendah diri, tetapi jadilah rendah hati.
Sebetulnya penghalang untuk rendah hati itu karena kita ini sombong, ingin dihormati lebih dibandingkan orang lain.
Jika kita berhasil merontokkan kesombongan diri, rasanya automatis kita akan menjadi orang yang rendah hati.
Peringatan Orang Kudus
Beato Ghabra Mikael, Martir
Ghabra Mikael – yang berarti ‘Hamba dari Mikael’ – adalah martir bangsa Afrika. Ia lahir di Etiopia pada tahun 1790. Semenjak kecil, ia hidup dan dididik di dalam lingkungan dan iman bidaah Arianisme yang menyangkal kemanusiaan Yesus Kristus. Ghabra dikenal cerdas dan saleh. Setelah menyelesaikan studinya di sekolah menengah, ia masuk biara Mertulai – Miryam di Etiopia. Oleh rekan-rekannya ia dikenal sebagai seorang biarawan yang saleh dan pintar, namun ia dicurigai sebagai seorang yang tidak menerima ajaran bidaah Arianisme. Meskipun demikian, Ghabra tetap kokoh pada pendiriannya. Ia tetap tekun mempelajari teologi dan berdoa memohon penerangan ilahi agar dapat menemukan kebenaran sejati mengenai Yesus Kristus. Ia pun rajin mengunjungi berbagai biara yang tersebar di kawasan itu untuk mempelajari cara hidup mereka. Seluruh hidupnya hingga ia berusia 50 tahun boleh dikatakan merupakan suatu usaha pencarian terus menerus kebenaran sejati Yesus Kristus. Apa yang diajarkan Arianisme ditolaknya mentah-mentah. Sebaliknya ia mulai lebih tertarik pada ajaran yang disebarkan oleh iman Katolik, bahwa Yesus Kristus itu sungguh Allah dan sungguh Manusia.
Oleh pengaruh Yustinus de Yakobis, seorang uskup dari tarekat Kongregasi Misi, Ghabra dengan tegas memutuskan untuk memeluk iman Katolik. Ia bertobat pada tahun 1844. Tujuh tahun kemudian (1851), Yustinus menahbiskan dia menjadi imam. Bersama Uskup Yustinus, Ghabra giat mengajar agama dan membangun sebuah kolese untuk mendidik anak-anak Etiopia. Ia juga menulis sebuah buku Katekismus dalam bahasa Etiopia. Atas restu Uskup Yustinus; ia pun mendirikan sebuah seminari untuk mendidik calon-calon imam pribumi Etiopia.
Semua kegiatan ini menimbulkan amarah besar dari para penganut Arianisme terutama Abuna Salama, Uskup Gereja Arian. Atas hasutannya, Teodorus II, raja Abessinia, melancarkan penganiayaan besar atas semua orang lain yang tidak menganut ajaran Arianisme. Ghabra bersama beberapa orang Katolik pengikutnya ditangkap dan disesah. Ghabra dipenjarakan di dalam sebuah kandang ternak yang sangat kotor. Setiap kali disesah, ia dengan tenang dan tegas menjawab: “Karena imanku aku akan tetap melawan kamu, namun demi cinta kasih Kristiani aku akan terus berbuat baik kepada kamu “. Akhirnya karena penderitaan yang ditanggungnya dan karena serangan penyakit kolera, Ghabra meninggal dunia pada tanggal 28 Agustus 1855.
Ghabra, seorang martir Kristus yang kokoh imannya. Seluruh hidup dan perjuangannya dapat dikatakan secara ringkas sebagai suatu pemuliaan terhadap Sabda Allah yang menjadi manusia. Ia meninggal dunia sebagai seorang imam yang saleh dari tarekat Kongregasi Misi atau tarekat Imam-imam Lazaris.
Santo Heribertus, Uskup
Heribertus lahir di kota Worms, Jerman pada tahun 970. Orangtuanya mempercayakan dia kepada Abbas Gorsse, pemimpin biara Benediktin Lorraine untuk dididik sesuai dengan cara hidup Kristiani. Pendidikan dan cara hidup di biara itu berhasil menanamkan dalam batinnya hasrat yang kuat untuk menjalani hidup membiara. Namun citacitanya itu tidak direstui oleh ayah dan sanak keluarganya. Heribertus segera dipanggil pulang ke Worms agar tidak lagi terpengaruh oleh cara hidup membiara.
Namun rencana Tuhan atas dirinya tak terselami manusia. Meskipun orangtuanya berusaha keras menghindarkan dia dari cita-cita hidup membiara itu, ia tetap menunjukkan kesalehan hidup yang mengagumkan. Melihat cara hidupnya itu, ia kemudian ditahbiskan menjadi imam. Oleh Raja Otto III, ia diangkat menjadi penasehat pribadi baik dalam kehidupan politik maupun dalam kehidupan rohani. Prestasi kariernya terus meningkat dengan pengangkatannya sebagai Vikaris Jenderal keuskupan Koln, dan kemudian sebagai Uskup Agung Koln.
Heribertus memanfaatkan kedudukannya sebagai penasehat pribadi raja dan sebagai imam untuk menunjukkan cinta kasih Allah kepada orang banyak. Bersama Otto III, ia mendirikan gereja dan biara di kota Deutss, sebelah kota Rhein, atas tanggungan kerajaan. Ia dengan giat merawat orang-orang sakit dan memperhatikan nasib para kaum miskin. Sebagian besar pendapatannya dibagi baik untuk kepentingan Gereja maupun untuk kepentingan aksi-aksi sosial itu. Ia sendiri hidup dari sisa uang yang diterimanya dari raja. Kepada imam-imamnya yang mengalami kesulitan keuangan, ia mendermakan juga sebagian dari pendapatannya.
Sekali peristiwa, ia menemani Otto III ke Italia untuk sesuatu urusan politik. Tak terduga-duga, Otto III meninggal seketika karena keracunan. Dalam kebingungan dan kesedihan, ia membawa pulang jenazah Otto III ke Aachen, Jerman dan menguburkannya secara terhormat. Peristiwa ini menimbulkan pertentangan hebat antara dia dan Pangeran Heinrich II. Ia dituduh sengaja meracuni Otto III dengan maksud untuk mengambil alih kekuasaan sebagai raja. Ketegangan ini baru mereda ketika Pangeran Heinrich dilantik menjadi raja menggantikan ayahnya.
Tanpa menaruh dendam pada Heinrich, Heribertus dengan senang hati melepaskan tugasnya sebagai penasehat raja dan mulai memusatkan perhatiannya pada kehidupan rohaninya dan pada pelayanan umat. Ia mulai lebih banyak berdoa dan melakukan silih. Pada musim kering, ia bersama umat mengadakan perarakan dari gereja Santo Severinus ke gereja Santo Pantaleon. Dalam kotbah-kotbahnya ia menghimbau agar umat bertobat dan percaya kepada kerahiman Allah. Kepada imam-imamnya, ia mengadakan kunjungan-kunjungan pastoral dan menggalakkan pembinaan rohani untuk meneguhkan mereka dalam panggilan dan karyanya. Heribertus dikenal sebagai seorang uskup yang saleh dan sayang pada umatnya. Ia meninggal dunia pada tahun 1021 karena serangan penyakit.
Diambil dari:
http://liturgia-verbi.blogspot.co.id/