Hari Biasa, Pekan Biasa VI Kamis, 21 Februari 2019
Liturgia Verbi (C-I)
Hari Biasa, Pekan Biasa VI
Kamis, 21 Februari 2019
PF S. Petrus Damianus, Uskup dan Pujangga Gereja
Bacaan Pertama
Kej 9:1-13
“Pelangi-Ku akan Kutempatkan di awan
sebagai tanda perjanjian antara Aku dan bumi.”
Pembacaan dari Kitab Kejadian:
Sesudah air bah,
Allah memberkati Nuh dan anak-anaknya
serta bersabda kepada mereka,
“Beranakcucu dan bertambahbanyaklah, serta penuhilah bumi.
Kalian akan ditakuti oleh segala binatang di bumi
dan segala burung di udara,
segala yang bergerak di muka bumi dan segala ikan di laut.
Ke dalam tanganmulah semuanya itu diserahkan.
Segala yang bergerak dan hidup akan menjadi makananmu.
Aku memberikan semuanya itu kepadamu
seperti juga tumbuh-tumbuhan hijau.
Hanya daging yang masih ada nyawanya, yakni darahnya,
janganlah kamu makan.
Tetapi mengenai darahmu, yakni nyawamu,
Aku akan menuntut balasnya.
Dari segala binatang Aku akan menuntutnya,
dan dari setiap manusia Aku akan menuntut nyawa sesama manusia.
Siapa yang menumpahkan darah,
darahnya akan tertumpah oleh manusia,
sebab Allah membuat manusia menurut gambar-Nya sendiri.
Tetapi kalian, beranakcucu dan bertambahbanyaklah,
sehingga tak terbilang jumlahmu di atas bumi,
ya, bertambahbanyaklah di atasnya.”
Bersabdalah Allah kepada Nuh dan anak-anaknya,
“Camkanlah,
Aku mengadakan perjanjian dengan kalian dan keturunanmu,
dan dengan segala makhluk hidup yang ada besertamu:
yakni burung-burung, ternak dan binatang liar di bumi,
segala yang keluar dari bahteramu, segala binatang di bumi.
Maka Kuadakan perjanjian-Ku dengan kalian,
bahwa sejak kini
segala yang hidup takkan dilenyapkan oleh air bah lagi,
dan tidak akan ada lagi air bah untuk memusnahkan bumi.”
Allah bersabda pula,
“Inilah tanda perjanjian yang Kuadakan antara Aku dan kalian
serta segala makhluk hidup yang ada sertamu,
turun-temurun untuk selama-lamanya:
Busur-Ku akan Kutempatkan di awan
sebagai tanda perjanjian antara Aku dan bumi.”
Demikianlah sabda Tuhan.
Mazmur Tanggapan
Mzm 102:16-18.19-21.29.22-23,R:20b
Refren: Tuhan memandang dari surga ke bumi.
*Bangsa-bangsa menjadi takut akan nama Tuhan,
dan semua raja bumi akan kemuliaan-Mu,
bila Engkau sudah membangun Sion,
dan menampakkan diri dalam kemuliaan-Mu;
bila Engkau mendengarkan doa orang-orang papa,
dan tidak memandang hina doa mereka.
*Biarlah hal ini dituliskan bagi angkatan yang kemudian,
dan bangsa yang akan diciptakan nanti memuji-muji Tuhan,
sebab Ia telah memandang dari tempat-Nya yang kudus,
Tuhan memandang dari sorga ke bumi,
untuk mendengarkan keluhan orang tahanan,
untuk membebaskan orang-orang yang ditentukan harus mati.
*Anak hamba-hamba-Mu akan diam dengan tenteram,
dan anak cucu mereka akan tetap ada di hadapan-Mu.
supaya nama Tuhan diceritakan di Sion,
dan Dia dipuji-puji di Yerusalem,
apabila para bangsa berkumpul bersama-sama
dan kerajaan-kerajaan berhimpun untuk beribadah kepada Tuhan.
Bait Pengantar Injil
Yoh 6:64b.69b
Sabda-Mu, ya Tuhan, adalah roh dan kehidupan.
Pada-Mulah sabda kehidupan kekal.
Bacaan Injil
Mrk 8:27-33
“Engkaulah Kristus… Anak Manusia harus menderita banyak.”
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus:
Pada suatu hari
Yesus bersama murid-murid-Nya pergi ke kampung-kampung
di sekitar Kaisarea Filipi.
Di tengah jalan Ia bertanya kepada murid-murid-Nya,
“Kata orang, siapakah Aku ini?”
Para murid menjawab,
“Ada yang mengatakan: Yohanes Pembaptis,
ada juga yang mengatakan: Elia,
ada pula yang mengatakan: seorang dari para nabi.”
Yesus bertanya lagi kepada mereka,
“Tetapi menurut kamu, siapakah Aku ini?”
Maka Petrus menjawab, “Engkaulah Mesias!”
Dan Yesus melarang mereka dengan keras,
supaya jangan memberitahukan kepada siapa pun tentang Dia.
Kemudian mulailah Yesus mengajarkan kepada mereka,
bahwa Anak Manusia harus menanggung banyak penderitaan.
Ia akan ditolak oleh para tua-tua,
imam-imam kepala dan ahli-ahli Taurat,
lalu dibunuh, dan bangkit sesudah tiga hari.
Hal ini dikatakan-Nya dengan terus terang.
Tetapi Petrus menarik Yesus ke samping dan menegur-Nya.
Maka berpalinglah Yesus
dan sambil memandang murid-murid-Nya Ia memarahi Petrus,
kata-Nya, “Enyahlah Iblis!
Sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah,
melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Demikianlah sabda Tuhan.
Renungan Injil
Bacaan Injil hari ini sungguh sangat menggugah iman saya, “Engkaulah Kristus… Anak Manusia harus menderita banyak.”
Ketika mendengar berita ada gereja di Surabaya dibom, spontan saya merasa marah, kok ada orang yang tega mencelakai orang-orang yang sedang beribadat kepada Tuhan, kok tega-teganya merusak rumah Tuhan?
Nampaknya Petrus juga bereaksi yang kurang-lebih sama, ia juga marah, dan bahkan sampai menegur Yesus, “Perbuatan jahat seperti ini tak boleh dibiarkan, harus dilawan”, barangkali seperti itu terguran Petrus kepada Yesus.
Apa respon Yesus?
Yesus malah berkata, “Enyahlah Iblis!
Sebab engkau bukan memikirkan apa yang dipikirkan Allah, melainkan apa yang dipikirkan manusia.”
Lho kok?
Membela kebenaran kok malah di bilang iblis sih?
Melawan atau membalas dengan perbuatan yang sama… ya iyalah… sama-sama keliru… sama-sama melakukan perbuatan iblis.
Seharusnya yang terjadi, jangan beri peluang bagi iblis untuk meng-iblis-kan orang, apalagi terhadap pengikut Kristus.
Itulah tanda kemenangan Kristus melawan kuasa iblis.
Jika Kristus bertanya kepada kita, “Menurut kamu, siapakah Aku ini?”
maka kita pun boleh bertanya kepada diri kita sendiri, “Menurut Kristus, siapakah aku ini?”
Apakah aku seorang pengikut Kristus yang taat mendengarkan dan menjalankan perintah-perintah-Nya?
Peringatan Orang Kudus
Santo Petrus Damianus, Uskup dan Pujangga Gereja
Orangtua Petrus meninggal selagi ia masih kecil. Kakaknya yang sulung memikul tanggungjawab untuk membesarkan Petrus. Meskipun demikian, Petrus tidak menikmati suatu hidup yang baik dan membahagiakan di rumah kakaknya itu. Ia diperlakukan secara kejam. Menyaksikan keadaan Petrus, seorang saudaranya yang sudah menjadi imam, mengirim dia untuk belajar di Parma.
Di sekolah ini Petrus mengalami perkembangan yang sangat baik. Tingkah lakunya disenangi banyak orang. la meraih prestasi luar biasa dalam semua mata pelajaran. Di antara kawan-kawannya, Petrus dikenal sebagai anak yang suka menolong kawan-kawannya yang mengalami kesusahan dan berbagai kesulitan. Ia memberikan uang kepada mereka meskipun tunjangan hidupnya sendiri sangat tidak memadai.
Setelah menjalani suatu sejarah hidup yang kelam dan panjang, ia akhirnya ditahbiskan menjadi imam. Tekadnya sebagai imam ialah “tidak mau mengabdi Tuhan setengah-setengah”. Karena itu ia mengambil keputusan untuk meninggalkan segala-galanya, lalu menjadi seorang rahib di pertapaan Fonte Avellana.
Kebijaksanaan, kepintaran dan kerendahan hatinya membuat dia disenangi oleh semua rahib di pertapaan itu. Akbirnya ia diangkat menjadi pemimpin pertapaan itu. Dalam kedudukannya sebagai pemimpin, pertapaannya mengalami perubahan-perubahan yang menggembirakan. la juga sering diminta untuk membantu membereskan masalah-masalah yang menimpa biara-biara lain. Ia pun diangkat penasehat pribadi untuk tujuh orang Paus. Karena semua prestasinya itu, Petrus Damianus akhirnya dipilih menjadi Uskup dan Kardinal di Ostja oleh Sri Paus Stephanus IX (1057-1058). Jabatan mulia ini kemudian diletakkannya kembali karena ia lebih suka hidup menyendiri di biara pertapaan Fonte Avellana.
Sungguhpun Petrus dikenal luas sebagai seorang intelektual, namun ia tetap menampilkan dirinya setara dengan kawan-kawannya. la dengan senang hati mengerjakan tugas-tugas dari biaranya, mengikuti aturan-aturan yang berlaku, menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan tangan seperti membuat sendok dari kayu, memperbaiki keranjang, dll.
Pada tahun 1072, Petrus Damianus meninggal dunia. Tulisan-tulisannya tentang berbagai soal iman sangat bermutu dan menjadi warisan Gereja yang bemilai tinggi. Oleh Gereja, Petrus Damianus dihormati sebagai Pujangga Gereja.
Santa Irene, Pengaku Iman
Irene adalah seorang puteri berkebangsaan Romawi yang hidup pada permulaan abad ke-4. la menikah dengan Kastullus dan dikaruniai beberapa anak. Pada masa pemerintahan Kaisar Maksimianus, Kastullus dibunuh karena mengizinkan pertemuan umat Kristen di rumahnya. Irene sendiri bersama dua orang anaknya ditangkap dan ditawan. Kedua anaknya meninggal di penjara karena serangan wabah malaria.
Ketika Maxentius berhasil merebut takhta dari ayahnya, Irene dibebaskan. Tetapi Maxentius dibenci rakyatnya karena tindakannya yang sewenang-wenang dan tidak adil. Irene terus saja ditimpa ketidak- adilan. Ketika Valeria, gadis keponakan Irene, dipinang oleh putera bendaharawan negara, seorang pemboros dan pemabuk, Irene dengan tegas menolak lamaran tersebut. Ibu Valeria telah meninggal dunia sebagai korban kebenaran sedang ayahnya ditawan karena imannya. Karenanya, Irene bertindak sebagai pengasuh dan pembela Valeria dan menolak bahkan mengusir dengan tegas pesuruh yang datang melamar Valeria.
Karena penolakan ini, Irene diseret ke hadapan pengadilan kota untuk diadili. Di sini dengan berani Irene menjawab setiap pertanyaan hakim. Dia bahkan menantang hakim dengan berkata: “Mengapa saya dihadapkan ke sini? Belum cukupkah penghinaan terhadap keluargaku? Kami ditangkap dan ditahan. Ibu Valeria dibunuh, juga ayahnya. Semuanya karena nafsu dan dendam. Dan sekarang apakah Valeria lagi yang akan disiksa karena menolak keinginan pemboros dan pemabuk itu? Tidak! Selama aku masih hidup, sekali-kali hal ini tidak akan terjadi.”
Bendaharawan itu mengenal baik siapa Irene. la tahu bahwa Irene adalah isteri Kastullus yang telah dihukum mati, dan ibu Kandidus, perwira militer Kaisar Konstantinus yang bermusuhan dengan kaisar Romawi. Sebab itu tanpa pikir panjang ia menyuruh mengikat Irene dan menyeretnya ke dalam penjara.
Sementara itu, rakyat tidak tahan lagi dengan pemerintahan Maxentius yang sewenang-wenang itu. Rakyat mulai menyusun rencana untuk menggulingkan dia. Diam-diam mereka mengutus beberapa orang untuk meminta bantuan kepada Kaisar Konstantinus yang adil dan bijaksana. Konstantinus menyambut permohonan itu dan segera melancarkan serangan untuk menggulingkan Maxentius. Maxentius lari dan menenggelamkan diri ke sungai Tiber. Semua tawanan dibebaskan, termasuk Irene. la bebas dari rencana pembunuhan ngeri atas dirinya pada hari pelantikan Maxentius sebagai kaisar. Kandidus, anak Irene yang ikut dalam serangan terhadap Maxentius, kembali bersama dengan ibunya ke rumah. Selanjutnya Irene mengabdikan diri pada kepentingan orang- orang yang mengalami penderitaan.
Diambil dari:
http://liturgia-verbi.blogspot.co.id/
https://www.facebook.com/groups/liturgiaverbi