Hari Biasa, Pekan Biasa IX Jumat, 9 Juni 2017

Liturgia Verbi (A-I)
Hari Biasa, Pekan Biasa IX

Jumat, 9 Juni 2017

PF S. Efrem, Diakon dan Pujangga Gereja



Bacaan Pertama
Tb 11:5-14

“Aku telah disiksa oleh Tuhan, tetapi kini aku dikasihi-Nya,
dan aku melihat kembali anakku Tobia.”

Pembacaan dari Kitab Tobit:

Pada waktu itu duduklah Hana mengamati jalan
yang bakal ditempuh Tobia, anaknya.
Ia telah mendapat firasat bahwa anaknya tengah datang.
Berkatalah Hana kepada ayah Tobia,
“Sungguh anakmu tengah datang,
dan juga orang yang menyertainya.”

Sebelum Tobia mendekati ayahnya berkatalah Rafael kepadanya,
“Aku yakin bahwa mata ayahmu akan dibuka.
Oleskanlah empedu ikan itu pada matanya.
Obat itu akan meresap dahulu,
lalu akan terkelupaslah bintik-bintik putih itu dari matanya.
Maka ayahmu akan melihat lagi dan memandang cahaya.”

Adapun Hana bergegas-gegas mendekap anaknya,
lalu berkatalah ia,
“Setelah engkau kulihat, anakku, sekarang aku dapat mati!”
Dan iapun menangis.
Tobitpun berdiri,
dan meskipun kakinya tersandung-sandung,
ia keluar dari pintu pelataran rumah.
Tobia menghampiri ayahnya dengan membawa empedu ikan itu.
Lalu ditiupinya mata Tobit,
ditopangnya ayahnya, dan kemudian berkatalah ia kepadanya,
“Tabahkan hatimu, Ayah!”
Kemudian obat itu dioleskannya pada mata Tobit
dan dibiarkannya sebentar.
Lalu dengan kedua belah tangan dikelupaskannya sesuatu
dari ujung-ujung matanya.
Maka Tobit mendekap Tobia sambil menangis.
Katanya, “Aku melihat engkau, anakku, cahaya mataku!”
Ia menyambung pula,
“Terpujilah Allah! Terpujilah nama-Nya yang besar!
Terpujilah para malaikat-Nya yang kudus!
Hendaklah nama Tuhan yang besar berada di atas kita
dan terpujilah segala malaikat untuk selama-lamanya.
Sungguh, aku telah disiksa oleh Tuhan,
tetapi aku melihat kembali anakku Tobia.”

Demikianlah sabda Tuhan.


Mazmur Tanggapan
Mzm 146:2abc.7.8-9a.9bc-10,R:2a

Refren: Pujilah Tuhan, hai jiwaku.

*Pujilah Tuhan, hai jiwaku!
Aku hendak memuliakan Tuhan selama aku hidup,
dan bermazmur bagi Allahku selagi aku ada.

*Tuhan tetap setia untuk selama-lamanya.
Dialah yang menegakkan keadilan untuk orang yang diperas,
dan memberi roti kepada orang-orang yang lapar.
Tuhan membebaskan orang-orang yang terkurung.

*Tuhan membuka mata orang buta,
Tuhan menegakkan orang yang tertunduk,
Tuhan mengasihi orang-orang benar.
Tuhan menjaga orang-orang asing.

* Anak yatim dan janda ditegakkan-Nya kembali,
tetapi jalan orang fasik dibengkokkan-Nya.
Tuhan itu Raja untuk selama-lamanya,
Allahmu, ya Sion, turun-temurun!


Bait Pengantar Injil
Yoh 14:23

Barangsiapa mengasihi Aku, akan mentaati sabda-Ku.
Bapa-Ku akan mengasihi dia,
dan Kami akan datang kepadanya.


siapakah yeus
Bacaan Injil
Mrk 12:35-37

“Bagaimana mungkin Mesias itu anak Daud?”

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus:

Pada suatu hari Yesus mengajar di Bait Allah, katanya,
“Bagaimana ahli-ahli Taurat dapat mengatakan,
bahwa Mesias adalah anak Daud?
Daud sendiri berkata dengan ilham Roh Kudus,
‘Tuhan telah bersabda kepada Tuanku:
Duduklah di sisi kanan-Ku,
sampai musuh-musuh-Mu Kutaruh di bawah kaki-Mu.’
Jadi Daud sendiri menyebut Dia Tuannya,
bagaimana mungkin Ia sekaligus anaknya?”
Orang yang besar jumlahnya mendengarkan Yesus
dengan penuh minat.

Demikianlah sabda Tuhan.


Renungan Injil
Jauh sebelum jaman Yesus, telah ditulis di dalam Kitab Suci bahwa Mesias berasal dari keturunan Daud, dari Betlehem, kampung halaman Daud.
Atas dasar itulah di jaman Yesus para ahli Taurat selalu mengatakan bahwa Mesias adalah anak Daud, maksudnya berasal dari keturunan Daud.
Yesus mengutip Mazmur 110:1, dimana Daud mengatakan bahwa Mesias adalah Tuannya.
Lalu Yesus bertanya, “Bagaimana mungkin seseorang menjadi tuan dan sekaligus menjadi anak?”

Tuan adalah orang tempat mengabdi, lawan dari hamba.
Mesias adalah tuan dari Daud, artinya Daud adalah hamba-Nya.
Ya memang seperti itu.
Tapi masalahnya, mungkinkah Daud adalah ayah dan Mesias adalah anaknya?
Apa iya seorang ayah mengabdi kepada anaknya sendiri?
Bukankah seharusnya anaklah yang mengabdi kepada ayahnya?

Relasi antara Yesus dan nabi Daud ini dapat kita jadikan sumber refleksi ke dalam relasi kita dengan sanak saudara kita sendiri, agar tak terlalu pusing dengan urusan relasi ini.
Relasi di dalam keluarga besar memang seringkali seperti benang kusut, ketika terdapat relasi yang tidak lazim terjadi.
Sebagai contoh misalnya, saudara sepupu saya sudah punya cucu, maka cucunya memanggil saya dengan sebutan opa.
Anak-anak perempuan saya tertawa geli ketika cucu saya itu memanggil mereka dengan sebutan Tante.
Masak anak-anak saya yang masih kecil itu sudah dipanggil tante, terlebih lagi yang memanggil mereka dengan sebutan itu sudah berumur jauh lebih besar.

Contoh lain yang lebih unik lagi, seorang duda menikah dengan seorang janda, masing-masing telah mempunyai beberapa anak.
Anak-anak yang tadinya bukan saudara mereka, lalu saling menganggap saudara satu dengan lainnya karena perkawinan orangtua mereka, padahal sesungguhnya tidak ada pertalian darah, makanya disebut “tiri” untuk membedakan dengan saudara yang “kandung”.
Ketika salah satu anak dari pihak ayahnya menikahi saudara tirinya, maka ibu tirinya adalah sekaligus mertuanya.

Yesus memang keturunan Daud menurut garis keturunan darah, maka pantas saja kalau Yesus disebut berasal dari keturunan Daud.
Tetapi kita tahu bahwa Yesus adalah Allah Putera yang diutus oleh Bapa-Nya datang ke dunia, maka semua orang, siapa saja, mesti mengabdi kepada-Nya, menjadikan Dia sebagai Tuan.
Nabi Daud juga mesti menjadikan Yesus sebagai Tuannya.

Begitu pula akan halnya seorang pastor.
Menurut kedagingan, ia adalah anak dari orangtuanya dan saudara dari sanak keluarganya.
Tetapi menurut roh, pastor itu adalah utusan yang dipilih dan dipanggil oleh Tuhan untuk dilibatkan dalam karya-karya Tuhan di dunia ini.
Tidaklah mungkin orangtua dari pastor itu menolak ketika anaknya hendak memberi berkat Tuhan kepada mereka.
Yang pantesnya, orangtualah yang memberi berkat atau restu kepada anak-anaknya, bukan sebaliknya.
Yang memberi berkat itu bukan anaknya melainkan seorang pastor,  dan yang menerima berkat itu  bukan orangtuanya melainkan umatnya.

Nah, jelaslah sekarang.
Yesus adalah Tuhan kita, maka kita memanggil-Nya dengan sebutan Kristus, Mesias.
Yesus adalah saudara kita, Yesus adalah Putera Sulung, Allah Putera, Anak dari Allah Bapa.
Karena kita telah diangkat menjadi Anak Allah, maka Yesus adalah saudara kita, kakak sulung.
Anda adalah saudara saya juga, bukan kandung bukan tiri, melainkan saudara se-iman, karena saya adalah saudara Kristus dan Anda juga saudara Kristus, maka kita bersaudara, kita satu keluarga.


Peringatan Orang Kudus
Santo Primus dan Felicianus, Martir
Kedua bersaudara kandung ini berasal dari keluarga kafir di kota Roma. Meskipun mereka masih kafir, namun mereka dikenal sebagai orang baik-baik yang disenangi banyak orang. Semenjak kecil, Primus dan Felicianus hidup di lingkungan kafir dan dididik secara kafir pula. Pengenalannya akan iman kristen sampai menjadi martir, berawal dari perkenalan mereka dengan Paus Feliks I (269-274). Dari bimbingannya kedua bersaudara ini mengenal iman Katolik dan dipermandikan.
Setelah permandiannya, mereka rajin berdoa dan melakukan kegiatan-kegiatan amal kasih, mengunjungi orang-orang Kristen di penjara untuk menghibur dan meneguhkan hati mereka. Tuhan melimpahkan rahmatNya kepada mereka dan melindungi mereka dari segala tindakan kejam para penguasa negara. Selama bertahun-tahun berkarya di tengah­tengah aksi penganiayaan terhadap orang-orang Kristen oleh Kaisar Diokletianus, Primus dan Felicianus selalu terhindar dari usaha penangkapan.
Tetapi akhirnya mereka ditangkap juga pada tahun 297 dan dipenjarakan bersama orang-orang Kristen lainnya. Namun demikian iman mereka tidak goncang sedikitpun. Mereka saling menghibur dan dengan tekun saling meneguhkan sesamanya yang lain. Setelah beberapa waktu, mereka dibawa ke Nomentum, kota kecil yang berjarak 12 mil dari Roma. Di sana mereka diadili oleh Promotus. Dakwaan dan berbagai ancaman dikenakan pada mereka, namun iman mereka tidak goyah. Akhirnya mereka dijatuhi hukuman mati penggal kepala.
Jenazah mereka dimakamkan di Nomentum. Pada tahun 649, Sri Paus Theodorus I (642-649) menyuruh memindahkan jasad mereka ke kota San Stephanus Rotondo. Inilah peristiwa pertama, di mana tulang­belulang para martir boleh dibawa keluar kota dari kota Roma.


Santo Efrem, Pujangga Gereja
Efrem menjadi tokoh kebanggaan umat Kristen Syria. la dikenal luas sebagai seorang panyair, guru, orator dan pembela iman. la lahir di Nisibis, Mesopotamia (sekarang: Nusaybin, Turki) pada tahun 306. Semasa remajanya ia mengikuti pendidikan agama dari Uskup Yakob dari Nisibis. Uskup Yakob – kemudian digelar ‘kudus’ oleh Gereja – membimbing Efrem hingga dipermandikan.
Ketika orang-orang Persia menduduki kota Nisibis pada tahun 363, orang-orang Kristen dipaksa keluar dari Nisibis. Efrem bersama orang­orang Kristen Nisibis mengungsi ke Edessa (Urfa di Irak). Di tempat pengungsian itu, umat mengangkatnya sebagai pemimpin rohani mereka. Efrem menerima tugas ini sebagai kesempatan emas untuk membaktikan diri pada umat. la mengajarkan mereka ajaran iman Kristen serta rnembesarkan hati mereka. Sementara itu ia sendiri menjalani suatu corak hidup yang keras sampai saat ajalnya pada tahun 373.
Ia rajin menulis buku-buku pembelaan iman. Buku-buku apologetisnya, homili-homilinya dalam bentuk puisi, berbagai nyanyian dan kidung Gereja ciptaannya, membuat dia dikenal luas dan berpengaruh besar di kalangan umatnya di Edessa, bahkan di seluruh Gereja. Di Gereja Timur ia dijuluki “Cahaya bangsa Syria”, “Rasul bangsa Syria”, “Pujangga Gereja” dan “Kecapi Roh Kudus”. Duapuluh tahun setelah kematiannya, Santo Yerome memasukkan namanya dalam daftar orang-orang Kristen yang mashyur namanya.
Efrem dikenal karena ajaran-ajaran dogmatis dan pengetahuannya yang luas. Ia rajin membaca Kitab Suci dan merefleksikan misteri-misteri Allah. Komentar-komentarnya tentang Kitab Suci sangat bermanfaat pada waktu itu. Sebagai seorang komentator, ia lebih suka akan arti harafiah Kitab Suci dan enggan menafsirkannya secaraalegoris.
Ia ramah kepada orang-orang miskin dan yang menderita. Tatkala umat Edessa tertimpa kelaparan hebat pada tahun 378, ia berjuang keras untuk menyelamatkan mereka dari kematian. Kunci sukses hidupnya ialah kerendahan hatinya: ia tidak menaruh kepercayaan pada diri sendiri melainkan hanya pada Tuhan. Ia percaya bahwa Tuhan akan senantiasa membimbingnya. la menolak ditahbiskan menjadi imam dan memilih tetap sebagai diakon sampai akhir hidupnya. Kepada Santo Basilius yang ditemuinya, ia berkata: “Sayalah Efrem, orang yang tersesat dari jalan ke surga. Karena itu kasihanilah saya orang berdosa ini. Bimbinglah saya melalui jalan yang sempit”


Beata Diana, Sesilia dan Amata, Perawan
Kota Bologna terkenal dengan universitasnya, Universitas Bologna. Kota ini menjadi suatu pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan di Italia. Santo Dominikus memperluas karyanya ke Italia dan memilih kota Bologna sebagai pusat karyanya, karena buah-buah pikirannya diterima baik di Universitas Bologna.
Pada mulanya karya Dominikus di kota ini tidak terlalu berhasil. Banyak rintangan menghadang, terutama karena Tuan Andalo, seorang tuan tanah yang berkuasa di Bologna, tidak suka pada Agama Kristen.
Meski demikian, Dominikus tidak berputus asa. Tuhan tetap memberkati karyanya dan memberinya jalan keluar dari segala kesulitan. Melalui Diana, puteri kesayangan Andalo, Dominikus mendapat jalan keluar untuk menanamkan pengaruhnya di Bologna. Diana menjadi sahabat baik Dominikus dan sangat tertarik pada ajaran iman Katolik. Ia lalu memutuskan untuk mengikuti pelajaran agama dan ingin menjadi seorang biarawati. Ia yakin bahwa ia dapat membujuk ayah dan keluarganya agar tidak bersikap antipati terhadap agama Katolik. Kecuali itu, ia merasa yakin sekali bahwa ayahnya akan bersikap lunak dan akan membantu mendirikan sebuah biara Dominikan di kota Bologna.
Tetapi apa yang diyakininya tidak terjadi dengan mulus. Tatkala ia memberitahukan ayahnya dan seluruh anggota keluarganya tentang niat sucinya untuk menjadi seorang biarawati, ia dimarahi dan cita-citanya ditolak mentah-mentah. Menghadapi kemarahan dan penolakan keluarganya ini, Diana segera menempuh keputusan berani untuk meniggalkan rumah dan lari mencari perlindungan pada para imam Agustinian di Roxana. Keputusan ini dilaksanakan secara diam-diam.
Hal ini sangat mengejutkan keluarganya. Mereka segera mencari Diana. Akhirnya mereka menemukan dia di biara Roxana dan membawanya pulang ke rumah. Di sana ia dipukul dan dikurung dalam sel.
Tetapi beberapa hari kemudian, Diana berhasil meloloskan diri dan kembali ke Roxana. Keluarganya tidak berusaha mencarinya lagi.
Beato Yordan dari Saxon turut berusaha menenangkan keluarganya dan melembutkan hati tuan Andalo bersama anak-anaknya yang lain. Usaha Yordan ini disambut dengan baik dan berhasil. Tuan Andalo bersama anak-anaknya dapat menerima panggilan Diana dan membantu mendirikan sebuah biara kecil bagi biara Dominikan. Biara kecil ini kemudian dihuni oleh Diana bersama empat orang kawannya. Cara hidup mereka menarik banyak orang sehingga dalam waktu yang relatif singkat mereka mendapat tambahan anggota baru. Dua orang dari anggota baru ialah Sesilia dan Amata, sahabat karib Diana. Bersama Diana, Sesilia dan Amata berkembang dalam hidup rohani yang mendalam dan pengabdian tulus pada Allah. Kemudian mereka digelari ‘beata’ (yang berbahagia) oleh Gereja pada tahun 1891.


Beata Anna Maria Taigi, Pengaku Iman
“Keluargaku seperti Firdaus tampaknya, dan hatiku sungguh bahagia”, demikian kata Dominiko Taigi waktu berlangsungnya proses pernyataan ‘beata’ atas diri Anna Taigi, isterinya. Kegembiraan dan kebahagiaan yang sama meliputi anak-anaknya serta pembantu rumah yang melayaninya. Mereka semua kagum akan kesucian hidup Anna Maria yang sangat mencintai mereka dengan perhatian dan kebaikannya yang luar biasa.
Anna Maria Taigi lahir di Siena pada tahun 1769. Ketika berumur enam tahun, ia berada di Roma untuk mengikuti pendidikan di sana. Ia kelihatan saleh dan sederhana. Ia gemar mengenakan pakaian yang indah-indah serta gemar akan kesenangan-kesenangan dunia yang pantas. Perkawinannya dengan Dominiko Taigi berlangsung pada usia 21 tahun. Tuhan menganugerahkan kepadanya tujuh orang anak. Hidup mereka sederhana namun bahagia. Untuk menambah pendapatan keluarga, ia menerima pesanan jahitan. Memang banyak sekali pengalaman pahit dialaminya, namun semuanya dipersembahkan kepada Tuhan. Tuhan selalu meneguhkan hatinya dengan menganugerahkan kedamaian batin kepadanya. Baginya, mendidik dan membesarkan tujuh orang anaknya bukanlah perkara yang mudah. Ibu kandungnya sendiri tinggal bersama mereka. Beban tanggungannya semakin bertambah ketika Sophia anaknya menjadi janda dan kembali tinggaldengannya bersama enam orang anaknya yang lain.
Untuk mereka semua, Anna benar-benar menjadi seorang malaikat pelindung dan pendamai. Urusan-urusan rumah tangga dibereskannya dengan senang hati. Bagi tetangga-tetangganya, ia juga menjadi seorang penghibur. Pada suatu hari Tuhan menampakkan diri kepadanya dalam rupa sebuah bulatan cahaya ilahi. Dalam bulatan cahaya itu, ia dapat melihat segala sesuatu yang terjadi, baik di masa lampau, kini dan yang akan datang. Tuhan pun menganugerahkan kepadanya kemampuan mengenal keadaan batin orang lain dan mengetahui nasib orang lain.
Terdorong oleh pengalaman akan Allah itu, Anna semakin yakin akan perlindungan Tuhan atas dirinya. Ia menyerahkan diri seutuhnya kepada Allah sebagai korban silih atas dosa-dosa dunia dan bagi keselamatan Gereja yang tengah dilanda banyak masalah. Banyak sekali orang datang kepadanya untuk meminta bimbingan. Banyak waktu dihabiskannya untuk melayani orang-orang itu. Kesucian hidupnya ternyata berpengaruh besar terhadap lingkungan sekitarnya. Meski banyak kali disibukkan untuk melayani orang lain, namun apa yang menjadi kewajibannya sebagai ibu rumah tangga tak pernah dilalaikannya. Suami dan anak cucunya dilayaninya dengan penuh kasih sayang. Ia pun banyak membantu orang-orang yang susah dan menyembuhkan banyak orang sakit tanpa meminta bayaran.
Anna Taigi digelari ‘beata’ bukan karena penglihatan ajaib yang dilihatnya tetapi karena kebaikan hatinya, kemiskinannya, kerendahan hatinya serta kerelaannya untuk menderita bagi jiwa-jiwa.  la meninggal dunia pada tahun 1837.

 
Diambil dari:
http://liturgia-verbi.blogspot.co.id/
https://www.facebook.com/groups/liturgiaverbi

Leave a Reply

*

captcha *