Hari Biasa, Pekan Adven I Rabu, 1 Desember 2021
Liturgia Verbi (C-II)
Hari Biasa, Pekan Adven I
Rabu, 1 Desember 2021
PW B. Dionisius dan Redemptus, Biarawati, Martir
Ujud Evangelisasi – Katekis.
Marilah kita berdoa bagi para katekis, yang dipanggil untuk mewartakan Sabda Allah:
semoga mereka menjadi saksinya, dengan berani dan kreatif, serta dalam kuasa Roh Kudus.
Ujud Gereja Indonesia – Para peternak.
Semoga semua pihak yang berwenang menolong para peternak untuk meningkatkan usaha mereka agar mereka dapat hidup layak dan memenuhi kebutuhan masyarakat.
Bacaan Pertama
Yes 25:6-10a
“Tuhan akan menghidangkan suatu jamuan,
dan menghapus air mata dari wajah semua orang.”
Pembacaan dari Kitab Yesaya:
Di Gunung Sion
Tuhan semesta alam akan menghidangkan bagi segala bangsa
suatu jamuan dengan masakan mewah,
dengan anggur yang tua benar;
suatu jamuan dengan lemak dan sumsum
dan dengan anggur tua yang disaring endapannya.
Di atas gunung itu Tuhan akan mengoyakkan kain kabung
yang diselubungkan kepada segala suku
dan tudung yang ditudungkan kepada segala bangsa.
Ia akan meniadakan maut untuk seterusnya,
dan Ia akan menghapus air mata dari wajah semua orang.
Aib umat-Nya akan Ia jauhkan dari seluruh bumi,
sebab Tuhan telah mengatakannya.
Pada hari itu orang akan berkata,
“Sesungguhnya, inilah Allah kita,
yang kita nanti-nantikan supaya menyelamatkan kita.
Inilah Tuhan yang kita nanti-nantikan;
marilah kita bersorak-sorak dan bersukacita
karena keselamatan yang diadakan-Nya!
Sebab tangan Tuhan akan melindungi gunung ini!”
Demikianlah sabda Tuhan.
Mazmur Tanggapan
Mzm 23:1-3a.3b-4.5.6,R:6
Refren: Aku akan diam di dalam rumah Tuhan sepanjang masa.
*Tuhanlah gembalaku, aku takkan berkekurangan.
Ia membaringkan daku di padang rumput yang hijau.
Ia membimbing aku ke air yang tenang,
dan menyegarkan daku.
*Ia menuntun aku di jalan yang lurus,
demi nama-Nya yang kudus.
Sekalipun berjalan dalam lembah yang kelam,
aku tidak takut bahaya, sebab Engkau besertaku.
Tongkat gembalaan-Mu, itulah yang menghibur aku.
*Engkau menyediakan hidangan bagiku
di hadapan segala lawanku.
Engkau mengurapi kepalaku dengan minyak,
pialaku penuh melimpah.
*Kerelaan dan kemurahan-Mu mengiringi aku
seumur hidupku.
Aku akan diam di dalam rumah Tuhan
sepanjang masa.
Bait Pengantar Injil
Tuhan akan datang menyelamatkan umat-Nya;
Berbahagialah orang yang menyongsong Dia.
Bacaan Injil
Mat 15:29-37
“Yesus menyembuhkan banyak orang sakit dan melipat-gandakan roti.”
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius:
Pada suatu ketika Yesus menyusur pantai Danau Galilea,
lalu naik sebuah bukit dan duduk di situ.
Maka datanglah orang banyak berbondong-bondong kepada-Nya
membawa orang lumpuh, orang timpang, orang buta,
orang bisu dan banyak lagi yang lain,
lalu meletakkan mereka pada kaki Yesus,
dan mereka semua disembuhkan-Nya.
Maka takjublah orang banyak itu melihat orang bisu berkata-kata,
orang timpang sembuh, orang lumpuh berjalan, orang buta melihat;
dan mereka memuliakan Allah Israel.
Lalu Yesus memanggil murid-murid-Nya dan berkata,
“Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini.
Sudah tiga hari mereka mengikuti Aku
dan mereka tidak mempunyai makanan.
Aku tidak mau menyuruh mereka pulang dengan lapar,
nanti mereka pingsan di jalan.”
Para murid menyahut,
“Bagaimana mungkin di tempat sunyi ini kita mendapat roti untuk mengenyangkan orang banyak
yang begitu besar jumlahnya?”
Kata Yesus kepada mereka, “Berapa roti ada padamu?”
“Tujuh,” jawab mereka, “dan ada juga beberapa ikan kecil.”
Yesus lalu menyuruh orang banyak itu duduk di tanah.
Sesudah itu Ia mengambil ketujuh roti dan ikan-ikan itu.
Ia mengucap syukur, membagi-bagi roti itu
dan memberikannya kepada para murid.
Lalu para murid membagikannya kepada orang banyak.
Mereka semuanya makan sampai kenyang.
Kemudian potongan-potongan roti yang sisa dikumpulkan,
tujuh bakul penuh.
Demikianlah sabda Tuhan.
Renungan Injil
Saya sempat berlama-lama merenungkan tentang bagaimana caranya untuk menggerakkan belas-kasihan di hati Yesus, seperti ketika hati Yesus tergerak melihat banyak orang yang menderita lumpuh, timpang, buta, bisu, dan sebagainya, “Hati-Ku tergerak oleh belas kasihan kepada orang banyak ini.”
Ah, mustahil itu dapat saya lakukan.
Mana bisa saya mengendalikan hati dan perasaan Yesus?
Salah!
Seharusnya kita mengetahui “kelemahan” Yesus.
Yesus itu sangat mudah berbelas-kasihan, sangat mudah merasa iba melihat orang yang berkesusahan, dan segera memberi pertolongan tanpa ditunda-tunda.
Belasan kali ditulis dalam Injil bagaimana hati Yesus tergerak oleh belas-kasihan, baik karena dimintai pertolongan mau pun tidak.
Seperti ketika Yesus melihat iring-iringan orang mengusung jenasah seorang anak, anak tunggal dari ibunya yang sudah janda, di kota Nain, “Ketika Tuhan melihat janda itu, tergeraklah hati-Nya oleh belas kasihan, lalu Ia berkata kepadanya, ‘Jangan menangis!'” [Luk 7:13]
Belas-kasihan itu Yesus banget.
Yang berkesusahan ditolong-Nya, yang bersedih dan berdukacita dihibur-Nya, yang tersesat dicari-Nya sampai ketemu, dan berbagai tindakan segera lainnya dilakukan Yesus oleh karena “kelemahan” Yesus yakni mudah sekali berbelas-kasihan.
Jika demikian, lalu mengapa kita merasa tidak menerima pertolongan dari-Nya? Merasa doa-doa permohonan kita tidak didengarkan-Nya?
Ya, memang demikian halnya, kita membutuhkan pertolongan Yesus terhadap kesusahan yang tak mampu kita atasi sendiri, makanya kita memerlukan pertolongan dari-Nya.
Gak pernah tuh saya baca di Injil, Yesus menolong orang yang tangannya tergores pisau atau terkilir, atau menyembuhkan yang batuk-pilek.
Yang ditolong oleh Yesus adalah mereka yang berkesusahan seperti lumpuh, buta, bisu, kelaparan, dan kesusahan lainnya.
Jika kita sedang mengalami kesusahan yang tak dapat kita atasi sendiri, maka inilah yang semestinya kita kerjakan:
1. Bangkitkanlah iman kita, jadilah percaya hanya kepada Tuhan.
2. Datanglah dan berseru-serulah kepada-Nya, seperti yang dilakukan orang-orang pada Bacaan Injil hari ini, orang berbondong-bondong datang kepada Yesus.
Kita bisa datang kepada Kristus melalui doa.
Bertekun dalam doa artinya terus-menerus berdoa dengan tak jemu-jemunya.
Kalau berdoa novena yang cuma sembilan kali saja tidak mau kita lakukan, apa iya kita sungguh-sungguh mengharapkan pertolongan Tuhan?
Beginilah yang dikatakan oleh Yesus, “Tidakkah Allah akan membenarkan orang-orang pilihan-Nya yang siang malam berseru kepada-Nya? Dan adakah Ia mengulur-ulur waktu sebelum menolong mereka?” [Luk 18:7]
3. Lakukan inisiasi.
Inisiasi adalah upaya awal untuk menggerakkan hati Yesus, adalah bentuk partisipasi kita dalam karya Kristus.
Lihatlah dari Bacaan Injil hari ini, Yesus bertanya kepada para murid-Nya, “Berapa roti ada padamu?”
Beberapa potong roti dan ikan itu adalah inisiasi.
Tentu Yesus tidak membutuhkan inisiasi untuk melakukan mujizat, cukup dengan berkata-kata saja badai topan akan reda, termasuk memberi makan ribuan orang.
Tetapi Yesus ingin agar kita menunjukkan kesungguhan kita, melakukan inisiasi sebagai wujud partisipasi kita.
Namun perlu diingat, inisiasi ini berbeda dengan kaul atau nazar.
Kaul atau nazar dilakukan setelahnya, sedangkan inisiasi dilakukan sebelumnya.
Lihat lagi orang-orang yang datang kepada Yesus dari Bacaan Injil hari ini.
Tiga hari mereka mengikuti Yesus tanpa bekal makanan yang cukup.
Mereka memilih kelaparan daripada tidak mendengarkan pengajaran Yesus.
Datang ke gereja untuk berdoa walaupun mesti dengan kursi roda, adalah inisiasi yang akan menggerakkan hati Yesus.
Menyediakan waktu khusus untuk datang kepada Yesus (berdoa maksudnya), adalah inisiasi yang sama baiknya.
Janganlah berdoa “mumpung sempat”, berdoa sambil menyetir mobil, berdoa sambil mengaduk adonan kue, berdoa sambil nonton tv.
Ah, apakah kita bersungguh-sungguh menginginkan pertolongan Tuhan?
4. yang terakhir, tundukkan kepada kehendak Tuhan.
Apa pun itu, kehendak Tuhanlah yang terjadi, bukan kehendak kita.
Masih ingat kan ketika Yesus datang kepada Bapa-Nya sesaat menjelang sengsara-Nya?
Beginilah Yesus berdoa, “Ya Bapa-Ku, jikalau Engkau mau, ambillah cawan ini dari pada-Ku; tetapi bukanlah kehendak-Ku, melainkan kehendak-Mulah yang terjadi.” [Luk 22:42]
Artinya, ketika berdoa, janganlah berpikiran begini, “Kira-kira Tuhan akan mengabulkan doa saya apa tidak ya?”
Bukan kita yang mengambil keputusan, makanya tak perlu berpikiran demikian.
Tetapi kita boleh berharap Tuhan mendengarkan dan mengabulkan doa permohonan kita.
Jika tidak kepada Tuhan, lalu mau kepada siapa kita berharap?
Jangan pernah melupakan “kelemahan” Yesus, yakni mudah sekali berbelas-kasihan, terutama kepada orang yang percaya kepada-Nya lalu datang kepada-Nya untuk meminta pertolongan.
Peringatan Orang Kudus
Beato Dionisius dan Redemptus a Cruce, Martir Indonesia
Pierre Berthelot – demikian nama Santo Dionisius – lahir di kota Honfleur, Prancis pada tanggal 12 Desember 1600. Ayahnya Berthelot dan Ibunya Fleurie Morin adalah bangsawan Prancis yang harum namanya. Semua adiknya: Franscois, Jean, Andre, Geoffin dan Louis menjadi pelaut seperti ayahnya. Sang ayah adalah seorang dokter dan nakoda kapal. Pierre sendiri semenjak kecil (12 tahun) telah mengikuti ayahnya mengarungi lautan luas; dan ketika berusia 19 tahun ia sudah menjadi seorang pelaut ulung. Selain darah pelaut, ia juga mewarisi dari ayahnya hidup keagamaan yang kuat, yang tercermin di dalam kerendahan hatinya, kekuatan imannya, kemurnian dan kesediaan berkorban. Ia kemudian memasuki dinas perusahaan dagang Prancis. Dalam rangka tugas dagang, ia berlayar sampai ke Banten, Indonesia. Tetapi kapalnya dibakar oleh saudagar-saudagar Belanda dari kongsi dagang VOC. Berkat pengalamannya mengarungi lautan, ia sangat pandai menggambar peta laut dan memberikan petunjuk jalan.
Pierre kemudian bekerja pada angkatan laut Portugis di Goa, India. Namun ia senantiasa tidak puas dengan pekerjaannya itu. Ada keresahan yang senantiasa mengusik hatinya. Ia selalu merenungkan dan mencari arti hidup yang lebih mendalam. Ketika itu ia sudah berusia 35 tahun. Akan tetapi usia tidak menghalangi dorongan hatinya untuk hidup membiara. Ia diterima di biara Karmel. Namanya diubah menjadi Dionisius a Nativitate. Sekalipun ia sudah menjalani hidup membiara, namun ia masih beberapa kali menyumbangkan keahliannya kepada pemerintah, baik dengan menggambar peta maupun dengan mengangkat senjata membuyarkan blokade di Goa yang dilancarkan oleh armada Belanda (1636).
Di biara Karmel itulah, ia bertemu dengan Redemptus a Cruce, seorang bruder yang bertugas sebagai penjaga pintu biara dan koster, penerima tamu dan pengajar anak-anak. Redemptus lahir di Paredes, Portugal pada tahun 1598 dari sebuah keluarga tani yang miskin namun saleh dan taat agama. Orangtuanya memberinya nama Thomas Rodriguez da Cunha. Semenjak usia muda, ia masuk dinas ketentaraan Portugis dan ditugaskan ke India. Ia kemudian menarik diri dari dinas ketentaraan karena ingin menjadi biarawan untuk mengabdikan dirinya pada tugas-tugas keagamaan. Ia diterima sebagai bruder di biara Karmel.
Suatu ketika Raja Muda di Goa bermaksud mengirim utusan ke Aceh, Indonesia, yang baru saja berganti sultan dari Sultan Iskandar Muda ke Sultan Iskandar Thani. Ia ingin menjalin hubungan persahabatan karena hubungannya dengan sultan terdahulu tidak begitu baik. Sebagai seorang bekas pelaut yang sudah pernah datang ke Banten, Dionisius ditunjuk sebagai almosenir, juru bahasa dan pandu laut. Oleh karena itu tahbisan imamatnya dipercepat. Dionisius ditahbiskan menjadi imam pada tahun 1637 oleh Mgr. Alfonso Mendez. Bruder Redemptus dengan izinan atasannya ikut serta dalam perjalanan dinas itu sebagai pembantu.
Pastor tentara Dionisius bersama rombongannya berangkat ke Aceh pada tanggal 25 September 1638 dengan tiga buah kapal: satu kapal dagang dan dua kapal perang. Penumpang kapal itu ialah: Don Fransisco de Sosa (seorang bangsawan Portugis), Pater Dionisius, Bruder Redemptus, Don Ludovico dan Soza, dua orang Fransiskan Rekolek, seorang pribumi dan 60 orang lainnya. Mereka berlabuh di Ole-Ole (kini: Kotaraja) dan disambut dengan ramah.
Tetapi keramahan orang Aceh ternyata hanya merupakan tipu muslihat saja. Orang-orang Belanda telah menghasut Sultan Iskandar Thani dengan menyebarkan isu bahwa bangsa Portugis datang hanya untuk meng-katolik-kan bangsa Aceh yang sudah memeluk agama Islam. Mereka semua segera ditangkap, dipenjarakan, dan disiksa agar menyangkal imannya. Selama sebulan mereka meringkuk di dalam penjara dalam keadaan yang sangat menyedihkan. Beberapa orang dari antara mereka meninggalkan imannya. Dionisius dan Redemptus terus meneguhkan iman saudara-saudaranya dan memberi mereka hiburan. Akhirnya di pesisir pantai tentara sultan mengumumkan bahwa mereka dihukum bukan karena berkebangsaan Portugis melainkan beriman KatoIik. Maklumat sultan ini diterjemahkan oleh Dionisius kepada teman-temannya. Sebelum menyerahkan nyawa ke tangan para algojo, mereka semua berdoa dan Pater Dionisius mengambil salib dan memperlihatkan kepada mereka supaya jangan mundur, melainkan bersedia mengorbankan nyawa demi Kristus Yang Tersalib dan yang telah menebus dosa dunia, dosa mereka. Dionisius memohon ampun kepada Tuhan dan memberikan absolusi terakhir kepada mereka satu per satu. Segera tentara menyeret Dionisius dan mulailah pembantaian massal.
Sepeninggal teman-temannya, Pater Dionisius masih bersaksi tentang Kristus dengan penuh semangat. Kotbahnya itu justru semakin menambah kebencian rakyat Aceh terhadapnya. Algojo-algojo semakin beringas untuk segera menamatkan riwayat Dionisius. Namun langkah mereka terhenti di hadapan Dionisius. Dengan sekuat tenaga mereka menghunuskan kelewang dan tombak akan tetapi seolah-olah ada kekuatan yang menahan, sehingga tidak ada yang berani. Segera kepala algojo mengirim utusan kepada sultan agar menambah bala bantuan. Dionisus berdoa kepada Tuhan agar niatnya menjadi martir dikabulkan. Dan permintaan itu akhirnya dikabulkan Tuhan. Dionisius menyerahkan diri kepada algojo-algojo itu. Seorang algojo – orang Kristen Malaka yang murtad – mengangkat gada dan disambarkan keras-keras mengenai kepala Dionisius, disusul dengan kelewang yang memisahkan kepala Dionisius dari tubuhnya.
Kemartiran Dionisius dengan kawan-kawannya disahkan Tuhan: mayat mereka selama 7 bulan tidak hancur, tetap segar seperti sedang tidur. Menurut saksi mata, jenazah Dionisius sangat merepotkan orang sekitarnya, karena setiap kali dibuang – ke laut dan tengah hutan – senantiasa kembali lagi ke tempat ia dibunuh. Akhirnya jenazahnya dengan hormat dimakamkan di Pulau Dien (‘pulau buangan’). Kemudian dipindahkan ke Goa, India. Martir-martir itu dibunuh pada tanggal 29 Nopember 1638. Bersama Redemptus, Dionisius digelarkan ‘beato’ pada tahun 1900.
Santo Eligius, Uskup dan Pengaku Iman
Santo Eligius atau Eloi adalah seorang pandai emas dan pencetak uang logam di kota Paris pada abad yang ketujuh. Oleh raja Klotar, ia diminta membuat sebuah takhta. Tetapi dengan emas dan permata yang diserahkan raja untuk keperluan itu, Eloi berhasil menciptakan dua buah takhta yang indah sekali. Raja sangat mengagumi kejujurannya itu dan mengangkatnya menjadi kepala percetakan uang logam kerajaan.
Sejak saat itu Eloi menjadi seorang petinggi kerajaan dengan pendapatan yang lumayan pula; namun semuanya dimanfaatkan untuk menolong para tawanan dan fakir miskin. Rumahnya, bahkan meja makannya sendiri selalu dikelilingi orang-orang miskin.
Di samping pandai mencetak uang logam, ia juga seorang seniman. Kegemarannya ialah membuat tabut yang indah sebagai tempat penyimpanan relikui-relikui orang suci. Tabut yang pernah dikerjakannya antara lain tabut penyimpanan relikui Santo Martinus dan Santa Genoveva.
Eloi seorang yang saleh dan bijaksana; karena itu ia diangkat sebagai penasehat raja dan uskup-uskup. Tahun 641, ketika Uskup Noyon, Prancis meninggal dunia, ia sendiri yang dinobatkan menjadi Uskup Noyon. Di negeri Vlandria dan Zeelandia, ia berhasil membawa banyak orang kafir kepada Kristus. Selama 20 tahun ia berusaha keras memajukan Kerajaan Kristus disertai banyak mujizat sebagai peneguh kebenaran iman yang diwartakannya. Segala macam takhayul serta kepercayaan yang sia-sia dilawan dan ditentangnya. Sesudah bekerja keras memperluas Kerajaan Kristus di dunia ini, Eloi meninggal dunia pada tahun 660.
Santa dan Santo Adrianus dan Natalia, Martir
Suami-istri ini mati sebagai martir pada abad ke-4 di Nikomedia pada masa pemerintahan Kaisar Diokletianus – Licinius. Adrianus adalah seorang perwira Romawi yang bertugas di Nikomedia. Ia belum dipermandikan, namun sudah beriman kepada Yesus; sedangkan isterinya, Natalia, seorang Kristen yang saleh.
Suatu ketika Adrianus diperintahkan untuk mengejar, menangkap, dan menganiaya umat Kristen. Maklumlah penguasa Romawi sangat benci kepada umat Kristen karena mereka tidak mau menyembah dewa-dewa Romawi. Adrianus bingung. Ia sendiri pernah menyaksikan penganiayaan terhadap 23 orang Kristen. Hatinya tidak tahan, karena ia merasa seiman dengan mereka. Terdorong oleh cintanya kepada orang-orang seiman, dengan berani ia mengatakan kepada para serdadu Romawi lainnya: “Tangkaplah dan siksalah juga aku sebab aku sendiri pun orang Kristen.” Ia rela menyerahkan diri untuk ditangkap dan digiring ke penjara. Mendengar peristiwa penangkapan Adrianus, Natalia datang ke penjara untuk menemuinya. Kepada Adrianus, ia berkata: “Adrian, engkau diberkati Allah, karena berani mengakui imanmu di hadapan orang-orang kafir. Sesungguhnya engkau telah menemukan harta kekayaan yang tidak diwariskan orangtuamu . . . ” Natalia meminta dengan sangat kepada Adrianus agar menguatkan juga hati teman-temannya di penjara. Selain itu ia berusaha agar Adrianus mendapat pelajaran agama dan dibaptis di dalam penjara. Hal itu diketahui penjaga penjara, sehingga mulai saat itu ia tidak diizinkan lagi menemui suaminya di penjara. Namun ia tidak kehabisan akal: ia menyamar sebagai pemuda dan berhasil menemui Adrianus di penjara. Kepadanya ia berpesan agar berdoa untuknya bila sudah berada di surga.
Adrianus bersama orang-orang Kristen lainnya dijatuhi hukuman mati. Pelaksanaan hukuman mati itu disaksikan Natalia. Ia menyaksikan dengan mata kepala sendiri bagaimana anggota tubuh suaminya dicincang. Keinginannya untuk ikut serta terjun ke dalam bara api sungguh tak terbendung, ketika tubuh suaminya dilemparkan ke tengah jilatan api bersama martir-martir lainnya. Api kemudian padam karena sekonyong-konyong turun hujan lebat. Orang-orang Kristen mengumpulkan sisa-sisa jenazahnya dan memakamkannya dekat Argyropolis, di pantai Bosporus, Turki.
Natalia sendiri menyimpan tangan suaminya sebagai relikui kudus. Ia tidak mau menetap di Nikomedia karena merasa terancam oleh penguasa Romawi yang kafir. Ia memutuskan untuk tinggal tidak jauh dari makam suaminya. Beberapa lama setelah berada di Argyropolis, ia pun wafat dengan damai dan dimakamkan dekat kubur Adrianus di antara para martir lainnya. Ia dimasukkan dalam bilangan para martir karena situasi kematiannya. Adrianus adalah martir populer waktu itu dan dijadikan pelindung para serdadu. Ia juga sering dimintai perlindungannya apabila ada wabah penyakit.
Diambil dari:
https://liturgia-verbi.blogspot.co.id/