Selasa Pekan Biasa XXI 23 Agustus 2016
Selasa Pekan Biasa XXI
23 Agustus 2016
PF S. Rosa dari Lima, Perawan
Bacaan Pertama
2Tes 2:1-3a.13b-17
“Berpeganglah pada ajaran-ajaran yang telah kalian terima dari kami.”
Pembacaan dari Surat Kedua Rasul Paulus
kepada jemaat di Tesalonika:
Saudara-saudara,
tentang kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus
dan berkumpulnya kita dengan Dia,
kami minta kepadamu, jangan lekas bingung dan gelisah,
baik oleh ilham roh, maupun oleh kabar atau surat
yang dikatakan berasal dari kami,
seolah-olah hari Tuhan telah tiba.
Hendaknya kalian Jangan sampai disesatkan orang
dengan cara yang bagaimanapun juga.
Allah dari mulanya telah memilih kalian
untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kalian
dan dalam kebenaran yang kalian percayai.
Untuk itulah Ia telah memanggil kalian lewat Injil
yang kami wartakan,
sehingga kalian dapat memperoleh kemuliaan Yesus Kristus,
Tuhan kita.
Sebab itu berdirilah teguh
dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kalian terima dari kami,
baik secara lisan, maupun secara tertulis.
Semoga Tuhan kita Yesus Kristus, dan Allah, Bapa kita,
menghibur dan memperkuat hatimu
dalam segala karya dan tutur kata yang baik,
sebab Allah mengasihi kita,
Ia memberi kita hiburan dan harapan baik
karena kasih karunia-Nya.
Demikanlah sabda Tuhan.
Mazmur Tanggapan
Mzm 96:10-13,R:13ab
Refren: Tuhan akan datang menghakimi dunia dengan adil.
*Katakanlah di antara bangsa-bangsa:
“Tuhan itu Raja!
Dunia ditegakkan-Nya, tidak akan goyah.
Ia akan mengadili bangsa-bangsa dalam kebenaran.”
*Biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak-sorai,
biar gemuruhlah laut serta segala isinya;
biarlah beria-ria padang dan segala yang ada di atasnya,
dan segala pohon di hutan bersorak-sorai.
*Biarlah mereka bersukacita di hadapan Tuhan, sebab Ia datang,
sebab Ia datang untuk menghakimi bumi.
Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan,
dan bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya.
Bait Pengantar Injil
Ibr 4:12
Sabda Allah itu hidup dan penuh daya,
menguji segala pikiran dan maksud hati.
Bacaan Injil
Mat 23:23-26
“Yang satu harus dilakukan, tetapi yang lain jangan diabaikan.”
inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius:
Pada waktu itu Yesus bersabda,
“Celakalah kalian, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,
hai kamu orang-orang munafik,
sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kalian bayar,
tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan,
yaitu keadilan, belas kasih dan kesetiaan.
Yang satu harus dilakukan, tetapi yang lain jangan diabaikan.
Hai kalian pemimpin-pemimpin buta,
nyamuk kalian tepiskan dari minumanmu
tetapi unta di dalamnya kalian telan.
Celakalah kalian, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,
hai kalian orang-orang munafik,
sebab cawan dan pinggan kalian bersihkan sebelah luarnya,
tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan.
Hai orang-orang Farisi yang buta,
bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu,
maka sebelah luarnya juga akan bersih.
Demikianlah sabda Tuhan.
Renungan Injil
Jemaat di Tesalonika kebingungan.
Setelah menjadi pengikut Kristus, nampaknya berbagai persoalan belum seluruhnya teratasi, masih ada saja permasalahan yang menjadi beban hidup mereka.
Ditambah lagi penyesatan-penyesatan yang dilakukan orang, yang dapat menggerus iman mereka.
Oleh sebab itu, Rasul Paulus, yang saat itu belum memungkinkan untuk berkunjung ke Tesalonika, memutuskan untuk menulis surat untuk menguatkan iman jemaat di sana, “Teguhlah berdiri dan berpegang pada ajaran-ajaran Kristus yang telah disampaikan oleh rasul Paulus serta rasul-rasul lainnya.
Allah dari semula telah memilih kita untuk diselamatkan dalam roh dan kebenaran.”
Kita telah dipilih Tuhan untuk menjadi warga Kerajaan Surga.
Yesus juga membenarkan akan hal ini, sebagaimana yang telah disampaikan-Nya, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.” [Yoh 15:16]
Logikanya sebetulnya sederhana saja.
Kita memanggil Tuhan sebagai Bapa, dan kita pun diakui sebagai anak-anak-Nya.
Sebagaimana juga relasi kita dengan orangtua kita sendiri, kita tidak memilih siapa yang akan kita jadikan orangtua yang melahirkan kita.
Kita tak dapat memilih di rahim siapa kita akan dikandung.
Bukan kita yang memilih, melainkan kitalah yang dipilih.
Saya bersyukur memiliki orangtua dan juga saudara-saudara yang begitu mengasihi saya.
Saya merasa beruntung telah dipilih menjadi bagian dari keluarga saya.
Barangkali ada orang lain yang merasa tidak seberuntung saya, tidak menerima seperti apa yang saya terima dari mereka.
Tetapi pasti, ada yang diterimanya dari orangtua dan keluarganya yang saya sendiri tidak menerimanya.
Walaupun tidak sama, masing-masing telah menerima karena telah dipilih menjadi anak.
Sama halnya relasi kita dengan Bapa kita yang di Surga, kita tidak dapat memilih siapa yang akan kita akui sebagai bapa, apalagi memang tidak ada pilihan yang tersedia.
Dan sebagai anak, masing-masing kita menerima, sekali pun berbeda-beda, tetapi pasti semuanya menerima.
Kita semua menerima karena kita telah dipilih-Nya.
Cobalah cermati, pasti ada yang telah kita terima dan yang akan kita terima di masa mendatang, dan pada kesudahannya nanti, kita semua akan menerima keselamatan kekal di dunia yang baru.
Peringatan Orang Kudus
Santa Rosa da Lima, Perawan
Isabella de Flores – demikian nama Rosa da Lima – lahir di Lima, Peru pada tanggal 20 April 1586. Puteri bungsu dari pasangan Gaspar Flores dan Maria Oliva ini begitu cantiknya, sehingga ibunya memanggil dia ‘Rosa’ yang berarti ‘bunga mawar’. Nama ini pun secara spontan diberikan oleh Uskup Agung kota Lima tatkala Isabella menerima Sakramen Krisma. Namun nama yang manis ini kontras sekali dengan cara hidup keras yang ia praktekkan untuk mengambil bagian dalam penderitaan Kristus.
Sewaktu Rosa masih kanak-kanak, orangtuanya yang berdarah Spanyol itu tergolong kaya. Namun sayang bahwa kemudian mereka jatuh miskin karena bangkrut dalam usaha dagang yang dikelola sang ayah. Ketika menanjak remaja, Rosa terpaksa harus juga bekerja membantu orangtuanya. Selain bekerja di kebun, ia juga menjahit untuk sekedar memperoleh uang tambahan guna memenuhi kebutuhan keluarganya. Dalam perjalanan hidup selanjutnya, Rosa merasakan suatu gejolak batin yang mendorong dia untuk menjalani suatu cara hidup khusus mengikuti jejak Kristus. Ia tak berdaya menghalau gejolak batin itu, sehingga akhirnya dia mulai menjalani corak hidup khusus itu.
Ia berpuasa tiga hari seminggu dan berpantang dari makan buahbuahan. Wajahnya yang cantik molek itu sering dicorengnya dengan kapur agar tampak tidak menarik. Dalam pada itu, orangtuanya telah merencanakan perkawinannya dengan seorang pemuda yang mereka sukai. Selama 10 tahun ia berjuang keras melawan keinginan orangtuanya untuk mengawinkan dia dengan pemuda itu. Tatkala desakan dan paksaan orangtuanya memuncak, Rosa segera mengikrarkan kaul keperawanan dan masuk Ordo Ketiga Santo Dominikus. Sebagaimana biasa, ordo ketiga itu tidak menuntut anggota-anggotanya menjalani kehidupan di dalam biara; sebaliknya membiarkan mereka tetap menjalani kehidupannya ditengah-tengah masyarakat. Rosa pun tetap tinggal bersama orangtuanya sambil dengan tekun menghayati panggilannya.
Rosa mendirikan sebuah pondok di kebunnya dan hidup di sana sebagai seorang pertapa sampai berusia 28 tahun. Cara hidup Rosa sangat keras. Ia lebih banyak menggunakan waktunya untuk berdoa dan bertapa. Waktu malam ia hanya tidur selama dua jam. Ia tidur di atas ranjang yang ditaburinya dengan pecahan-pecahan kaca. Tudung kepalanya sangat kasar; makanannya sangat sedikit berupa roti untuk jangka waktu dua-tiga minggu. Pantang dan puasa yang keras ini membuat badannya sangat lemah.
Rosa dipandang sebagai wanita kudus yang luar biasa dengan suatu corak hidup yang luar biasa pula. Cara hidupnya yang diwarnai dengan penyiksaan diri yang heroik itu sulit ditiru wanita kudus lainnya, bahkan semua orang lain.
Selama tiga tahun terakhir hidupnya, Rosa tinggal di rumah Don Gonzalo de Massa, seorang pegawai pemerintah yang isterinya mengenal baik Rosa. Di sana pula, Rosa menghembuskan nafasnya terakhir pada tanggal 24 Agustus 1617 di Lima. Ia dinyatakan ‘kudus’ oleh Sri Paus Klemens X (1670-1676) pada tanggal 12 April 1671.
Santo Filipus Benizi, Pengaku Iman
Filipus Benizi lahir di Florence, Italia pada tanggal 15 Agustus 1233. Hari kelahirannya, yang bertepatan dengan Pesta Santa Maria Diangkat ke Surga, merupakan suatu tanda awal bagi panggilan hidupnya di kemudian hari.
Pada masa mudanya, Filipus belajar di Universitas Paris dan Padua hingga meraih gelar sebagai seorang dokter dan ahli filsafat. Sebagai seorang dokter, ia mempunyai perhatian besar pada orang-orang sakit terutama yang miskin dan melarat. Para pasien yang ditanganinya senantiasa memperoleh peneguhan batin dalam menanggung beban penderitaannya. Di samping memberikan obat-obatan, Filipus juga selalu mendoakan para pasiennya.
Tuhan mempunyai suatu rencana khusus untuk Filipus. Tuhan mau menjadikannya seorang ‘dokter’ bagi jiwa-jiwa kaum beriman. Sekali peristiwa ketika menghadiri kurban misa di gereja biara Hamba-hamba Santa Perawan Maria, ia tersentuh oleh bacaan Kisah para Rasul yang mengisahkan tentang suruhan Roh Kudus pada Filipus untuk mentobatkan Sida-sida dari Etiopia. “Bangunlah dan berangkatlah ke sebelah selatan, menurut jalan yang turun dari Yerusalem ke Gaza ….. Pergilah ke situ dan dekatilah kereta itu!”
Kata-kata suruhan Roh Kudus itu terus mendengung dalam batinnya dan mendesak dia untuk berbuat yang sama seperti Filipus dalam bacaan itu. Ia pun kemudian mengajukan permohonan untuk masuk novisiat tarekat Hamba-hamba Maria di Monte Senario. Permohonannya diterima oleh pimpinan tarekat itu. Filipus menjadi seorang bruder dalam tarekat itu dan bekerja sebagai tukang masak dan tukang kebun. Pimpinan biara sangat senang dengan dia karena kerajinannya, terlebih karena kepandaiannya dalam berbagai ilmu dan kefasihannya berbicara bahasa Latin. Oleh karena semuanya itu, Filipus kemudian dikirim belajar teologi untuk menjadi imam. Filipus yang rendah hati itu taat pada rencana pimpinannya, meskipun ia lebih senang hanya menjadi seorang bruder.
Setelah menyelesaikan studi teologinya, Filipus ditahbiskan menjadi imam. Delapan tahun kemudian ia terpilih sebagai pemimpin tertinggi tarekatnya. Ia sendiri menolak jabatan mulia itu, namun dalam suatu penglihatan ajaib, Filipus ditegur oleh Roh Kudus: “Filipus, janganlah engkau melawan Roh Kudus. Akulah yang memilih engkau dari dunia ini untuk menjadi gembala bagi kawanan ini”.
Filipus dengan semangat tinggi membina tarekat Hamba-hamba Santa Perawan Maria, sambil tetap memperhatikan orang-orang miskin dan melarat. Suatu hari ia berpapasan dengan seorang pengemis kusta yang meminta sedekah dari padanya. Karena ia tidak membawa apaapa, maka ia membuka mantelnya untuk pengemis itu. Tetapi anehnya bahwa pengemis itu tiba-tiba saja menghilang dari pandangannya. Lalu tahulah dia bahwa pengemis itu adalah Yesus yang menjelma dalam rupa seorang pengemis.
Ketika Paus Klemens IV wafat, Filipus Benizi dicalonkan sebagai pengganti. Mendengar itu, ia segera menyingkir ke pegunungan dan tinggal di sana selama tiga bulan hingga terpilih seorang paus baru. Setelah Gregorius X terpilih menggantikan Klemens IV, barulah ia kembali ke biaranya. Atas dorongan Roh Kudus, ia menjelajahi seluruh Eropa dan sebagian Asia untuk berkotbah. Di beberapa tempat, ia berhasil memulihkan hubungan yang retak antar para bangsawan. Ia juga banyak membuat mujizat sehingga banyak orang percaya padanya.
Filipus meninggal dunia pada tanggal 23 Agustus 1285. Pada tahun 1671 ia dinyatakan ‘kudus’ oleh Paus Klemens X (1670-1676).
Diambil dari:
Liturgia Verbi, www.live.sandykusuma.info