Sabtu,15 Agustus 2015
Sabtu Pekan Biasa XIX
15 Agustus 2015
_________________________________________________
Bacaan Pertama
Yos 24:14-29
“Pilihlah pada hari ini, kalian mau beribadah kepada siapa!”
Pembacaan dari Kitab Yosua:
Menjelang wafatnya Yosua berkata kepada umat Israel,
“Hendaklah kalian takwa dan beribadahlah kepada Tuhan
dengan tulus ikhlas dan setia.
Jauhkanlah dewa-dewa
yang kepadanya nenek moyangmu beribadah
di seberang sungai Efrat dan di Mesir,
dan beribadahlah kepada Tuhan.
Tetapi jika kalian menganggap tidak baik
untuk beribadah kepada Tuhan,
pilihlah pada hari ini kalian mau beribadah kepada siapa.
Kepada dewa-dewa yang kepadanya nenek moyangmu beribadah
di seberang sungai Efrat,
atau kepada dewa orang Amori yang negerinya kalian diami ini?
Tetapi aku dan seisi rumahku, kami akan beribadah kepada Tuhan.”
Maka bangsa itu menjawab,
“Jauhlah daripada kami meninggalkan Tuhan
untuk beribadah kepada allah lain!
Sebab Tuhan, Allah kita,
Dialah yang telah menuntun kita dan nenek moyang kita
dari tanah Mesir, dari rumah perbudakan;
Dialah yang telah melakukan tanda-tanda mujizat yang besar ini
di depan mata kita sendiri,
dan yang telah melindungi kita sepanjang jalan yang kita tempuh,
dan di antara semua bangsa yang kita lalui.
Tuhanlah yang telah menghalau semua bangsa dan orang Amori,
penduduk negeri ini,
dari depan kita.
Kami pun akan beribadah kepada Tuhan, sebab Dialah Allah kita.”
Tetapi Yosua berkata,
“Kalian tidaklah sanggup beribadah kepada Tuhan,
sebab Dia itu Allah yang kudus, Allah yang cemburu.
Dia takkan mengampuni kesalahan dan dosamu.
Apabila kalian meninggalkan Tuhan,
dan beribadah kepada allah lain,
maka Ia akan berbalik dari padamu
dan melakukan yang tidak baik bagimu
serta membinasakan kalian,
sekalipun dahulu Ia melakukan yang baik bagimu.”
Tetapi bangsa itu berkata kepada Yosua,
“Tidak! Hanya kepada Tuhan saja kami akan beribadah.”
Kemudian berkatalah Yosua,
“Kalianlah saksi terhadap kalian sendiri,
bahwa kalian telah memilih Tuhan untuk beribadah kepada-Nya.”
Jawab mereka, “Ya, kami saksi!”
“Maka sekarang
jauhkanlah dewa-dewa asing yang ada di tengah-tengahmu!
Dan condongkanlah hatimu kepada Tuhan, Allah Israel.”
Lalu bangsa itu menjawab,
“Kepada Tuhan, Allah kita, kami akan beribadah.
Dan sabda-Nya akan kami dengarkan.”
Pada hari itu juga Yosua mengikat perjanjian dengan bangsa itu
dan membuat ketetapan serta peraturan bagi mereka di Sikhem.
Yosua menuliskan semuanya itu dalam kitab hukum Allah,
lalu ia mengambil batu besar dan mendirikannya di sana,
di bawah pohon besar, di tempat kudus Tuhan.
Kepada seluruh bangsa ia lalu berkata,
“Sesungguhnya batu inilah akan menjadi saksi terhadap kita,
sebab telah didengarnya segala sabda Tuhan
yang diucapkan-Nya kepada kita.
Sebab itu batu ini akan menjadi saksi terhadap kalian
supaya kalian jangan menyangkal Allahmu.”
Lalu Yosua melepas bangsa itu pergi,
dan masing-masing pulang ke milik pusakanya.
Dan sesudah peristiwa-peristiwa ini,
Yosua bin Nun, hamba Tuhan, meninggal dunia.
Umurnya seratus sepuluh tahun.
Demikianlah sabda Tuhan.
_________________________________________________
Mazmur Tanggapan
Mzm 16:1-2a.5.7-8.11,R:5a
Refren: Ya Tuhan, Engkaulah milik pusakaku.
*Jagalah aku, ya Allah, sebab pada-Mu aku berlindung.
Aku berkata kepada Tuhan, “Engkaulah Tuhanku,
Ya Tuhan, Engkaulah bagian warisan dan pialaku,
Engkau sendirilah yang meneguhkan bagian
yang diundikan kepadaku.
*Aku memuji Tuhan, yang telah memberi nasihat kepadaku,
pada waktu malam aku diajar oleh hati nuraniku.
Aku senantiasa memandang kepada Tuhan;
karena Ia berdiri di sebelah kananku, aku tidak goyah.
*Engkau memberitahukan kepadaku jalan kehidupan;
di hadapan-Mu ada sukacita berlimpah,
di tangan kanan-Mu ada nikmat yang abadi.
_________________________________________________
Bait Pengantar Injil
Mat 11:25
Terpujilah Engkau, Bapa, Tuhan langit dan bumi,
sebab misteri kerajaan Kaunyatakan kepada kaum sederhana.
_________________________________________________
Bacaan Injil
Mat 19:13-15
“Janganlah menghalang-halangi anak-anak datang kepada-Ku,
sebab orang-orang seperti merekalah yang empunya Kerajaan Surga.”
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius:
Sekali peristiwa orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus,
supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka
dan mendoakan mereka.
Tetapi murid-murid Yesus memarahi orang-orang itu.
Maka Yesus berkata,
“Biarkanlah anak-anak itu,
janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku.
Sebab orang-orang seperti merekalah
yang empunya Kerajaan Surga.”
Lalu Yesus meletakkan tangan-Nya atas mereka
dan kemudian Ia berangkat dari situ.
Demikianlah sabda Tuhan.
_________________________________________________
Renungan Injil
Hari ini, Sabtu minggu ke-3, adalah giliran saya membawakan Daily Fresh Juice.
Berikut renungannya.
Kali ini saya mengajak para orangtua yang telah memiliki anak,
atau yang akan memilikinya kelak di kemudian hari,
untuk merenungkan perihal anak-anak, pewaris kerajaan Surga.
Marilah kita awali
dengan melihat bagaimana penyu betina bertelur.
Ketika saatnya tiba,
penyu atau kura-kura laut itu pergi menuju pantai,
menggali pasir untuk menyimpan telurnya.
Setelah itu, penyu betina itu kembali ke laut,
dan tak pernah kembali lagi ke pantai
untuk menengok telur-telur itu menetas menjadi Tukik.
Telur-telur itu menetas tanpa dierami induknya.
Setelah menetas pun, tukik-tukik itu mesti berjuang tertatih-tatih menuju laut.
Dari ratusan telur, hanya belasan saja yang berhasil mencapai laut.
Sampai beranjak dewasa pun,
sangat mungkin para tukik itu tak tahu siapa ibu kandungnya,
apalagi bapaknya.
Seandainya ada kesempatan berjumpa pun
bisa jadi mereka tak menyadari
kalau yang dijumpainya itu adalah ibunya atau bapaknya.
Bersyukurlah kita bukan penyu,
yang senang membuat keturunan
tetapi tidak mau bertanggungjawab membesarkannya.
Sejahat-jahatnya kita,
sebagai manusia kita tetap mau membesarkan anak-anak kita,
menyediakan makan, pakaian, pendidikan dan sebagainya
bagi anak-anak kita.
Sebagaimana yang dikatakan Yesus
pada Injil Matius 7 ayat 7 sampai 9,
“Adakah seorang dari padamu
yang memberi batu kepada anaknya, jika anaknya meminta roti,
atau memberi ular, jika anaknya meminta ikan?”
Tetapi ada satu hal
yang seringkali terabaikan oleh para orangtua
yakni menerimakan berkat Tuhan bagi anak-anak kita.
Disadari atau pun tidak,
orangtua malahan seringkali menjadi penghalang tercurahnya berkat Tuhan bagi anak-anak itu.
Tengoklah perilaku para murid Yesus itu.
Mereka memarahi para orangtua yang membawa anak-anak mereka datang kepada Yesus.
Saya pernah lho,
mendengar seorang imam yang sedang memimpin misa,
menegur orangtua yang anaknya menangis saat homili,
barangkali karena suara tangisan anak itu
mengganggu ketenangan dan kekhusukan.
Apa yang selanjutnya terjadi?
Se minggu kemudian
saya melihat orangtua itu datang tanpa membawa anaknya,
entah dititipkan ke tetangga
atau bisa jadi ditinggalkan di rumah
tanpa pengawasan yang memadai.
Menurut saya, anak itu telah dihalang-halangi
untuk datang kepada Kristus.
Ada empat bagian utama yang kita dapatkan
ketika kita menghadiri perayaan Ekaristi pada hari Minggu, yakni:
yang pertama adalah mendengarkan sabda Tuhan,
dan yang kedua: mengenang kisah sengsara Kristus dan mengambil bagian dalam konsekrasi, yang secara transsubstansial
roti dan anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus.
Menyambut Kristus melalui komuni adalah yang ketiga,
serta yang ke-empat, menerima Berkat dan Tugas Perutusan.
Umumnya kita mendapatkan ke empat bagian utama itu,
tetapi anak-anak kita yang masih kecil
hanya mendapatkan bagian yang ke empat saja,
yakni menerima berkat Tuhan.
Anak-anak itu mendengar Bacaan Injil,
tetapi belum cukup untuk mendengarkan sabda Tuhan.
Sekali pun sampai merengek-rengek
mereka tetap belum diijinkan untuk menerima komuni.
Hanya bagian ke empat, yakni Berkat Tuhan sajalah yang dapat mereka terima.
Meninggalkan gereja segera setelah menerima komuni,
membuat anak-anak itu kehilangan kesempatan menerima berkat Tuhan,
dengan kata lain,
orangtuanya telah menghalang-halangi anak-anak itu datang kepada Tuhan.
Untuk memenuhi tuntutan duniawi,
saya bekerja mulai hari Senin sampai Jumat.
Ini menjadi alasan saya,
mengapa saya membawakan Daily Fresh Juice pada hari Sabtu.
Hari Minggu adalah hari kerja saya di ladang Tuhan.
Terkadang timbul perasaan tak enak hati,
mengapa untuk dunia saya bekerja full-time
sedangkan untuk Tuhan hanya se batas part time saja.
Terkadang saya mencoba menghibur diri sendiri,
“Ah, masih mendingan part time, daripada tidak sama sekali.”
Kondisi seperti ini saja masih sering menimbulkan benturan,
antara melaksanakan kegiatan pelayanan
atau menghantar anak-anak datang kepada Tuhan pada Perayaan Ekaristi.
Suatu ketika terjadi,
saya mesti meninggalkan gereja lebih segera
karena kepentingan yang mendesak.
Lalu saya memutuskan untuk meninggalkan gereja lebih awal,
segera selesai komuni.
Akibatnya, kami tidak menerima Berkat melalui tangan imam yang memimpin misa.
“Apa boleh buat?”
begitu yang terlintas di benak saya.
Mana bisa saya berkata demikian,
“Tuhan, minggu ini saya bolos ke gereja ya,
minggu depan saya bayar, ikut misa dua kali,
atau ngantre dua kali saat komuni.
Berkatnya double ya?”
Perasaan bersalah sangat terasa
ketika kami diam-diam menyelinap ke luar ruangan gereja,
sementara lagu komuni masih berkumandang.
Beberapa orang yang kami kenal memandangi kami
dengan tatapan tak percaya kalau kami melakukan hal bodoh itu.
Ketika kami tiba di tempat parkir,
Ya ampun, mobil kami tak bisa keluar,
terhalang banyak mobil lainnya.
Saya hanya bisa duduk melongo
menyaksikan orang-orang yang telah menerima berkat
pergi mendahului kami.
Lalu seorang kenalan datang menghampiri mobil kami,
“Lho, saya kira Pak sandy pulang duluan.”
Rupanya ia adalah salah satu yang memandangi kami
ketika kami menyelinap ke luar saat komuni.
Ini pasti ada malaikat Tuhan yang mendorong kenalan itu datang menghampiri kami.
Timbul perasaan menyesal di hati saya,
bukan hanya karena saya telah menghilangkan kesempatan
untuk menerima berkat Tuhan,
terlebih karena saya telah menggunakan pelayanan sebagai alasan
untuk membenarkan diri meninggalkan misa sebelum waktunya selesai,
dan saya telah menjadi penghalang bagi anak-anak saya untuk menerima berkat Tuhan.
Ini sama saja seperti anak muda,
yang dengan gembira mendapatkan tugas jaga parkir
tanpa mesti duduk berlama-lama di dalam gereja, dan tanpa hand phone pula,
tapi telah membuat orangtuanya juga senang, karena anaknya mau pergi ke gereja, dan bersedia melayani sebagai petugas parkir pula.
Padahal anak muda itu kehilangan kesempatan mendengarkan sabda Tuhan,
dan kehilangan kesempatan menerima berkat Tuhan.
Berlawanan dengan saya, yang menyelinap ke luar setelah menerima komuni,
anak muda itu menyelinap ke dalam untuk menerima komuni.
Sama saja.
Para Orangtua yang dikasihi Tuhan,
Bisa jadi benar, adalah pilihan kita
mau menerima berkat Tuhan atau tidak.
Tetapi jelas, bukanlah pilihan kita untuk menghalang-halangi anak-anak kita datang kepada Tuhan, dan menerima berkat Tuhan.
Anak-anak itu adalah anugerah Tuhan, sebagai buah dari cinta-kasih kita, orangtuanya.
Adalah kewajiban kita untuk membawa anak-anak itu datang kepada Tuhan dan menerima berkat.
Kita bukan penyu, dan bukan orangtua penyu.
Amin.
_________________________________________________
Peringatan Orang Kudus
Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga
Pada hari ini, kita merayakan peristiwa iman “Maria Diangkat Ke Surga”. Kita diajak Gereja untuk merenungkan perbuatan besar yang dikerjakan Allah bagi Maria, Bunda Kristus dan Bunda seluruh umat beriman. Kita percaya bahwa Maria telah dipilih Allah sejak awal mula untuk menjadi Bunda PuteraNya, Yesus Kristus. Untuk itu Allah menghindarkannya dari noda dosa asal dan mengangkatnya jauh di atas para malaekat dan orang-orang kudus.
Gereja percaya bahwa Allah mengangkat Maria ke surga dengan jiwa dan badan, karena peranannya yang luar bisa dalam karya penyelamatan dan penebusan Kristus. Kebenaran iman ini dimaklumkan sebagai dogma dalam Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus oleh Sri Paus Pius XII (1939-1958) pada tanggal 1 Nopember 1950. Maklumat ini dapat dipandang sebagai ‘mahkota’ perkembangan devosi dan teologi seputar masalah ini.
Dogma ini sama sekali tidak menentukan apa-apa sehubungan dengan kematian Maria. Tidak diketahui secara pasti apakah Perawan terberkati ini meninggal; tetapi kalau toh terjadi, kematiannya tentu tidak disertai dengan ketakutan dan penderitaan sebagaimana biasanya dialami manusia, bahkan sebaliknya diliputi ketenteraman dan kegembiraan sebagai suatu perpindahan dari dunia ke dalam keabadian. Dogma ini pada hakekatnya bertumpu pada iman umat sejak dahulu kala, bukannya pada satu teks Alkitab tertentu.
Dalam Konstitusi Apostolik itu, Sri Paus menyatakan: “Kami memaklumkan, menyatakan, dan menentukannya menjadi suatu dogma wahyu ilahi: bahwa Bunda Allah yang Tak Bernoda, Perawan Maria, setelah menyelesaikan hidupnya di dunia ini, diangkat dengan badan dan jiwa ke dalam kemuliaan surgawi”.
Di antara tahun 1849-1950, Vatikan dikirimi banyak sekali permohonan dari segala penjuru dunia agar kepercayaan akan Maria Diangkat ke Surga diumumkan secara resmi sebagai dogma. Pada tanggal 1 Mei 1946, Paus Pius XII (1939-1958) mengirim kepada para uskup sedunia Ensiklik Deiparae Virginis; di dalamnya paus menanyakan para uskup sedunia sejauh manakah mereka setuju agar dogma itu benarbenar dimaklumkan. Jawaban para uskup hampir senada, yaitu positif.
Paus bertitik tolak dari persatuan mesra antara Maria dengan Yesus, Puteranya, khususnya semasa Yesus masih kecil. Persatuan itu diyakini sebagai tidak mungkin tidak diteruskan selama-lamanya; tak mungkin Maria yang melahirkan Yesus dapat terpisah dari Yesus secara fisik. Selaku Puteranya, Yesus tentu menghormati ibuNya, bukan hanya BapaNya.
Tanda-tanda pertama ibadat kepada Santa Maria Diangkat ke Surga, ditemukan para ahli di kota Yerusalem dalam masa awal Gereja Kristen. Pesta Maria Diangkat ke Surga sudah populer sekali di kalangan Gereja Timur pada abad VIII.
Konsili Vatikan II bicara juga tentang Dogma Maria Diangkat ke Surga. Konsili mengatakan: “Akhirnya, sesudah menyelesaikan jalan kehidupannya yang fana, Perawan Tak Tercela, yang senantiasa kebal terhadap semua noda dosa asal, diangkat ke kejayaan surgawi dengan badan dan jiwanya” (LG No. 59). Dalam Lumen Gentium No. 68 tertulis: “Bunda Yesus telah dimuliakan di surga dengan badan dan jiwa, dan menjadi citra serta awal penyempurnaan Gereja di masa datang. Begitu pula dalam dunia ini – sampai tiba hari Tuhan (bdk. 2Ptr 3:10), ia bersinar gemilang sebagai tanda harapan yang pasti dan tanda hiburan bagi Umat Allah yang sedang berziarah”.
Yesus yang sungguh Allah dan sungguh Manusia sekarang bertakhta di surga sebagai Raja yang kepadaNya telah diserahkan segala kekuasaan di surga dan di dunia. Dan Maria, ibuNya yang menyertai Dia dengan setia dalam seluruh karyaNya di tengah-tengah manusia kini bertakhta juga di surga sebagai Ratu Surgawi, yang mendoakan kita di hadapan PuteraNya dan menolong kita dalam semua kedukaan kita. Di dalam Yesus dan Maria, keluhuran martabat manusia tampak dengan cemerlang. Kecemerlangan martabat manusia itu bukan terutama karena keagungan manusia di antara ciptaan lainnya melainkan terutama karena karya penebusan Yesus Kristus, Putera Maria, dan persatuan mesra denganNya.
Pengangkatan Maria ke Surga dengan badan dan jiwa menunjukkan juga kepada kita betapa tingginya nilai tubuh manusia di hadapan Allah karena penebusan Kristus dan persatuan erat mesra denganNya. Oleh penebusan dan persatuan itu, tubuh kita tidak sehina tubuh hewan karena sudah dikuduskan oleh Kristus. Oleh karena itu sudah sepantasnya kita menghormati tubuh kita dan tubuh orang lain. Sehubungan dengan itu, biasanya kita berdoa: “Bunda Maria yang tak bernoda, murnikanlah badanku dan sucikanlah jiwaku!”
_________________________________________________
Santo Tarsisius, Martir
Tarsisius dihormati Gereja sebagai pelindung para akolit dan pelayan Misa. Menurut tradisi abad ketiga, yang didasarkan pada sebuah syair dari Paus Santo Damascus (366-384), Tarsisius adalah seorang martir yang mati di tangan orang-orang kafir karena ia menolak menyerahkan Tubuh Kristus kepada anjing-anjing penindas itu. Sedangkan menurut tradisi abad keenam, Tarsisius dikenal sebagai seorang akolit muda yang ditugaskan membawa Komuni Kudus kepada orang-orang Kristen yang dipenjarakan selama masa penganiayaan yang dilancarkan oleh kaisar Valerianus (253-260). Penghormatan dan kebaktian kepada Sakramen Mahakudus didasarkan pada kesaksian iman Tarsisius. Tarsisius dikuburkan di pekuburan Santo Kallistus di Roma.
Diambil dari
Liturgia Verbi, www.live.sandykusuma.info