Hari Biasa, Pekan Biasa IX Selasa, 1 Juni 2021
Liturgia Verbi (B-I)
Hari Biasa, Pekan Biasa IX
Selasa, 1 Juni 2021
PW S. Yustinus, Martir
Ujud Evangelisasi – Keindahan Perkawinan.
Marilah kita berdoa bagi kaum muda yang sedang mempersiapkan perkawinan dengan dukungan komunitas Kristiani: semoga mereka bertumbuh dalam cinta, dengan kemurahan hati, kesetiaan dan kesabaran.
Ujud Gereja Indonesia – Pegiat dan pengguna media sosial.
Semoga semua pegiat dan pengguna media sosial dikaruniai keutamaan untuk dapat terus berkreasi menebarkan hal-hal positif dan terhindar dari hal-hal yang merugikan diri sendiri, keluarga, maupun masyarakat.
Bacaan Pertama
Tb 2:10-23
“Semakin aku diolesnya dengan obat, semakin buta mataku,
karena bintik-bintik putih itu.”
Pembacaan dari Kitab Tobit:
Pada malam sesudah menguburkan jenazah,
Aku, Tobit, membasuh diri.
Lalu aku pergi ke pelataran rumah
dan tidur dekat pagar temboknya.
Mukaku tidak tertudung karena udara panas.
Aku tidak tahu bahwa ada burung pipit di tembok
tepat di atas diriku.
Maka jatuhlah tahi hangat ke dalam mataku,
lalu muncullah bintik-bintik putih.
Aku pun lalu pergi kepada tabib untuk berobat.
Tetapi semakin aku diolesnya dengan obat,
semakin buta mataku karena bintik-bintik putih itu,
sampai buta sama sekali.
Empat tahun lamanya aku tidak dapat melihat.
Semua saudaraku merasa sedih karena aku.
Dua tahun lamanya aku dipelihara oleh Ahikar
sampai ia pindah ke kota Elumais.
Di masa itu isteriku Hana mulai memborong pekerjaan wanita.
Pekerjaan itu pun diantarkannya kepada para pemesan
dan ia diberi upahnya.
Pada suatu hari, yaitu tanggal tujuh bulan Dustrus,
diselesaikannya sepotong kain,
lalu diantarkannya kepada pemesan.
Seluruh upahnya dibayar,
dan ditambah juga seekor anak kambing jantan untuk dimakan.
Tetapi setibanya di rumahku anak kambing itu mengembik.
Maka aku memanggil isteriku dan bertanya,
“Dari mana anak kambing itu? Apa itu bukan curian?
Kembalikanlah kepada pemiliknya!
Sebab kita tidak boleh makan barang curian!”
Sahut isteriku,
“Kambing itu diberikan kepadaku sebagai tambahan upah.”
Tetapi aku tidak percaya kepada isteriku.
Maka kusuruh dia
mengembalikan anak kambing itu kepada pemiliknya.
Karena perkara itu, aku sangat malu karena isteriku.
Tetapi dia membantah, katanya, “Apa gunanya kebajikanmu?
Apa faedahnya semua amalmu itu?
Lihat saja apa gunanya bagimu!”
Demikianlah sabda Tuhan.
Mazmur Tanggapan
Mzm 112:1-2.7bc-8.9,R:7c
Refren: Hati orang jujur teguh,
penuh kepercayaan kepada Tuhan.
*Berbahagialah orang yang takwa pada Tuhan,
yang sangat suka kepada segala perintah-Nya.
Anak cucunya akan perkasa di bumi;
keturunan orang benar akan diberkati.
*Ia tidak takut kepada kabar buruk,
hatinya tabah, penuh kepercayaan kepada Tuhan.
Hatinya teguh, ia tidak takut.
Sehingga ia mengalahkan para lawannya.
*Ia murah hati, orang miskin diberinya derma;
kebajikannya tetap untuk selama-lamanya,
tanduknya meninggi dalam kemuliaan.
Bait Pengantar Injil
Ef 1:17-18
Semoga Bapa Tuhan kita Yesus Kristus
menerangi mata budi kita
agar kita mengenal harapan panggilan kita.
Bacaan Injil
Mrk 12:13-17
“Berikanlah kepada kaisar apa yang menjadi hak kaisar,
dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah.”
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Markus:
Pada waktu itu
beberapa orang Farisi dan Herodian disuruh menghadap Yesus,
untuk menjerat Dia dengan suatu pertanyaan.
Orang-orang itu datang dan berkata kepada-Nya,
“Guru, kami tahu, Engkau adalah seorang yang jujur.
Engkau tidak takut kepada siapa pun,
sebab Engkau tidak mencari muka,
tetapi dengan jujur mengajar jalan Allah.
Nah, bolehkah kita membayar pajak kepada Kaisar atau tidak?
Tetapi Yesus mengetahui kemunafikan mereka,
lalu berkata kepada mereka, “Mengapa kamu mencobai Aku?
Tunjukkanlah suatu dinar untuk Kulihat!”
Mereka menunjukkan sekeping dinar.
Lalu Yesus bertanya, “Gambar dan tulisan siapakah ini?”
Jawab mereka, “Gambar dan tulisan Kaisar.”
Maka kata Yesus kepada mereka,
“Berikanlah kepada Kaisar apa yang menjadi hak Kaisar,
dan kepada Allah apa yang menjadi hak Allah!”
Mereka sangat heran mendengar Dia.
Demikianlah sabda Tuhan.
Renungan Injil
Persaudaraan adalah intisari dari relasi seseorang dengan orang lainnya, terlepas apakah di antara mereka itu terdapat hubungan sedarah, kandung atau tidak, persaudaraanlah yang membangun relasi di antara mereka.
Dalam lingkup yang lebih luas, di dalam keluarga, dalam suatu komunitas, persaudaraan adalah perekat di antara para anggotanya.
Maka dari itulah kita menggunakan istilah “saudara-saudara” ketika mengawali perbincangan karena yang akan mendengarkan kita anggap sebagai saudara, bukan orang asing apalagi musuh.
Agar persaudaraan tetap dapat dipelihara, maka seringkali ditetapkan hak dan kewajiban bagi anggota-anggotanya.
Hak adalah sesuatu yang boleh kita terima, sedangkan kewajiban adalah sesuatu yang mesti kita berikan.
Hak dan kewajiban masing-masing anggota bisa jadi saja berbeda-beda tergantung masing-masing perannya, tetapi antara hak dan kewajiban itu sendiri hendaknya seimbang, jangan ada yang lebih atau kurang.
Jika hak melebihi kewajiban maka akan menimbulkan irihati orang.
Jika kewajiban yang lebih, maka timbul keberatan di hati karena memberi lebih dari yang diterima.
Tetapi semuanya itu berlaku hanya di dunia ini saja.
Makanya Yesus tidak melarang orang membayar pajak kepada kaisar, oleh karena hak dan kewajiban tadi.
Sebagai warganegara kita memiliki hak dan sekaligus kewajiban.
Sebagai warga gereja kita juga memiliki hak dan kewajiban.
Tetapi dalam kerajaan Surga, ketentuan hak dan kewajiban ini tidak berlaku.
Dalam kerajaan Surga, tidak ada hak yang dapat kita tuntut.
Yang ada adalah permohonan untuk menerima sesuatu, terserah kepada yang memberi, tak ada tuntutan.
Begitu juga dengan kewajiban, tak ada yang wajib kita berikan untuk kepentingan Surga mau pun Tuhan.
Memang ada banyak hal yang wajib kita lakukan, tetapi seluruhnya demi kepentingan kita sendiri, demi keselamatan kita sendiri.
Mengapa bisa demikian?
Ya, karena tidak ada kewajiban yang mesti dikerjakan oleh Allah.
Allah menolong manusia bukan karena kewajiban-Nya melainkan karena kasih-Nya dan karena memang Allah menghendaki berbuat demikian.
Tetapi apa hak Allah?
Waduh, kalau pertanyaan ini maka jawabanya adalah “apa saja”.
Allah berhak atas segala-galanya, apa saja, dan tanpa syarat.
Allah berhak menggunakan kuasa-Nya untuk apa saja, tanpa pelu meminta ijin dari pihak lain.
Kuasa-Nya yang tanpa batas inilah menjadi alasan bagi kita untuk menggantungkan hidup kita kepada-Nya, yakni dengan menjadi percaya hanya kepada-Nya serta menjalankan apa pun yang diperintahkan-Nya kepada kita.
Itulah persaudaraan secara ilahi.
Peringatan Orang Kudus
Santo Yustinus, Martir
Yustinus lahir dari sebuah keluarga kafir di Nablus, Samaria, Asia Kecil pada permulaan abad kedua kira-kira pada kurun waktu meninggalnya Santo Yohanes Rasul.
Yustinus mendapat pendidikan yang baik semenjak kecilnya. Kemudian ia tertarik pada pelajaran filsafat untuk memperoleh kepastian tentang makna hidup ini dan tentang Allah. Suatu ketika ia berjalanjalan di tepi pantai sarnbil merenungkan berbagai soal. la bertemu dengan seorang orang-tua. Kepada orang-tua itu, Yustinus menanyakan berbagai soal yang sedang direnungkannya. Orang-tua itu menerangkan kepadanya segala hal tentang para nabi Israel yang diutus Allah, tentang Yesus Kristus yang diramalkan para nabi serta tentang agama Kristen. Ia dinasihati agar berdoa kepada Allah memohon terang surgawi.
Di samping filsafat, ia juga belajar Kitab Suci. Ia kemudian dipermandikan dan menjadi pembela kekristenan yang tersohor. Sesuai kebiasaan di zaman iru, Yustinus pun mengajar di tempat-tempat umum, seperti alun-alun kota, dengan mengenakan pakaian seorang filsuf. Ia juga menulis tentang berbagai masalah, terutama yang menyangkut pembelaan ajaran iman yang benar. Di sekolahnya di Roma, banyak kali diadakan perdebatan umum guna membuka hati banyak orang bagi kebenaran iman kristen.
Yustinus bangga bahwa ia menjadi seorang kristen yang saleh, dan ia bertekad meluhurkan kekristenannya dengan hidupnya. Dalam bukunya, “Percakapan dengan Tryphon Yahudi”, Yustinus menulis: “Meski kami orang Kristen dibunuh dengan pedang, disalibkan, atau dibuang ke moncong-moncong binatang buas, ataupun disiksa dengan belenggu dan api, kami tidak akan murtad dari iman kami. Sebaliknya, semakin hebat penyiksaan, semakin banyak orang demi nama Yesus, bertobat dan menjadi orang saleh”.
Di Roma, Yustinus ditangkap dan bersama para martir lainnya dihadapkan ke depan penguasa Roma. Setelah banyak disesah, kepala mereka dipenggal. Perisitiwa itu terjadi pada tahun 165. Yustinus dikenal sebagai seorang pembela iman terbesar pada zaman Gereja Purba.
Santo Simeon, Pengaku Iman
Simeon menempuh pendidikan di Konstantinopel dan hidup bertapa di tepi sungai Yordan. Pria berdarah Yunani ini kemudian menjadi rahib di biara Betlehem dan Gunung Sinai. Ia lebih suka hidup menyendiri dan menetap di seputar pantai Laut Merah dan di puncak gunung. Namun kemudian pemimpin biara mengutusnya ke Prancis. Setelah menjelajahi berbagai daerah, ia secara sukarela hidup terkunci di dalam sebuah bilik di suatu biara di Trier, Jerman sampai saat kematiannya.
Santo Johannes Storey, Martir
Yohannes Storey hidup antara tahun 1510-1571. Anggota parlemen Inggris ini sama sekali menolak mengakui Ratu Elisabeth I sebagai kepala Gereja. Akibatnya ia dipenjarakan. Namun sempat lolos dan melarikan diri ke Belgia. Dengan tipu muslihat, ia dibawa kembali ke Inggris dan digantung hingga menghembuskan nafasnya di London.
Santo Pamphilus dari Sesarea, Martir
Pamphilus lahir di Berytus, Phoenicia (sekarang: Beirut, Lebanon) pada tahun 240 dari sebuah keluarga terkemuka dan kaya. Pamphilus mempunyai minat dan bakat besar dalam masalah-masalah sekular di Berytus sambil meneruskan studi teologi di Sekolah Kateketik Aleksandria yang tersohor namanya di bawah bimbingan Pierius, pengganti Origenes. Dari Aleksandria ia pergi ke Sesarea, ibukota Palestina. Tak lama setelah ia tiba di Sesarea, ia ditahbiskan menjadi imam oleh Uskup Agapius. Ia menetap di sana dan teguh membela iman Kristen selama masa penganiayaan orang-orang Kristen sampai hari kematiannya sebagai martir sekitar tahun 309/310.
Pamphilus seorang imam, dosen, ekseget, dan pengumpul buku-buku yang bernilai tinggi. Dengan buku-buku yang berhasil dikumpulkannya, ia mengorganisir dan mengembangkan perpustakaan besar yang telah dirintis oleh Origenes. Perpustakaan ini berguna sekali bagi berbagai studi tentang Gereja. Dengan keahliannya di bidang teologi dan kitab suci, ia membimbing sekelompok pelajar dalam studi Kitab Suci. Eusebius, salah seorang muridnya – yang kemudian dijuluki ‘Bapa Sejarah Gereja’ – sangat akrab dengannya. Bersama dia, Phamphilus menulis sebuah biografi tentang gurunya (buku biografi ini telah hilang) sambil terus mengembangkan perpustakaan Sesarea di atas. Ia memusatkan perhatian pada pengumpulan teks-teks Alkitab beserta komentar-komentarnya sehingga koleksinya menjadi sumber informasi penting bagi penerbitan suatu versi penulisan Kitab Suci yang secara tekstual lebih tinggi daripada versi-versi lainnya pada masa itu. Koleksi teks-teks Kitab Suci dan buku-buku lainnya di dalam perpustakaan ini merupakan sumbangannya yang utama bagi Gereja, karena memberikan data yang lengkap dan terpercaya tentang literatur-literatur Kristen perdana. Karya Santo Hieronimus dan Eusebius di bidang Sejarah Gereja dan Kitab Suci didasarkan pada informasi yang disediakan di dalam perpustakaan Pamphilus ini. Sayang sekali bahwa perpustakaan ini dan semua buku yang ada di dalamnya dirusakkan oleh orang-orang Arab pada abad ketujuh.
Kira-kira antara tahun 307 dan 308, Pamphilus ditangkap, dipenjarakan, dan disiksa karena imannya. Sementara berada di penjara, ia bersama Eusebius – yang juga dipenjarakan – menulis sebuah apologi untuk rnembela Origenes; sebagian fragmen dari tulisan ini kini masih ada. Karena ia menolak untuk membawa korban kepada dewa-dewa kafir selama aksi penganiayaan oleh Maximinus Daza, ia dipenggal kepalanya antara tahun 309 atau 310.
Santo Ahmed, Martir
Ahmed adalah saudara Almansur, kepala negeri Lerida di Spanyol. Bersama dengan kedua adiknya Zaida dan Zoraida, Ahmed bertobat mengikuti Kristus dan dipermandikan menjadi Kristen, masing-masing dengan nama permandian: Bernard, Maria dan Gracia. Setelah menjadi Kristen ketiga kakak-beradik ini berusaha mengkristenkan Almansur, kakak mereka, tetapi tindakan mereka ini justru mengakibatkan kematian mereka sebagai martir. Mereka ditangkap dan diserahkan ke tangan algojo untuk dibunuh.
Diambil dari:
http://liturgia-verbi.blogspot.co.id/