Kamis, 27 Agustus 2015

PW S. Monika
27 Agustus 2015

PW S. Monika

______________________________________________________
Bacaan Pertama
1Tes 3:7-13

“Semoga Tuhan membuat kalian berkelimpahan dalam kasih persaudaraan.”

Pembacaan dari Surat Pertama Rasul Paulus kepada Jemaat di Tesalonika:

Saudara-saudara,
dalam segala kesesakan dan kesukaran
kami merasa terhibur oleh kalian dan iman kalian.
Sekarang kami hidup kembali,
asal saja kalian teguh berdiri dalam Tuhan.

Sebab ucapan syukur apakah
yang dapat kami persembahkan kepada Allah
atas segala sukacita
yang kami peroleh dari padamu di hadapan Allah kita?
Siang malam kami berdoa sungguh-sungguh,
supaya kita dapat bertemu muka
dan menambahkan apa yang masih kurang pada imanmu.
Semoga Allah dan Bapa kita, dan Yesus, Tuhan kita,
membukakan kami jalan kepadamu.
Semoga Tuhan membuat kalian bertambah
dan berkelimpahan kasih satu sama lain
dan dalam kasih terhadap semua orang,
seperti kami pun menaruh kasih kepada kalian.
Semoga Ia menguatkan hatimu,
supaya tak bercacat dan kudus di hadapan Allah dan Bapa kita
pada waktu kedatangan Yesus, Tuhan kita,
bersama semua orang kudus-Nya.

Demikianlah sabda Tuhan.

______________________________________________________
Mazmur Tanggapan
Mzm 90:3-4.12-13.14.17,

Refren: Penuhilah kami dengan kasih setia-Mu, ya Tuhan,
supaya kami bersukacita.

*Tuhan, Engkau mengembalikan manusia kepada debu,
hanya dengan berkata, “Kembalilah, hai anak-anak manusia!”
Sebab di mata-Mu seribu tahun sama seperti hari kemarin,
atau seperti satu giliran jaga di waktu malam.

*Ajarlah kami menghitung hari-hari kami,
hingga kami beroleh hati yang bijaksana.
Kembalilah, ya Tuhan, — berapa lama lagi? —
dan sayangilah hamba-hamba-Mu!

*Kenyangkanlah kami di waktu pagi dengan kasih setia-Mu,
supaya kami bersorak-sorai dan bersukacita sepanjang hayat.
Kiranya kemurahan Tuhan melimpah atas kami!
Teguhkanlah perbuatan tangan kami,
ya, perbuatan tangan kami, teguhkanlah!

______________________________________________________
Bait Pengantar Injil
Luk 7:16

Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,
dan Allah mengunjungi umat-Nya.

______________________________________________________
Bacaan Injil
Luk 7:11-17

“Hai Pemuda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!”

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas:

Sekali peristiwa
Yesus pergi ke suatu kota yang bernama Nain.
Para murid serta banyak orang pergi bersama Dia.
Ketika Yesus mendekati pintu gerbang kota,
ada orang mati diusung ke luar,
yaitu anak laki-laki tunggal seorang ibu yang sudah janda,
dan banyak orang kota itu menyertai janda tersebut.

Melihat janda itu,
tergeraklah hati Tuhan oleh belas kasihan.
Lalu Tuhan berkata kepadanya, “Jangan menangis!”
Dihampiri-Nya usungan jenazah itu dan disentuh-Nya.
Maka para pengusung berhenti.
Tuhan berkata,
“Hai Pemuda, Aku berkata kepadamu, bangkitlah!”
Maka bangunlah pemuda itu, duduk dan mulai berbicara.
Lalu Yesus menyerahkannya kepada ibunya.

Semua orang itu ketakutan,
dan mereka memuliakan Allah sambil berkata,
“Seorang nabi besar telah muncul di tengah-tengah kita,”
dan, “Allah telah mengunjungi umat-Nya.”
Maka tersiarlah kabar tentang Yesus di seluruh Yudea
dan di seluruh daerah sekitarnya.

Demikianlah sabda Tuhan.

______________________________________________________
Renungan Injil
Pada Bacaan Injil hari ini dikisahkan seorang ibu yang sudah janda mesti merelakan anak tunggalnya diusung ke tempat pemakaman.
Ibu itu telah kehilangan suaminya, dan kini mesti kehilangan anak satu-satunya.
Hati Yesus tergerak oleh belas kasihan lalu membangkitkan anak itu dari kematiannya.

Saya rasa Yesus tidak bermaksud untuk mengacaukan atau pun merusak tatanan yang telah ditetapkan Tuhan bahwa setiap orang akan menghadapi ajalnya, melainkan karena belas kasihan Yesus yang begitu besar, dan ini sekaligus sebagai petunjuk bahwa Tuhan dapat melakukan apa saja, jika memang itu merupakan kehendak-Nya.
Yesus membatalkan kematian anak laki-laki itu, atau lebih tepatnya menunda kematian anak laki-laki itu, sehingga masih tersisa kesempatan bagi anak itu untuk mempersiapkan kehidupan setelah kematian duniawi dengan lebih baik.
Tentu tidak semua orang mendapat kesempatan kedua seperti anak laki-laki itu.
Oleh karenanya kita mesti memanfaatkan sebaik-baiknya kesempatan pertama yang masih ada pada kita ini.

Tak dapat dihindari, ada saatnya sanak saudara kita akan pergi mendahului kita, menghadapi kematian.
Saat itulah timbul dukacita bagi keluarga yang ditinggalkannya, tetapi sesungguhnya merupakan sukacita bagi yang meninggal dunia karena akan segera berjumpa dengan Bapa di Surga.
Jika demikian halnya, janganlah kita menghalang-halangi seseorang yang hendak pergi dan datang kepada Bapa di Surga.

Tidak jarang terjadi, pemakaman atau kremasi ditunda gara-gara masih menunggu saudaranya yang belum tiba, atau gara-gara masih belum ikhlas melepaskan kepergiannya.
Ikatan silahturahmi dijadikan penghambat perjalanan orang yang meninggal itu.
Seringkali pula terjadi, ritual yang unik-unik dilakukan, harus begini harus begitu, tidak boleh ini tidak boleh itu, seolah-olah si pembuat aturan itu tahu persis perjalanan menuju Surga padahal ia sendiri belum mengalaminya.

Kita perlu mendoakan saudara yang meninggal dunia, bukan yang meninggal dunia yang berdoa untuk kita, apalagi untuk kepentingan duniawi kita.
Kita berdoa agar hati Tuhan tergerak oleh belas kasihan, lalu meringankan beban dengan mengaruniakan pengampunan atas dosa-dosa yang pernah diperbuat, serta menunjukkan jalan yang benar menuju Surga.
Kita bukanlah Yesus Kristus, yang memiliki autoritas untuk membelokkan jalan apalagi merusak tatanan yang telah ditetapkan Tuhan.
Kita adalah manusia yang dikasihi Tuhan, yang oleh kasih-Nya itu kita boleh memiliki iman dan harapan.

Oleh sebab itu, ketika dukacita tak lagi dapat dibendung karena ada saudara yang meninggal dunia, apa pun yang dapat kita perbuat, hendaknya kita perbuat itu demi kepentingan yang meninggal dunia, bukan kepentingan yang ditinggalkan.

Beberapa kali saya pernah menulis, segala amal perbuatan kita semasa hidup di dunia ini dinilai saat kita meninggal dunia, secara kasat mata dapat diukur dari seberapa banyak yang datang untuk melayat.
Tetapi itu adalah penilaian manusia, bukan penilaian dari Tuhan.
Bisa jadi saja banyak orang melayat orang jahat yang meninggal dunia, mungkin karena kedudukan atau kekayaannya.
Dan kita telah mengetahui ukuran yang digunakan Tuhan untuk menilai kita.
Artinya, sesungguhnya kita bisa memperoleh nilai A (istimewa) pada saatnya nanti, itu kalau kita mau.

______________________________________________________
Peringatan Orang Kudus
Santa Monika, Janda
Monika, ibu Santo Agustinus dari Hippo, adalah seorang ibu teladan. Iman dan cara hidupnya yang terpuji patut dicontoh oleh ibu-ibu Kristen terutama mereka yang anaknya tersesat oleh berbagai ajaran dan bujukan dunia yang menyesatkan. Riwayat hidup Monika terpaut erat dengan hidup anaknya Santo Agustinus yang terkenal bandel sejak masa mudanya. Monika lahir di Tagaste, Afrika Utara dari sebuah keluarga Kristen yang saleh dan beribadat. Ketika berusia 20 tahun, ia menikah dengan Patrisius, seorang pemuda kafir yang cepat panas hatinya.
Dalam kehidupannya bersama Patrisius, Monika mengalami tekanan batin yang hebat karena ulah Patrisius dan anaknya Agustinus. Patrisius mencemoohkan dan menertawakan usaha keras isterinya mendidik Agustinus menjadi seorang pemuda yang luhur budinya.  Namun semuanya itu ditanggungnya dengan sabar sambil tekun berdoa untuk memohon campur tangan Tuhan. Bertahun-tahun lamanya tidak ada tanda apa pun bahwa doanya dikabulkan Tuhan. Baru pada saat-saat terakhir hidupnya, Patrisius bertobat dan minta dipermandikan. Monika sungguh bahagia dan mengalami rahmat Tuhan pada saat-saat kritis hidup suaminya.
Ketika itu Agustinus berusia 18 tahun dan sedang menempuh pendidikannya di kota Kartago. Cara hidupnya semakin menggelisahkan hati ibunya karena telah meninggalkan imannya dan memeluk ajaran Manikeisme yang sesat itu. Lebih dari itu, di luar perkawinan yang sah, ia hidup dengan seorang wanita hingga melahirkan seorang anak yang diberi nama Deodatus. Untuk menghindarkan diri dari keluhan ibunya, Agustinus pergi ke Italia. Namun ia sama sekali tidak luput dari doa dan air mata ibunya.
Monika berlari meminta bantuan kepada seorang uskup. Kepadanya uskup itu berkata: “Pergilah kepada Tuhan! Sebagaimana engkau hidup, demikian pula anakmu, yang baginya telah kau curahkan begitu banyak air mata dan doa permohonan, tidak akan binasa. Tuhan akan mengembalikannya kepadamu”. Nasehat pelipur lara itu tidak dapat menenteramkan batinnya. Ia tidak tega membiarkan anaknya lari menjauhi dia, sehingga kemudian ia menyusul anaknya ke Italia. Di sana ia menyertai anaknya di Roma maupun di Milano. Di Milano, Monika berkenalan dengan Uskup Santo Ambrosius. Akhirnya oleh teladan dan bimbingan Ambrosius, Agustinus bertobat dan bertekad untuk hidup hanya bagi Allah dan sesamanya. Saat itu bagi Monika merupakan puncak dari segala kebahagiaan hidupnya. Hal ini terlukis di dalam kesaksian Agustinus sendiri perihal perjalanan mereka pulang ke Afrika: “Kami berdua terlibat dalam pembicaraan yang sangat menarik, sambil melupakan liku-liku masa lampau dan menyongsong hari depan. Kami bertanya-tanya, seperti apakah kehidupan para suci di surga. Dan akhirnya dunia dengan segala isinya ini tidak lagi menarik bagi kami. Ibu berkata: “Anakku, bagi ibu sudah tidak ada sesuatu pun di dunia ini yang memikat hatiku. Ibu tidak tahu untuk apa mesti hidup lebih lama. Sebab, segala harapan ibu di dunia ini sudah terkabul”. Dalam tulisan lain, Agustinus mengisahkan pembicaraan penuh kasih antara dia dan ibunya di Ostia: “Sambil duduk di dekat jendela dan memandang ke laut biru yang tenang, ibu berkata: “Anakku, satu-satunya alasan yang membuat aku masih ingin hidup sedikit lebih lama lagi ialah aku mau melihat engkau menjadi seorang Kristen sebelum aku menghembuskan nafasku. Hal itu sekarang telah dikabulkan Allah, bahkan lebih dari itu, Allah telah menggerakkan engkau untuk mempersembahkan dirimu sama sekali kepadaNya dalam pengabdian yang tulus kepadaNya. Sekarang apa lagi yang aku harapkan?”
Beberapa hari kemudian, Monika jatuh sakit. Kepada Agustinus, ia berkata: “Anakku, satu-satunya yang kukehendaki ialah agar engkau mengenangkan daku di altar Tuhan”. Monika akhirnya meninggal di Ostia, Roma. Teladan hidup Santa Monika menyatakan kepada kita bahwa doa yang tak kunjung putus, tak dapat tiada akan didengarkan Tuhan.
Diambil dari:
Liturgia Verbi, www.live.sandykusuma.info

Leave a Reply

*

captcha *