Hari Biasa Pekan Prapaskah I Kamis, 14 Maret 2019

Liturgia Verbi (C-I)
Hari Biasa Pekan Prapaskah I

Kamis, 14 Maret 2019

 

 


Bacaan Pertama
T.Est 4:10a.10c-12.17-19

“Padaku tidak ada seorang penolong selain Engkau, ya Tuhan.”

Pembacaan dari Kitab Ester:

Di kala bahaya maut menyerang,
Ratu Ester pun berlindung pada Tuhan.
Ia mohon kepada Tuhan, Allah Israel, katanya,
“Tuhanku, Raja kami, Engkaulah yang tunggal.
Tolonglah aku yang seorang diri ini.
Padaku tidak ada seorang penolong selain Engkau,
sebab bahaya maut mendekati diriku.
Sejak masa kecilku telah kudengar dalam keluarga bapaku,
bahwa Engkau, ya Tuhan,
telah memilih Israel dari antara sekalian bangsa,
dan nenek moyang kami telah Kaupilih dari antara sekalian
leluhurnya, supaya mereka menjadi milik abadi bagi-Mu;
dan telah Kaulaksanakan bagi mereka apa yang telah Kaujanjikan.
Ingatlah, ya Tuhan,
dan sudilah menampakkan diri-Mu di waktu kesesakan kami.
Berikanlah kepadaku keberanian,
ya Raja para allah dan Penguasa sekalian kuasa!
Taruhlah perkataan sedap di dalam mulutku terhadap singa itu,
dan ubahkanlah hatinya
sehingga menjadi benci kepada orang-orang yang memerangi kami,
supaya orang itu serta semua yang sehaluan dengannya
menemui ajalnya.
Tetapi selamatkanlah kami ini dengan tangan-Mu,
dan tolonglah aku yang seorang diri ini,
yang tidak mempunyai seorangpun selain dari Engkau, ya Tuhan.

Demikianlah sabda Tuhan.


Mazmur Tanggapan
Mzm 138:1-2a.2bc-3.7c-8,R:3a

Refren: Pada hari aku berseru, Engkau menjawab aku, ya Tuhan.

*Aku hendak bersyukur kepada-Mu dengan segenap hati,
di hadapan para dewata aku akan bermazmur bagi-Mu.
Aku hendak sujud ke arah bait-Mu yang kudus.

*Aku memuji nama-Mu,
oleh karena kasih-Mu dan oleh karena setia-Mu,
sebab Kaubuat nama-Mu, dan janji-Mu melebihi segala sesuatu.
Pada hari aku berseru, Engkau pun menjawab aku,
Engkau menambahkan kekuatan dalam jiwaku.

*Tuhan, tangan kanan-Mu menyelamatkan daku,
Engkau akan menyelesaikannya segalanya bagiku!
Ya Tuhan, kasih setia-Mu kekal abadi,
janganlah Kautinggalkan buatan tangan-Mu!


Bait Pengantar Injil
Mzm 51:12a.14a

Ciptakanlah hati yang murni dalam diriku, ya Allah,
berilah aku sukacita karena keselamatan-Mu.


Bacaan Injil
Mat 7:7-12

“Setiap orang yang meminta akan menerima.”

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius:

Dalam khotbah di bukit Yesus berkata kepada murid-murid-Nya,
“Mintalah, maka kamu akan diberikan;
carilah, maka kamu akan mendapat;
ketoklah, maka pintu akan dibukakan bagimu.
Karena setiap orang yang meminta akan menerima,
setiap orang yang mencari akan mendapat,
dan setiap orang yang mengetok, baginya pintu akan dibukakan.

Adakah seorang dari padamu
yang memberi batu kepada anaknya, jika ia meminta roti,
atau memberi ular, jika ia meminta ikan?
Jadi jika kamu yang jahat
tahu memberi yang baik kepada anak-anakmu,
apalagi Bapamu yang di sorga!
Ia akan memberikan yang baik
kepada mereka yang meminta kepada-Nya.”

Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu,
perbuatlah demikian juga kepada mereka.
Itulah isi seluruh hukum Taurat dan kitab para nabi.

Demikianlah sabda Tuhan.


memandang orang lain seperti cermin

Renungan Injil
Saya menemukan sisipan dari Bacaan Injil hari ini, yang menarik untuk kita renungkan.
Dalam hal pengampunan dari Allah Bapa, selain memohon kepada-Nya, kita juga diminta untuk mau mengampuni orang lain, “Jikalau kamu mengampuni kesalahan orang, Bapamu yang di surga akan mengampuni kamu juga.”  [Mat 6:14]
Rupanya kaidah serupa juga berlaku dalam relasi kita dengan sesama, “Segala sesuatu yang kamu kehendaki supaya orang perbuat kepadamu, perbuatlah demikian juga kepada mereka.”
Mari kita lihat lebih seksama mengenai hal ini.

Umumnya kita bersikap reaktif terhadap perbuatan orang lain.
Jika orang berbuat baik kepada kita, maka kita pun berbuat baik kepadanya.
Begitu pula sebaliknya, kita enggan berbuat baik kepada orang yang tidak berbuat baik kepada kita.
Rupanya sikap reaktif seperti ini adalah kekeliruan.
Yesus mau agar kita aktif, bukan reaktif.
Jika kita menghendaki orang berbuat baik kepada kita, maka kitalah yang terlebih dahulu berbuat baik kepadanya, kitalah yang memulainya.
Ini jelas bukan kasus ayam dan telur, siapa yang duluan, ayamnyakah atau telurnya?
Ayam berasal dari telur yang menetas, sedangkan telur sendiri dihasilkan oleh ayam.
Jadi, kitalah yang mesti aktif, bukan reaktif, tak perlu dipusingkan siapa yang duluan, apakah kita ini ayam atau telur.

Bagaimana jika kita berbuat baik tetapi kemudian menerima hal buruk sebagai balasannya?
Apakah kita juga akan membalasnya dengan perbuatan buruk pula?
Lalu ia membalas lagi dengan perbuatan buruk lainnya, mau sampai kapan?
Saya jadi ingat cerita silat, seseorang membunuh karena ayahnya atau gurunya dibunuh, lalu murid atau anak dari yang dibunuh membalas, begitu seterusnya tanpa akhir.
Sudahi sajalah, jangan tergantung kepada orang lain.
Kita berbuat baik karena kita memang ingin berbuat baik.
Lihat sajalah, jika kita berbuat baik kepada sepuluh orang, maka sebagaian besar akan berbuat baik kepada kita, mungkin hanya satu atau dua orang saja yang tidak berbuat baik kepada kita.
Dan jangan salah, akan ada puluhan orang lain yang akan berbuat baik, menggantikan satu atau dua orang yang tidak berbuat baik kepada kita itu.

Marilah kita pandang orang lain seperti sebuah cermin.
Apa yang kita perbuat itu pulalah yang nampak terpantul dari orang lain.
Coba saja tersenyum di depan cermin, maka akan kita lihat ada senyuman pada cermin.

Dan jangan lupa, manusia itu punya kecenderungan untuk meniru orang lain.
Perbuatan itu bersifat menular.
Jika kita berbuat baik, maka itu akan menular kepada orang-orang di sekitar kita, termasuk kepada orang yang sebelumnya berbuat tidak baik.
Saya adalah saksinya.
Saya mengalami sendiri, ketika saya berbuat baik sebagai balasan kepada orang yang tidak berbuat baik kepada saya.
Dengan berjalannya waktu, ia pun akhirnya menjadi baik, dan membalas dengan kebaikan.
Di dunia ini, tak ada seorang pun yang begitu jahat sehingga mampu menolak kebaikan.


Peringatan Orang Kudus
Santa Matilda, Pengaku Iman
Matilda lahir kira-kira pada tahun 895. la kemudian menikah dengan Henry I, putra Adipati Saxon, yang menjadi raja Jerman pada tahun 919. Tuhan menganugerahkan kepada mereka anak-anak yang cerdas: Otto, yang kemudian menjadi Otto I, Kaisar Jerman dan Kaisar Romawi Suci;  Henry , yang menjadi Adipati Bavaria; Bruno, yang menjadi Uskup Agung Cologne dan kemudian dihormati Gereja sebagai Orang Kudus; dan Gerberga, yang menikah dengan Raja Louis IV dari Prancis.
Ketika suaminya meninggal dunia pada tahun 936, Matilda membaktikan dirinya pada karya-karya cinta kasih. la lebih banyak memperhatikan kehidupan rohaninya. la mendirikan biara-biara di Nordhausen, Quedlinburg dan di Engern. Anak-anaknya, Otto dan Henry sering memarahi ibunya karena sangat banyak memboroskan harta kekayaan keluarga untuk membantu orang-orang fakir miskin. Meskipun demikian, mereka tetap menghormati Matilda, ibu mereka. Hal ini terlihat dengan tindakan Otto terhadap ibunya. Ketika Otto pergi ke Roma untuk dimahkotai sebagai Kaisar Roma, ia menyerahkan kekuasaan Kerajaan Jerman kepada ibunya. Matilda memimpin Kerajaan Jerman hingga kematiannya pada tanggal 14 Maret 968 di sebuah biara yang didirikannya di Quedlinburg.

Diambil dari:
http://liturgia-verbi.blogspot.co.id/
https://www.facebook.com/groups/liturgiaverbi

Leave a Reply

*

captcha *