Hari Biasa, Pekan Biasa XXVII Senin, 7 Oktober 2019

Liturgia Verbi (C-I)
Hari Biasa, Pekan Biasa XXVII

Senin, 7 Oktober 2019

PW SP Maria, Ratu Rosario

 


Bacaan Pertama
Yun 1:1-17;2:10

“Yunus siap melarikan diri dari hadapan Tuhan.”

Pembacaan dari Nubuat Yunus:

Datanglah sabda Tuhan kepada Yunus bin Amitai demikian,
“Bangunlah, pergilah ke Niniwe, kota yang besar itu,
dan berserulah terhadap mereka,
sebab kejahatannya telah sampai kepada-Ku.”
Tetapi Yunus bersiap untuk melarikan diri ke Tarsis,
jauh dari hadapan Tuhan.
Ia pergi ke Yafo, dan di sana mendapat sebuah kapal,
yang akan berangkat ke Tarsis.
Ia membayar biaya perjalanannya,
lalu naik kapal itu
untuk berlayar bersama-sama dengan mereka ke Tarsis,
jauh dari hadapan Tuhan.

Tetapi Tuhan menurunkan angin ribut ke laut,
lalu terjadilah badai besar,
sehingga kapal itu hampir-hampir terpukul hancur.
Awak kapal menjadi takut;
masing-masing berteriak-teriak kepada allahnya,
dan mereka membuang segala muatan ke dalam laut
untuk meringankan kapal.
Tetapi Yunus telah turun ke dalam ruang kapal yang paling bawah,
dan berbaring di situ, lalu tertidur dengan nyenyak.
Datanglah nakhoda mendapatkannya sambil berkata,
“Bagaimana mungkin engkau tidur begitu nyenyak?
Bangunlah, berserulah kepada Allahmu,
barangkali Allahmu itu akan mengindahkan kita,
sehingga kita tidak binasa.”
Lalu berkatalah mereka satu sama lain,
“Marilah kita buang undi,
supaya kita tahu, karena siapa kita ditimpa malapetaka ini.”
Mereka membuang undi, dan Yunuslah yang kena.

Maka berkatalah mereka kepadanya,
“Beritahu kami, karena siapa kita ditimpa malapetaka ini.
Apa pekerjaanmu dan dari mana engkau datang?
Manakah negerimu dan dari bangsa manakah engkau?”
Sahut Yunus kepada mereka, “Aku ini seorang Ibrani.
Aku takwa pada Tuhan, Allah yang menguasai langit,
yang telah menjadikan laut dan daratan.”

Orang-orang itu menjadi sangat takut, lalu berkata kepadanya,
“Apa yang telah kauperbuat?”
Sebab orang-orang itu tahu,
bahwa ia telah melarikan diri, jauh dari hadapan Tuhan.
Hal itu telah diberitahukannya kepada mereka.
Bertanyalah mereka, “Akan kami apakan dikau,
supaya laut menjadi reda dan tidak menyerang kami lagi?
Sebab laut semakin bergelora.”

Sahut Yunus kepada mereka,
“Angkatlah aku dan campakkanlah aku ke dalam laut,
maka laut akan menjadi reda dan tidak menyerang kalian lagi.
Sebab aku tahu, karena akulah badai besar ini menyerang kalian.”
Lalu berdayunglah orang-orang itu dengan sekuat tenaga
untuk membawa kapal itu kembali ke darat,
tetapi mereka tidak sanggup,
sebab laut semakin bergelora menyerang mereka.

Lalu berserulah mereka kepada Tuhan, katanya,
“Ya Tuhan, janganlah kiranya Engkau biarkan kami binasa
karena nyawa orang ini,
dan janganlah Engkau tanggungkan kepada kami
darah orang yang tidak bersalah,
sebab Engkau, Tuhan, telah berbuat seperti yang Kaukehendaki.”

Kemudian mereka mengangkat Yunus
dan mencampakkannya ke dalam laut.
Maka laut berhenti mengamuk.
Orang-orang itu menjadi sangat takut kepada Tuhan,
lalu mempersembahkan kurban sembelihan kepada Tuhan
serta mengikrarkan nazar.
Maka atas penentuan Tuhan
datanglah seekor ikan besar yang menelan Yunus.
Dan Yunus tinggal di dalam perut ikan itu
tiga hari tiga malam lamanya.
Lalu bersabdalah Tuhan kepada ikan itu,
dan ikan itu pun memuntahkan Yunus ke darat.

Demikianlah sabda Tuhan.


Mazmur Tanggapan
Yun 2:2.3.4.5.8,R:7c

Refren: Engkau mengangkat nyawaku dari dalam liang kubur.

*Dalam kesusahanku aku berseru kepada Tuhan,
dan Ia menjawab aku.
Dari tengah-tengah-tengah alam maut aku berteriak,
dan Kaudengarkan suaraku.

*Engkau telah melemparkan daku ke tempat yang dalam,
ke pusat lautan,
lalu aku terangkum oleh arus air;
segala gelora dan gelombang-Mu melingkupi aku.

*Aku berkata, “Telah terusir aku dari hadapan mata-Mu.
Mungkinkah aku memandang lagi bait-Mu yang kudus?”

*Ketika jiwaku letih lesu dalam diriku,
teringatlah aku kepada Tuhan,
dan sampailah doaku kepada-Mu,
ke dalam bait-Mu yang kudus.


Bait Pengantar Injil
Yoh 13:34

Perintah baru Kuberikan kepadamu, sabda Tuhan;
yaitu supaya kamu saling mengasihi,
sama seperti Aku telah mengasihi kamu.


Bacaan Injil
Luk 10:25-37

“Siapakah sesamaku?”

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Lukas:

Pada suatu ketika
seorang ahli kitab berdiri hendak mencobai Yesus,
“Guru, apakah yang harus kulakukan
untuk memperoleh hidup yang kekal?”
Jawab Yesus kepadanya,
“Apa yang tertulis dalam hukum Taurat?
Apa yang kaubaca di sana?”
Jawab orang itu,
“Kasihilah Tuhan, Allahmu,
dengan segenap hati dan dengan segenap jiwamu,
dan dengan segenap kekuatanmu dan dengan segenap akal budimu.
dan kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.”
Kata Yesus kepadanya,
“Benar jawabmu itu.
Perbuatlah demikian, maka engkau akan hidup.”

Tetapi untuk membenarkan dirinya orang itu berkata lagi,
“Dan siapakah sesamaku manusia?”
Jawab Yesus,
“Adalah seorang yang turun dari Yerusalem ke Yerikho.
Ia jatuh ke tangan penyamun-penyamun
yang bukan saja merampoknya habis-habisan,
tetapi juga memukulnya,
dan sesudah itu meninggalkannya setengah mati.
Kebetulan ada seorang imam turun melalui jalan itu.
Ia melihat orang itu, tetapi ia melewatinya dari seberang jalan.
Demikian juga seorang Lewi datang ke tempat itu.
Ketika melihat orang itu, ia melewatinya dari seberang jalan.

Lalu datanglah ke tempat itu
seorang Samaria yang sedang dalam perjalanan.
Ketika ia melihat orang itu, tergeraklah hatinya oleh belas kasihan.
Ia pergi kepadanya lalu membalut luka-lukanya,
sesudah menyiraminya dengan minyak dan anggur.
Kemudian
ia menaikkan orang itu ke atas keledai tunggangannya sendiri
lalu membawanya ke tempat penginapan dan merawatnya.
Keesokan harinya
ia menyerahkan dua dinar kepada pemilik penginapan itu,
katanya, ‘Rawatlah dia, dan jika kaubelanjakan lebih dari ini,
aku akan menggantinya waktu aku kembali.’

Menurut pendapatmu siapakah di antara ketiga orang ini,
adalah sesama manusia
dari orang yang jatuh ke tangan penyamun itu?”

Jawab orang itu,
“Orang yang telah menunjukkan belas kasihan kepadanya.”
Yesus berkata kepadanya,
“Pergilah, dan perbuatlah demikian!”

Demikianlah sabda Tuhan.


Kasihilah sesamamu manusia

Renungan Injil
Landasan relasi dengan sesama telah diletakkan oleh Yesus untuk kita jadikan pedoman hidup, “Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri.  Pergilah, dan perbuatlah demikian!”
Mengasihi sesama telah dicontohkan pada Bacaan Injil hari ini, dari seorang Samaria yang penuh belas-kasihan kepada seseorang yang sedang sekarat karena korban perampokan.
Sementara seorang imam yang melihat orang yang sekarat itu hanya lewat saja, tak tergerak untuk menolong.

Landasan yang diletakkan oleh Yesus tidak berbunyi demikian, “Kasihilah saudaramu”, melainkan “Kasihilah sesamamu manusia.”
Sesama manusia maksudnya adalah sama-sama manusia.
Yang namanya manusia, tak perduli apa warna kulitnya, apa sukunya, apa bahasa yang digunakan, apa gendernya, berapa usianya, apakah ia saudara kita atau bukan, apakah ia membenci kita atau tidak, dan lain sebagainya.
Asal wujudnya manusia, kita mesti mengasihinya, termasuk orang yang memusuhi kita atau pun yang pernah menganiaya kita.

Ya, perintah Yesus ini memang tidak mudah untuk dilaksanakan.
Siapa bilang menjalankan perintah Yesus itu mudah?
Padahal kurang adil juga kalau kita ingin dikasihi orang tetapi kita sendiri tidak mau mengasihi, maunya menerima kasih tapi tak mau memberi.
Atau kita mengasihi dengan pilih-pilih, ada yang kita kasihi tapi ada juga yang tidak.
Ini juga tidak sesuai dengan perintah Yesus, “Jikalau kamu berbuat baik kepada orang yang berbuat baik kepada kamu, apakah jasamu? Orang-orang berdosa pun berbuat demikian.”  [Luk 6:33]
Malahan Rasul Yakobus menulis hal yang lebih ekstrim lagi di dalam suratnya, “Jika seorang tahu bagaimana ia harus berbuat baik, tetapi ia tidak melakukannya, ia berdosa.”  [Yak 4:17]

Nah, mari sekarang kita jawab pertanyaan berikut, “Apakah kita punya cukup tekad untuk menjalankan perintah Yesus yang tidak mudah ini?”


Peringatan Orang Kudus
Pesta Santa Perawan Maria, Ratu Rosario
Devosi non-liturgi yang sangat populer di kalangan umat Katolik ialah ‘Doa Rosario’. Di dalamnya umat beriman merenungkan karya penebusan Kristus di dalam 15 peristiwa Sejarah Keselamatan, sambil mendaraskan 1 X Bapa Kami, 10 X Salam Maria dan 1 X Kemuliaan, didahului oleh pendarasan Syahadat Para Rasul, 1 X Bapa Kami, 3 X Salam Maria dan 1 X Kemuliaan. Pesta Rosario Suci dirayakan oleh seluruh Gereja pada tanggal 7 Oktober dalam Minggu pertama bulan Oktober.
Perihal doa Rosario ini terdapat anggapan umum berikut: bahwasanya di masa lampau doa Rosario seperti yang kita kenal dewasa ini di dalam Gereja dianggap sebagai pemberian Santa Maria sendiri kepada salah seorang pencintanya, yaitu Santo Dominikus, pendiri Ordo Pengkotbah. Tetapi legenda indah ini tidak dapat diperdamaikan dengan data sejarah yang berhubungan dengan adanya kebiasaan berdoa Rosario itu. Oleh karena itu untuk memahami sedikit lebih dalam perihal doa Rosario itu, kiranya baik kalau dikemukakan di sini sedikit sejarah perkembangan doa Rosario itu.
Catatan sejarah tentang awal mula praktek doa Rosario diambil dari kebiasaan doa di kalangan para rahib di dalam kehidupan monastik zaman dulu. Pada masa itu para rahib biasanya setiap hari mendaraskan 150 buah Mazmur (Doa Ofisi) sebagaimana terdapat di dalam Kitab Suci. Para rahib awam yang tidak tahu membaca atau yang buta huruf mengganti pendarasan Mazmur itu dengan 150 buah doa yang lain. Biasanya doa pengganti itu ialah doa ‘Pater Noster’ (Bapa Kami). Doa “Bapa Kami” memang sudah semenjak Gereja perdana dianggap sebagai doa Gereja yang paling penting. Para calon baptis yang sedang dalam masa katekumenat, harus menghafal doa Bapa Kami itu di samping Kredo/Syahadat Para Rasul. Untuk mempermudah mereka mengetahui berapa sudah doa Bapa Kami yang didaraskan, mereka menggunakan seutas tali bersimpul atau bermanik-manik. Oleh karena tali itu dipakai untuk menghitung doa “Pater Noster” maka tali itu lazim disebut juga “Pater Noster”.
Dari sejarah perkembangan devosi diketahui bahwa sejak zaman dahulu umat Kristen telah menaruh devosi yang tinggi kepada Santa Perawan Maria. Devosi-devosi ini dilestarikan oleh para rahib di dalam biara-biara. Pada masa abad ke-11 berkembanglah kebiasaan memberi salam kepada Bunda Maria bila seseorang melewati patung atau arca Maria. Pada masa itu belum dikenal bentuk doa ‘Salam Maria’ seperti dewasa ini. Dahulu doa itu masih singkat, hanya terdiri dari bagian pertama yang berakhir dengan kata-kata: “dan terpujilah buah tubuhmu”. Jumlah doa Salam Maria yang sempat didaraskan dihitung pada tali ‘Pater Noster’ itu. Lama kelamaan berkembanglah kebiasaan untuk menggantikan doa Bapa Kami dengan doa Salam Maria. Jumlahnya tetap 150 sesuai jumlah Mazmur yang didaraskan para rahib. Karena pada masa itu 150 buah Mazmur yang didaraskan itu sudah dibagi ke dalam tiga bagian, masing-masingnya terdiri dari 50 buah, maka doa Salam Maria yang didaraskan oleh para rahib buta huruf itu pun dibagi dalam tiga bagian dengan masing-masing bagian terdiri dari 50. Rangkaian Salam Maria yang terdiri dari 50 buah itu disebut ‘Korona’ (=mahkota). Kata ini mengingatkan kita akan hiasan-hiasan kembang menyerupai mahkota yang biasanya dibuat pada arca-arca Bunda Maria. Bagian kedua doa ‘Salam Maria’, yaitu “Santa Maria Bunda Allah, doakanlah kami yang berdosa ini, sekarang dan pada waktu kami mati. Amin”, menjadi doa resmi semenjak Paus Pius V (1566-1572) meresmikan terbitan ‘Breviarium’ (=doa harian Gereja) pada tahun 1568. Namun bagian kedua itu baru diterima umum pada abad XVII.
Bagian pertama doa ‘Salam Maria’ yang melukiskan tentang peristiwa kunjungan malaekat Gabriel kepada Maria dan kesediaan Maria menerima Al Masih dalam rahimnya, diambil dari Kitab Suci. Itulah peristiwa awal ‘Penjelmaan Juru Selamat’. Sukacita itu kemudian diungkapkan Maria sendiri kepada Elisabeth, sanaknya yang pada waktu itu sudah hamil juga. Sejak abad ke-12, doa ‘Salam Maria’ mulai diulang-ulang selama berlangsungnya doa untuk mengenang ‘Lima Sukacita Santa Maria’ (Kabar Sukacita, Kelahiran Yesus, Kebangkitan Yesus, Kenaikan Yesus, dan Pengangkatan Maria ke Surga). Lama kelamaan ‘Lima Peristiwa Sukacita’ itu, ditambah antara lain dengan peristiwa: Penampakan Tuhan (epifani), Pentakosta atau Kunjungan kepada Elisabeth, sehingga menjadi ‘Tujuh Sukacita Maria’. Pada abad XIII, Korona Ketujuh Sukacita Maria ini mulai dipropagandakan oleh Ordo Fransiskan; dan pada abad XIII mantaplah sudah kebiasaan merenungkan Limabelas Sukacita Maria.
Pada Abad Pertengahan, umat Kristen mempunyai devosi istimewa kepada ‘Lima Luka Yesus’, yaitu di tangan, kaki dan lambung. (bdk. Yoh 20:20). Sementara itu ada pula devosi kepada ‘Lima Penumpahan Darah Yesus’, yaitu pada saat sakratulmautnya, saat didera, saat dimahkotai duri, saat disalibkan dan ditikam lambungNya. Karena semenjak dulu Bunda Maria dipandang sebagai peserta ulung dalam sengsara Yesus, maka tidak mengherankan, bahwa sejalan dengan devosi kepada Yesus yang bersengsara, berkembang pula devosi serupa kepada Maria yang berdukacita. Devosi itu dikembangkan oleh Ordo Fransiskan dan Serikat Hamba Maria. Maka sejak abad XIV berkembanglah devosi kepada ‘Lima Dukacita Maria’, ataupun ‘Tujuh Dukacita Maria’, yang dialaminya selama Yesus bersengsara dan wafat. Devosi kepada ‘Tujuh Dukacita Maria’ itu berkembang pesat di kalangan umat Kristen Eropa sehubungan dengan menjangkitnya wabah sampar yang mengerikan di sana.
Kebiasaan untuk menghubungkan doa “Salam Maria” dengan renungan tentang sejumlah peristiwa Yesus, sudah ada sejak abad XIV. Ada pula kebiasaan untuk menambah kata-kata “. . . buah tubuhmu”, dengan nama Yesus dan dengan sebuah kalimat pelengkap, misalnya, “Yang didera dengan kejam”, “Yang dimahkotai duri”, dsb. Dalam a­bad XV berkaryalah seorang biarawan bernama Dominikus yang diberi julukan “dari Prusia”. Ia seorang novis, yang sesuai dengan anjuran pemimpin biaranya, berusaha menggabungkan doa Rosario (yang terdiri dari 50 Salam Maria) dengan renungan mengenai kehidupan Yesus dan ibuNya. Pada tahun 1410, ia menyusun 50 seruan penutup doa “Salam Maria”. Seruan-seruan penutup itu diterima dengan antusias sekali dan segera menjadi populer, baik dalam bahasa Latin maupun dalam bahasa Jerman. Seruan-seruan tambahan itu biasanya dibacakan oleh orang-orang yang melek huruf.
Mulai tahun 1475, muncullah di dalam Gereja tarekat-tarekat religius yang mempopulerkan doa Rosario. Dengan munculnya teknik cetak, daftar lima belas peristiwa yang ditetapkan sebagai landasan renungan selama doa rosario, mulai dikenal di mana-mana. Sebuah buku kecil yang dicetak di Ulm pada tahun 1483 menganjurkan tiga rangkaian gambar, masing-masing memuat lima lukisan tersendiri, yaitu: Lima Sukacita Maria, Lima Penumpahan Darah Kristus, dan Lima Sukacita Maria sesudah bangkitnya Yesus. Inilah kelima belas peristiwa Rosario yang dikenal sekarang, kecuali dua yang terakhir, yaitu tertidurnya Maria dan Penghakiman Terakhir. Dalam buku kecil itu ada nasihat berikut: “”Daraskanlah doa Salam Maria sambil memandang lukisan-lukisan ini!” Daftar tetap dari 15 peristiwa Rosario disusun di Spanyol sekitar tahun 1488. Daftar itulah yang disahkan oleh Paus Pius V, seorang biarawan Dominikan, ketika beliau menetapkan Rosario sebagai doa Gereja yang sah. Setahun sebelumnya, Pius mengesahkan teks doa Salam Maria yang sampai sekarang tidak diubah.
Ada sekian banyak peristiwa ajaib yang mendorong pimpinan tertinggi Gereja menghimbau bahkan mendesak umat berdoa Rosario untuk memohon perlindungan Bunda Maria atas Gereja dari segala rong­rongan. Peristiwa terbesar yang melatarbelakangi penetapan tanggal 7 Oktober sebagai tanggal Pesta Santa Maria Ratu Rosario ialah peristiwa kemenangan pasukan Kristen dalam pertempuran melawan pasukan Islam Turki. Menghadapi pertempuran ini Paus Pius V menyerukan agar seluruh umat berdoa Rosario untuk memohon perlindungan Maria atas Gereja. Doa umat itu ternyata dikabulkan Tuhan. Pasukan Kristen dibawah pimpinan Don Johanes dari Austria berhasil memukul mundur pasukan Turki di Lepanto pada tanggal 7 Oktober 1571 (Minggu pertama bulan Oktober 1571). Sebagai tanda syukur Paus Pius V (1566-1572) menetapkan tanggal 7 Oktober sebagai hari pesta Santa Maria Ratu Rosario. Kemudian Paus Klemens IX (1667-1669) mengukuhkan pesta ini bagi seluruh Gereja di dunia. Dan Paus Leo XIII (1878-1903) lebih meningkatkan nilai pesta ini dengan menetapkan seluruh bulan Oktober sebagai Bulan Rosario untuk menghormati Maria.
Kemudian doa Rosario itu langsung diminta Bunda Maria sendiri agar didoakan umat pada peristiwa-peristiwa penampakannya di Lourdes, Prancis (1858), Fatima, Portugal (1917), di Beauraing, Belgia (1932-1933) dan di berbagai tempat lainnya akhir-akhir ini.

Diambil dari:
http://liturgia-verbi.blogspot.co.id/
https://www.facebook.com/groups/liturgiaverbi

Leave a Reply

*

captcha *