Hari Biasa, Pekan Biasa XXI Selasa, 28 Agustus 2018

Liturgia Verbi (B-II)
Hari Biasa, Pekan Biasa XXI

Selasa, 28 Agustus 2018

PW S. Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja

 


Bacaan Pertama
2Tes 2:1-3a.13b-17

“Berpeganglah pada ajaran-ajaran yang telah kalian terima dari kami.”

Pembacaan dari Surat Kedua Rasul Paulus
kepada jemaat di Tesalonika:

Saudara-saudara,
tentang kedatangan Tuhan kita Yesus Kristus
dan berkumpulnya kita dengan Dia,
kami minta kepadamu, jangan lekas bingung dan gelisah,
baik oleh ilham roh, maupun oleh kabar atau surat
yang dikatakan berasal dari kami,
seolah-olah hari Tuhan telah tiba.
Hendaknya kalian Jangan sampai disesatkan orang
dengan cara yang bagaimanapun juga.

Allah dari mulanya telah memilih kalian
untuk diselamatkan dalam Roh yang menguduskan kalian
dan dalam kebenaran yang kalian percayai.
Untuk itulah Ia telah memanggil kalian lewat Injil
yang kami wartakan,
sehingga kalian dapat memperoleh kemuliaan Yesus Kristus,
Tuhan kita.
Sebab itu berdirilah teguh
dan berpeganglah pada ajaran-ajaran yang kalian terima dari kami,
baik secara lisan, maupun secara tertulis.

Semoga Tuhan kita Yesus Kristus, dan Allah, Bapa kita,
menghibur dan memperkuat hatimu
dalam segala karya dan tutur kata yang baik,
sebab Allah mengasihi kita,
Ia memberi kita hiburan dan harapan baik
karena kasih karunia-Nya.

Demikanlah sabda Tuhan.


Mazmur Tanggapan
Mzm 96:10-13,R:13ab

Refren: Tuhan akan datang menghakimi dunia dengan adil.

*Katakanlah di antara bangsa-bangsa:
“Tuhan itu Raja!
Dunia ditegakkan-Nya, tidak akan goyah.
Ia akan mengadili bangsa-bangsa dalam kebenaran.”

*Biarlah langit bersukacita dan bumi bersorak-sorai,
biar gemuruhlah laut serta segala isinya;
biarlah beria-ria padang dan segala yang ada di atasnya,
dan segala pohon di hutan bersorak-sorai.

*Biarlah mereka bersukacita di hadapan Tuhan, sebab Ia datang,
sebab Ia datang untuk menghakimi bumi.
Ia akan menghakimi dunia dengan keadilan,
dan bangsa-bangsa dengan kesetiaan-Nya.


Bait Pengantar Injil
Ibr 4:12

Sabda Allah itu hidup dan penuh daya,
menguji segala pikiran dan maksud hati.


Bacaan Injil
Mat 23:23-26

“Yang satu harus dilakukan, tetapi yang lain jangan diabaikan.”

inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius:

Pada waktu itu Yesus bersabda,
“Celakalah kalian, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,
hai kamu orang-orang munafik,
sebab persepuluhan dari selasih, adas manis dan jintan kalian bayar,
tetapi yang terpenting dalam hukum Taurat kamu abaikan,
yaitu keadilan, belas kasih dan kesetiaan.
Yang satu harus dilakukan, tetapi yang lain jangan diabaikan.
Hai kalian pemimpin-pemimpin buta,
nyamuk kalian tepiskan dari minumanmu
tetapi unta di dalamnya kalian telan.

Celakalah kalian, hai ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi,
hai kalian orang-orang munafik,
sebab cawan dan pinggan kalian bersihkan sebelah luarnya,
tetapi sebelah dalamnya penuh rampasan dan kerakusan.
Hai orang-orang Farisi yang buta,
bersihkanlah dahulu sebelah dalam cawan itu,
maka sebelah luarnya juga akan bersih.

Demikianlah sabda Tuhan.


Dipilih oleh Tuhan

Renungan Injil
Jemaat di Tesalonika kebingungan.
Setelah menjadi pengikut Kristus, nampaknya berbagai persoalan belum seluruhnya teratasi, masih ada saja permasalahan yang menjadi beban hidup mereka.
Ditambah lagi penyesatan-penyesatan yang dilakukan orang, yang dapat menggerus iman mereka.

Oleh sebab itu, Rasul Paulus, yang saat itu belum memungkinkan untuk berkunjung ke Tesalonika, memutuskan untuk menulis surat untuk menguatkan iman jemaat di sana, “Teguhlah berdiri dan berpegang pada ajaran-ajaran Kristus yang telah disampaikan oleh rasul Paulus serta rasul-rasul lainnya.
Allah dari semula telah memilih kita untuk diselamatkan dalam roh dan kebenaran.”

Kita telah dipilih Tuhan untuk menjadi warga Kerajaan Surga.
Yesus juga membenarkan akan hal ini, sebagaimana yang telah disampaikan-Nya, “Bukan kamu yang memilih Aku, tetapi Akulah yang memilih kamu.”    [Yoh 15:16]

Logikanya sebetulnya sederhana saja.
Kita memanggil Tuhan sebagai Bapa, dan kita pun diakui sebagai anak-anak-Nya.
Sebagaimana juga relasi kita dengan orangtua kita sendiri, kita tidak memilih siapa yang akan kita jadikan orangtua yang melahirkan kita.
Kita tak dapat memilih di rahim siapa kita akan dikandung.
Bukan kita yang memilih, melainkan kitalah yang dipilih.

Saya bersyukur memiliki orangtua dan juga saudara-saudara yang begitu mengasihi saya.
Saya merasa beruntung telah dipilih menjadi bagian dari keluarga saya.
Barangkali ada orang lain yang merasa tidak seberuntung saya, tidak menerima seperti apa yang saya terima dari mereka.
Tetapi pasti, ada yang diterimanya dari orangtua dan keluarganya yang saya sendiri tidak menerimanya.
Walaupun tidak sama, masing-masing telah menerima karena telah dipilih menjadi anak.

Sama halnya relasi kita dengan Bapa kita yang di Surga, kita tidak dapat memilih siapa yang akan kita akui sebagai bapa, apalagi memang tidak ada pilihan yang tersedia.
Dan sebagai anak, masing-masing kita menerima, sekali pun berbeda-beda, tetapi pasti semuanya menerima.
Kita semua menerima karena kita telah dipilih-Nya.
Cobalah cermati, pasti ada yang telah kita terima dan yang akan kita terima di masa mendatang, dan pada kesudahannya nanti, kita semua akan menerima keselamatan kekal di dunia yang baru.


Peringatan Orang Kudus
Santo Agustinus, Uskup dan Pujangga Gereja
Agustinus adalah bapa Gereja purba yang terkenal. Ia lahir di Tagaste (sekarang: Souk-Ahras), Afrika Utara pada tanggal 13 Nopember 354. Ibunya, Monika, seorang beriman Kristen dari sebuah keluarga yang taat agama; sedangkan ayahnya, Patrisius, seorang tuan tanah dan sesepuh kota yang masih kafir. Berkat semangat doa Monika yang tak kunjung padam, Patrisius baru bertobat dan dipermandikan menjelang saat kematiannya. Kekafiran Patrisius sungguh berpengaruh besar pada diri anaknya Agustinus. Karena itu Agustinus belum juga dipermandikan menjadi Kristen meskipun ia sudah besar. Usaha ibunya untuk menanamkan benih iman Kristen padanya seolah-olah tidak berdaya mematahkan pengaruh kekafiran ayahnya.
Semenjak kecil Agustinus sudah menampilkan kecerdasan yang tinggi. Karena itu ayahnya mencita-citakan agar ia menjadi seorang yang terkenal. Ia masuk sekolah dasar di Tagaste. Karena kecerdasannya, ia kemudian dikirim untuk belajar bahasa Latin dan macam-macam tulisan Latin di Madauros. Pada usia 17 tahun, ia dikirim ke Kartago untuk belajar ilmu retorika. Di Kartago, ia belajar dengan tekun hingga menjadi seorang murid yang terkenal. Namun hidupnya tidak lagi tertib oleh karena pengaruh cara hidup banyak orang yang tidak mengikuti aturan­aturan moral. Ia menganut aliran Manikeisme, suatu sekte keagamaan dari Persia yang mengajarkan bahwa semua barang material adalah buruk. Minatnya pada aliran ini berakhir ketika ia menyaksikan kebodohan Faustus, seorang pengajar Manikeisme. Selanjutnya selama beberapa tahun, ia meragukan semua kebenaran agama-agama.
Pada tahun 383 ia pergi ke Roma lalu ke Milano, kota pemerintahan dan kota kediaman Uskup Ambrosius. Di Milano ia mengajar ilmu retorika. Banyak orang Roma berbondong-bondong datang kepadanya hanya untuk mendengarkan kuliah dan pidatonya. Di kota itu pun ia berkenalan dengan Uskup Santo Ambrosius, seorang mantan gubernur yang saleh. Ia menyaksikan dari dekat cara hidup para biarawan yang mengikuti suatu disiplin hidup yang baik dan membahagiakan. Mereka bijaksana, ramah dan saling mengasihi. Hatinya tersentuh dan mulailah ia berpikir: “Apa yang mendasari hidup mereka? Injilkah yang menjiwai hidup mereka itu?” Kecuali itu, ia sering mendengar kotbah-kotbah Uskup Ambrosius dan tertarik pada semua ajarannya. Semuanya itu kembali menyadarkan dia akan nasihat-nasihat ibunya tatkala ia masih di Tagaste. Suatu hari, ia mendengar suara ajaib seorang anak: “Ambil dan bacalah! “. Tanpa banyak berpikir, ia segera menjamah Kitab Injil itu, membukanya dan membaca: “Marilah kita hidup sopan seperti pada siang hari, jangan dalam pesta pora dan kemabukan, jangan dalam perselisihan dan iri hati. Tetapi kenakanlah Tuhan Yesus Kristus sebagai perlengkapan senjata terang dan janganlah merawat tubuhmu untuk memuaskan keinginannya” (Rom 13:13-14).
Agustinus yang telah banyak mendalami filsafat itu akhirnya terbuka pikirannya dan melihat kebenaran sejati, yakni wahyu ilahi yang dibawakan Yesus Kristus. Ia kemudian bertobat dan bersama dengan sahabatnya Alipius, ia dipermandikan pada tahun 387. Dalam bukunya ‘Confession’, ia menuliskan riwayat hidup dan pertobatannya dan dengan terus terang mengakui betapa ia sangat terbelenggu oleh kejahatan dosa dan ajaran Manikeisme. Suara hatinya terus mendorong dia agar memperbaiki cara hidupnya seperti banyak orang lain yang meneladani Santo Antonius dari Mesir.
Pada tahun 388, ia kembali ke Afrika bersama ibunya Monika. Di kota pelabuhan Ostia, ibunya meninggal dunia. Tahun-tahun pertama hidupnya di Afrika, ia bertapa dan banyak berdoa bersama beberapa orang rekannya. Kemudian ia ditahbiskan menjadi imam pada tahun 391, dan bertugas di Hippo sebagai pembantu uskup kota itu. Sepeninggal uskup itu pada tahun 395, ia dipilih menjadi Uskup Hippo. Selama 35 tahun ia menjadi pusat kehidupan keagamaan di Afrika. Rahmat Tuhan yang besar atas dirinya dimuliakannya di dalam berbagai bentuk kidung dan tulisan. Tulisan-tulisannya meliputi 113 buah buku, 218 buah surat dan 500 buah kotbah. Tak terbilang banyaknya orang berdosa yang bertobat karena membaca tulisan-tulisannya. Tulisan-tulisannya itu hingga kini dianggap oleh para ahli filsafat dan teologi sebagai sumber penting dari pengetahuan rohani. Semua kebenaran iman Kristiani diuraikan secara tepat dan mendalam sehingga mampu menggerakkan hati orang.
Sebagai seorang uskup, Agustinus sangat menaruh perhatian besar pada umatnya terutama yang miskin dan melarat. Dialah yang mendirikan asrama dan rumah sakit pertama di Afrika Utara demi kepentingan umatnya.
Agustinus meninggal dunia pada tanggal 28 Agustus 430 tatkala bangsa Vandal mengepung Hippo. Jenazah Agustinus berhasil diamankan oleh umatnya dan kini dimakamkan di basilik Santo Petrus.


Santo Hermes, Martir
Hermes adalah prefek kota Roma yang kemudian bertobat dan menjadi Kristen. Ia dibunuh bersama Paus Aleksander I pada tahun 116 pada masa pemerintahan Kaisar Hadrianus. Jenazahnya dimakamkan di Jalan Salasia, Roma.


Santo Musa Hitam, Pengaku iman
Musa berasal dari Etiopia. Ia bekerja pada seorang majikan kaya raya, namun kemudian dipecat karena melakukan banyak kesalahan dalam tugasnya. Lalu ia menjadi pemimpin suatu kawanan perampok yang merajalela di Mesir.
Oleh sentuhan rahmat Tuhan, ia sekonyong-konyong bertobat dan menjadi biarawan yang saleh sehingga dianggap layak untuk ditahbiskan menjadi imam. Ketika ia mengenakan jubah putih untuk merayakan misa pertama, Uskup berseru: “Lihatlah, orang hitam ini kini menjadi putih bersih!” Musa menjawab: “Itu bagian luarnya saja! Tuhan lebih tahu, bahwa hatiku masih hitam seperti kulitku”.
Pada waktu suku Berber mengobrak-abrik biaranya, ia tidak melawan sedikit pun dan membiarkan diri dibunuh. Di biaranya – Dair al Baramus di Wadi Natrun – hingga kini para biarawan masih terus mendendangkan madah pujian kepada Tuhan dan berdoa dengan perantara­annya. Ia meninggal pada tahun 395.

Diambil dari:
http://liturgia-verbi.blogspot.co.id/
https://www.facebook.com/groups/liturgiaverbi

Leave a Reply

*

captcha *