Hari Biasa, Pekan Biasa XIX Sabtu, 15 Agustus 2020

Liturgia Verbi (A-II)
Hari Biasa, Pekan Biasa XIX

Sabtu, 15 Agustus 2020

PF S. Tarsisius, Martir Ekaristi.  Pelindung putra-putri altar dan penerima komuni pertama.

 


Bacaan Pertama
Yeh 18:1-10.13b.30-32

“Aku menghukum kalian sesuai dengan tindakanmu sendiri.”

Pembacaan dari Nubuat Yehezkiel:

Tuhan bersabda kepadaku,
“Apakah maksudnya kalian mengucapkan pepatah ini di Israel,
‘Ayah-ayah makan buah mentah,
dan gigi anak-anaknya menjadi ngilu?’
Demi Aku yang hidup, demikianlah sabda Tuhan,
kalian tidak akan mengucapkan pepatah itu lagi di Israel.
Sungguh, semua jiwa itu Aku yang punya!
Baik jiwa ayah maupun jiwa anak Akulah yang  punya!
Dan orang yang berbuat dosa, dia sendirilah yang harus mati.

Orang benar ialah yang melakukan keadilan dan kebaikan.
Ia tidak makan daging persembahan di atas gunung.
Ia tidak memuja-muja berhala-berhala kaum Israel.
Ia tidak mencemari isteri sesamanya
dan tidak menghampiri wanita yang sedang haid.
Ia tidak menindas orang lain.
Ia mengembalikan gadaian orang dan tidak merampas apa-apa.
Ia memberi makan orang lapar
dan memberi pakaian kepada orang telanjang.
Ia tidak memungut bunga dan memakan riba.
Ia menjauhkan diri dari kecurangan
dan melakukan hukum yang benar
dalam hubungan dengan sesama manusia.
Ia hidup menurut ketetapan-Ku, dan tetap mentaati peraturan-Ku;
ia berlaku setia.
Orang demikianlah orang yang benar, dan ia pasti hidup,”
demikianlah sabda Tuhan Allah.

“Tetapi kalau ia melahirkan seorang anak yang menjadi perampok,
dan yang suka menumpahkan darah
atau melakukan salah satu dari kejahatan tersebut,
maka anak itu sendirilah yang harus mati,
dan darahnya tertumpah pada dia sendiri.

Oleh karena itu
Aku akan menghukum kalian
masing-masing menurut tindakanmu, hai kaum Israel,”  demikianlah sabda Tuhan Allah.
“Maka bertobatlah dan berpalinglah dari segala durhakamu,
jangan sampai itu menjadi batu sandungan,
yang menjatuhkan kamu ke dalam kesalahan.
Buanglah daripadamu
segala durhaka yang kalian lakukan terhadap-Ku
dan perbaharuilah hati serta rohmu!
Mengapakah kalian mau mati, hai kaum Israel?
Aku tidak berkenan akan kematian seseorang
yang harus ditanggungnya,”
demikianlah sabda Tuhan Allah.
“Oleh karena itu bertobatlah, supaya kalian hidup.”

Demikianlah sabda Tuhan.


Mazmur Tanggapan
Mzm 51:12-15.18-19,R:12a

Refren: Ciptakanlah hati murni dalam diriku, ya Allah.

*Ciptakanlah hati yang murni dalam diriku, ya Allah,
dan baharuilah semangat yang teguh dalam batinku.
Janganlah membuang aku dari hadapan-Mu,
dan janganlah mengambil roh-Mu yang kudus dari padaku!

*Berilah aku sukacita karena keselamatan-Mu,
dan teguhkanlah  roh yang rela dalam diriku.
Maka aku akan mengajarkan jalan-Mu
kepada orang-orang durhaka,
supaya orang-orang berdosa berbalik kepada-Mu.

*Tuhan, Engkau tidak berkenan akan kurban sembelihan;
dan kalaupun kupersembahkan kurban bakaran,
Engakau tidak menyukainya.
Persembahanku kepada-Mu ialah jiwa yang hancur;
hati yang remuk redam tidak akan Kaupandang hina, ya Allah.


Bait Pengantar Injil
Mat 11:25

Terpujilah Engkau, Bapa, Tuhan langit dan bumi,
sebab misteri kerajaan Kaunyatakan kepada kaum sederhana.


Bacaan Injil
Mat 19:13-15

“Janganlah menghalang-halangi anak-anak datang kepada-Ku,
sebab orang-orang seperti merekalah yang empunya Kerajaan Surga.”

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius:

Sekali peristiwa orang membawa anak-anak kecil kepada Yesus,
supaya Ia meletakkan tangan-Nya atas mereka
dan mendoakan mereka.
Tetapi murid-murid Yesus memarahi orang-orang itu.
Maka Yesus berkata,
“Biarkanlah anak-anak itu,
janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku.
Sebab orang-orang seperti merekalah
yang empunya Kerajaan Surga.”
Lalu Yesus meletakkan tangan-Nya atas mereka
dan kemudian Ia berangkat dari situ.

Demikianlah sabda Tuhan.


Yesus+anak-anak

Renungan Injil
Sekarang tentang relasi antara orangtua dan anak, baik di antara orangtua dan anak-anak, di antara guru dan murid atau antara atasan sebagai pemimpin dengan bawahan sebagai yang dipimpinnya.
Menurut hukum dunia, relasi vertikal seperti ini seringkali menimbulkan masalah.
Yang lebih di atas merasa memiliki kuasa atas yang di bawahnya, orangtua merasa “berkuasa” terhadap anak-anaknya, guru “berkuasa” atas murid, atau boss terhadap pegawainya.
Hal ini mudah menimbulkan kesewenangan, setidaknya yang di atas pantas untuk didahulukan dan yang di bawah mesti mengalah.

Itu pula yang terjadi ketika orang-orang membawa anak-anak kecil datang kepada Yesus, para murid Yesus memarahi orang-orang itu, karena orang dewasalah yang pantas didahulukan, sementara anak-anak kecil itu hanya mengganggu saja.

Dalam perjamuan makan juga sering kita jumpai diskriminasi seperti itu, yang di atas makan di ruangan terpisah dan dengan sajian makanan yang lebih mewah, sementara yang di bawah mesti antre berdesak-desakan untuk mengambil makanan yang jelas tidak se mewah makanan di ruang khusus itu.
Begitu pula yang terjadi saat acara outdoor, upacara bendera 17 Agustus misalnya, dibangun tenda bagi yang di atas dan yang di bawah mest berpanas-terik matahari.

Saya merasa senang ketika mendengar rencana BPJS akan menghapuskan pengelompokan kelas, menjadikan hanya satu kelas saja, tidak ada lagi kelas 1, 2 dan 3 seperti yang berlaku sekarang ini.
Yang punya duit lebih boleh ikut BPJS kelas 1, yang kurang mampu iya mesti menerima di kelas 3.
Padahal urusan sakit, semestinya tidak ada diskriminasi.
Orang kaya dan orang miskin sama-sama menderita ketika sakit.
Apa iya, orang kaya boleh membeli obat yang lebih manjur sementara yang miskin mesti pakai obat yang ala-kadarnya, yang syukur-syukur bisa sembuh dengan obat ala-kadarnya itu.

Di lingkungan gereja juga sama, semua umat, yang kaya atau yang miskin, yang dewasa atau pun anak-anak, sama-sama boleh memilih tempat duduknya di dalam gereja.
Semestinya tidak boleh ada “salam-tempel” kepada petugas untuk meletakkan buku atau benda lain di kursi yang dipilih lalu boleh datang belakangan dan duduk di tempat itu.
Setiap umat memiliki hak yang sama untuk bertemu Allah Bapa, yang tidak berdosa mau pun yang berdosa.
Menurut saya, yang berdosa mesti didahulukan, diberi prioritas, seperti di jalan raya, ambulan yang membawa orang sakti mesti diberi jalan supaya lebih segera sampai di rumah sakit.

Bagaimana di lingkungan sekolah?
Sama saja, seharusnya sekolah mendahulukan peserta didiknya ketimbang para guru atau pun pekerja sekolah lainnya.
Kewajiban mereka untuk mendidik anak-anak itu, menyediakan masa depan yang lebih baik bagi mereka.
Tetapi apa yang terjadi?
Murid yang sering protes malah tidak disukai, diberi nilai rendah, padahal akan lebih baik jika para pendidik mendengarkan apa yang diprotes atau dikeluhkan oleh para murid.

Di dalam keluarga juga sama.
Anak-anak mesti didahulukan.
Orangtua berkewajiban untuk membawa anak-anaknya datang kepada Tuhan, agar Tuhan meletakkan tangan-Nya atas mereka, dan memberkati mereka.

Allah Bapa kita yang di Surga selalu mendahulukan kita.
Para malaikat Tuhan tidak boleh irihati akan hal ini, karena manusia di bumilah yang lebih membutuhkan pertolongan-Nya.
Masih ingat kisah anak bungsu yang meminta warisannya lalu menghabiskannya dengan hidup berfoya-foya di negeri orang?
Ayahnya menyambut kedatangannya sebagai anak yang hilang telah kembali.
Allah Bapa kita bahkan merelakan Anak Tunggal-Nya untuk turun dari tahta yang tinggi di Surga, menjadi yang terendah di bumi, dianiaya dan bahkan disalibkan.

Hari ini pun Yesus menegaskan,”Biarkanlah anak-anak itu, janganlah menghalang-halangi mereka datang kepada-Ku.
Sebab orang-orang seperti merekalah yang empunya Kerajaan Surga.”
Mari kita belajar dari Injil Lukas 22:24-38, “Yang terbesar di antara kamu hendaklah menjadi sebagai yang paling muda dan pemimpin sebagai pelayan.”
Yesus berkata, “Aku ada di tengah-tengah kamu sebagai pelayan.”
Yesus tidak berada di antara yagn duduk makan, melainkan di antara yang melayani.
“Barangsiapa merendahkan diri dan menjadi seperti anak kecil ini, dialah yang terbesar dalam Kerajaan Sorga.” [Mat 18:4]


Peringatan Orang Kudus
Santa Perawan Maria Diangkat Ke Surga
Pada hari ini, kita merayakan peristiwa iman “Maria Diangkat Ke Surga”. Kita diajak Gereja untuk merenungkan perbuatan besar yang dikerjakan Allah bagi Maria, Bunda Kristus dan Bunda seluruh umat beriman. Kita percaya bahwa Maria telah dipilih Allah sejak awal mula untuk menjadi Bunda PuteraNya, Yesus Kristus. Untuk itu Allah menghindarkannya dari noda dosa asal dan mengangkatnya jauh di atas para malaekat dan orang-orang kudus.
Gereja percaya bahwa Allah mengangkat Maria ke surga dengan jiwa dan badan, karena peranannya yang luar bisa dalam karya penyelamatan dan penebusan Kristus. Kebenaran iman ini dimaklumkan sebagai dogma dalam Konstitusi Apostolik Munificentissimus Deus oleh Sri Paus Pius XII (1939-1958) pada tanggal 1 Nopember 1950. Maklumat ini dapat dipandang sebagai ‘mahkota’ perkembangan devosi dan teologi seputar masalah ini.
Dogma ini sama sekali tidak menentukan apa-apa sehubungan dengan kematian Maria. Tidak diketahui secara pasti apakah Perawan terberkati ini meninggal; tetapi kalau toh terjadi, kematiannya tentu tidak disertai dengan ketakutan dan penderitaan sebagaimana biasanya dialami manusia, bahkan sebaliknya diliputi ketenteraman dan kegembiraan sebagai suatu perpindahan dari dunia ke dalam keabadian. Dogma ini pada hakekatnya bertumpu pada iman umat sejak dahulu kala, bukannya pada satu teks Alkitab tertentu.
Dalam Konstitusi Apostolik itu, Sri Paus menyatakan: “Kami memaklumkan, menyatakan, dan menentukannya menjadi suatu dogma wahyu ilahi: bahwa Bunda Allah yang Tak Bernoda, Perawan Maria, setelah menyelesaikan hidupnya di dunia ini, diangkat dengan badan dan jiwa ke dalam kemuliaan surgawi”.
Di antara tahun 1849-1950, Vatikan dikirimi banyak sekali permohonan dari segala penjuru dunia agar kepercayaan akan Maria Diangkat ke Surga diumumkan secara resmi sebagai dogma. Pada tanggal 1 Mei 1946, Paus Pius XII (1939-1958) mengirim kepada para uskup sedunia Ensiklik Deiparae Virginis; di dalamnya paus menanyakan para uskup sedunia sejauh manakah mereka setuju agar dogma itu benar­benar dimaklumkan. Jawaban para uskup hampir senada, yaitu positif.
Paus bertitik tolak dari persatuan mesra antara Maria dengan Yesus, Puteranya, khususnya semasa Yesus masih kecil. Persatuan itu diyakini sebagai tidak mungkin tidak diteruskan selama-lamanya; tak mungkin Maria yang melahirkan Yesus dapat terpisah dari Yesus secara fisik. Selaku Puteranya, Yesus tentu menghormati ibuNya, bukan hanya BapaNya.
Tanda-tanda pertama ibadat kepada Santa Maria Diangkat ke Surga, ditemukan para ahli di kota Yerusalem dalam masa awal Gereja Kristen. Pesta Maria Diangkat ke Surga sudah populer sekali di kalangan Gereja Timur pada abad VIII.
Konsili Vatikan II bicara juga tentang Dogma Maria Diangkat ke Surga. Konsili mengatakan: “Akhirnya, sesudah menyelesaikan jalan kehidupannya yang fana, Perawan Tak Tercela, yang senantiasa kebal terhadap semua noda dosa asal, diangkat ke kejayaan surgawi dengan badan dan jiwanya” (LG No. 59). Dalam Lumen Gentium No. 68 tertulis: “Bunda Yesus telah dimuliakan di surga dengan badan dan jiwa, dan menjadi citra serta awal penyempurnaan Gereja di masa datang. Begitu pula dalam dunia ini – sampai tiba hari Tuhan (bdk. 2Ptr 3:10), ia bersinar gemilang sebagai tanda harapan yang pasti dan tanda hiburan bagi Umat Allah yang sedang berziarah”.
Yesus yang sungguh Allah dan sungguh Manusia sekarang bertakhta di surga sebagai Raja yang kepadaNya telah diserahkan segala kekuasaan di surga dan di dunia. Dan Maria, ibuNya yang menyertai Dia dengan setia dalam seluruh karyaNya di tengah-tengah manusia kini bertakhta juga di surga sebagai Ratu Surgawi, yang mendoakan kita di hadapan PuteraNya dan menolong kita dalam semua kedukaan kita. Di dalam Yesus dan Maria, keluhuran martabat manusia tampak dengan cemerlang. Kecemerlangan martabat manusia itu bukan terutama karena keagungan manusia di antara ciptaan lainnya melainkan terutama karena karya penebusan Yesus Kristus, Putera Maria, dan persatuan mesra denganNya.
Pengangkatan Maria ke Surga dengan badan dan jiwa menunjukkan juga kepada kita betapa tingginya nilai tubuh manusia di hadapan Allah karena penebusan Kristus dan persatuan erat mesra denganNya. Oleh penebusan dan persatuan itu, tubuh kita tidak sehina tubuh hewan karena sudah dikuduskan oleh Kristus. Oleh karena itu sudah sepantasnya kita menghormati tubuh kita dan tubuh orang lain. Sehubungan dengan itu, biasanya kita berdoa: “Bunda Maria yang tak bernoda, murnikanlah badanku dan sucikanlah jiwaku!”


Santo Tarsisius, Martir
Tarsisius dihormati Gereja sebagai pelindung para akolit dan pelayan Misa. Menurut tradisi abad ketiga, yang didasarkan pada sebuah syair dari Paus Santo Damascus (366-384), Tarsisius adalah seorang martir yang mati di tangan orang-orang kafir karena ia menolak menyerahkan Tubuh Kristus kepada anjing-anjing penindas itu. Sedangkan menurut tradisi abad keenam, Tarsisius dikenal sebagai seorang akolit muda yang ditugaskan membawa Komuni Kudus kepada orang-orang Kristen yang dipenjarakan selama masa penganiayaan yang dilancarkan oleh kaisar Valerianus (253-260). Penghormatan dan kebaktian kepada Sakramen Mahakudus didasarkan pada kesaksian iman Tarsisius. Tarsisius dikuburkan di pekuburan Santo Kallistus di Roma.

Diambil dari:
http://liturgia-verbi.blogspot.co.id/

Leave a Reply

*

captcha *