Hari Biasa, Pekan Biasa XIV Kamis, 9 Juli 2020

Liturgia Verbi (A-II)
Hari Biasa, Pekan Biasa XIV

Kamis, 9 Juli 2020

PF S. Agustinus Zhao Rong, Imam Martir, dkk. Tiongkok
PF S. Gregorius Grassi, Uskup

 


Bacaan Pertama
Hos  11:1b.3-4.8c-9

“Hatiku berbalik dari segala murka.”

Pembacaan dari Nubuat Hosea:

Beginilah sabda Tuhan,
“Ketika Israel masih muda, Kukasihi dia,
dan dari Mesir anak itu Kupanggil.
Akulah yang mengajar Efraim berjalan
dan mengangkatnya di tangan-Ku,
tetapi mereka tidak mau insaf,
bahwa Aku menyembuhkan mereka.
Aku menarik mereka dengan tali kesetiaan,
dengan ikatan kasih.
Bagi mereka
Aku seperti orang yang mengangkat kekang dari rahang mereka,
yang membungkuk di hadapan mereka untuk memberi makan.

Aku berbalik dari segala murka.
Belas kasihan-Ku bangkit serentak.
Aku tidak akan melaksanakan murka-Ku yang bernyala-nyala,
tidak akan membinasakan Efraim lagi.
Sebab Aku ini Allah, dan bukan manusia,
Aku ini Yang Kudus di tengah-tengahmu,
dan Aku tidak datang untuk menghanguskan.

Demikianlah sabda Tuhan.


Mazmur Tanggapan
Mzm  80:2ac.3b.15-16,R:4b

Refren: Tunjukkanlah seri wajah-Mu, ya Tuhan,
maka selamatlah kami.

*Hai gembala Israel, pasanglah telingamu,
Engkau yang duduk di atas para kerub, tampillah bersinar.
Bangkitkanlah keperkasaan-Mu
dan datanglah menyelamatkan kami.

*Ya Allah semesta alam, kembalilah,
pandanglah dari langit, dan lihatlah!
Tengoklah pohon anggur ini,
lindungi batang yang ditanam oleh tangan kanan-Mu!


Bait Pengantar Injil
Mrk 1:15

Kerajaan Allah sudah dekat.
Bertobatlah dan percayalah kepada Injil.


Bacaan Injil
Mat  10:7-15

“Kalian telah memperoleh dengan cuma-cuma,
maka berilah pula dengan cuma-cuma.”

Inilah Injil Yesus Kristus menurut Matius:

Pada waktu itu Yesus bersabda kepada kedua-belas murid-Nya,
“Pergilah dan wartakanlah: Kerajaan Sorga sudah dekat.
Sembuhkanlah orang sakit; bangkitkanlah orang mati;
tahirkanlah orang kusta; usirlah setan-setan.
Kalian telah memperolehnya dengan cuma-cuma,
karena itu berikanlah pula dengan cuma-cuma.
Janganlah kalian membawa emas atau perak atau tembaga
dalam ikat pinggangmu.
Janganlah kalian membawa bekal dalam perjalanan,
janganlah kalian membawa baju dua helai, kasut atau tongkat,
sebab seorang pekerja patut mendapat upahnya.

Apabila kalian masuk kota atau desa,
carilah di situ seorang yang layak,
dan tinggallah padanya sampai kalian berangkat.
Apabila kalian masuk rumah orang, berilah salam kepada mereka.
Jika mereka layak menerimanya, salammu itu turun ke kepadanya,
jika tidak, salammu itu kembali kepadamu.

Dan apabila seorang tidak menerima kalian
dan tidak mendengarkan perkataanmu,
keluarlah dan tinggalkanlah rumah atau kota itu,
dan kebaskanlah debunya dari kakimu.
Aku berkata kepadamu:
Sungguh, pada hari penghakiman
tanah Sodom dan Gomora akan lebih ringan tanggungannya
dari pada kota itu.”

Demikianlah sabda Tuhan.


mengakui kesalahan-mohon ampun

Renungan Injil
Kata kunci dari renungan Nubuat Hosea kemarin adalah “Sudah waktunya untuk mencari Tuhan.  Menaburlah sesuai dengan keadilan, menuailah menurut kasih setia!”
Untuk apa mencari Tuhan?   Apa yang kita peroleh?
Ah, mengapa yang ditanyakan “apa yang diperoleh”, bukankah lebih baik menanyakan “apa yang kita bawa”?
Seperti lazimnya ketika kita mengujungi seseorang, baiklah kita membawa “buah tangan”, sebagai tanda kasih.

Tuhan itu penuh kasih dan setia.
Tuhan ingin bisa membatalkan penghukuman atas dosa manusia, karena kehendak-Nya adalah memelihara kita, bukan menghukum.
Pertobatan adalah “buah tangan” yang kita bawa.
Buah tangan itu akan membatalkan penghukuman atas dosa, seperti yang ditulis pada Bacaan Pertama hari ini, “Aku berbalik dari segala murka.  Belas kasihan-Ku bangkit serentak.  Aku tidak akan melaksanakan murka-Ku yang bernyala-nyala.”

Sekali pun kita berbuat dosa, tidak setia kepada Tuhan, tetapi Tuhan tetap memelihara kita, mengharapkan pertobatan terjadi.
Begini yang dikatakan Tuhan, “Aku membungkuk di hadapan mereka untuk memberi makan.”
Tuhan tidak memberi makan dengan melemparkannya seperti memberi makan kepada hewan, karena kita bukan hewan.
Tuhan membungkukkan badan ketika memberi makan, artinya menyuguhkan makanan.
Itu dilakukan-Nya oleh karena kasih-Nya.

Maka, marilah kita bertobat dan memohon pengampunan atas dosa-dosa kita, agar hati Tuhan berbalik dari segala murka.


Peringatan Orang Kudus
Santa Veronika dari Binasko, Perawan
Veronika adalah seorang gadis desa dan anak petani sederhana di sebuah desa dekat kota Milano. la mempunyai bakat dan bawaan yang luar biasa untuk mengerjakan segala macam pekerjaan, termasuk pekerjaan-pekerjaan yang dianggap tak berarti. Tugas-tugas yang diserahkan kepadanya selalu diselesaikannya dengan baik dan penuh tanggung ­jawab.
la memang tidak tahu membaca dan menulis namun terbuka kepada Allah dan kokoh imannya. Hal ini membuat dia disenangi orang. Hal itu pulalah yang menghantar dia ke pintu gerbang hidup membiara. Gadis desa ini kemudian menjadi suster di biara Santa Martha di kota Milano.
Badannya kurang sehat karena ia sering sakit. Meskipun demikian ia tetap rajin melaksanakan setiap tugas yang dibebankan pimpinan kepadanya. Kehidupan rohaninya pun tetap dipeliharanya dengan doa dan Kurban Misa setiap hari. Semboyan hidupnya sederhana: “Saya akan terus bekerja selama saya masih sanggup dan selama ada waktu”. Cita-citanya yang luhur untuk mengabdi Tuhan dan sesama setulus-tulusnya, mendorong dia untuk melakukan setiap pekerjaan dengan ujud yang murni. la tampak sabar dan tabah serta ramah kepada rekan­rekannya.
Kebiasaannya merenungkan sengsara Kristus memberi dia penghiburan dalam semua pengalamannya yang pahit. Akhirnya ia meninggal dunia dengan tenang pada tahun 1497.


Santo Adrian Fortescue, Martir
Adrian lahir pada tahun 1476. Beliau adalah seorang perwira Ordo Malta dan keponakan isteri kedua Henry VIII. Karena tidak mengakui Raja Henry VIII sebagai kepala Gereja di Inggris, ia dipenggal di Tower, London pada tahun 1539.


Kesembilanbelas Martir kota Gorkum
Pada tanggal 26 Juni 1572 kota Gorkum jatuh ke tangan para bajak laut Belanda yang beragama Protestan. Penduduk memang mendapat jaminan keselamatan dan keamanan hidupnya, namun para imam dan biarawan tahu dan insyaf bahwa mereka akan mengalami banyak hambatan dalam karyanya, bahkan terancam juga hidup mereka. Untuk itu mereka seyogianya bersedia menghadapi dan menanggung segala akibat buruk dari pendudukan itu. Mereka menyiapkan batin dengan mengaku dosa-dosanya dan menerima Komuni Kudus. Betullah dugaan mereka.
Para bajak laut itu segera menangkap dan memenjarakan mereka. Selama delapan hari mereka diadili dan disiksa. Di antara mereka terdapat dua orang Pastor kota Gorkum, yakni Pastor Leonardus Vechel dan Nikolas Poppel. Bersama mereka ada juga 9 orang imam dan 2 orang bruder Ordo Saudara-saudara Dina Santo Fransiskus, di bawah pimpinan Pater Nikolas Pieck. Beberapa hari kemudian ditangkap lagi Pastor Joanes, seorang imam Dominikan di sebuah desa yang tak jauh dari Gorkum, seorang imam dan dua orang bruder Tarekat Santo Norbertus.
Pada tanggal 6 Juli para rohaniwan itu dibawa dengan kapal ke kota Brielle. Sepanjang perjalanan mereka terus disiksa dan tidak diberi makan. Keesokan harinya kapal itu berlabuh di pelabuhan Brielle. Lumey, kepala komplotan bajak laut itu datang menjemput mereka di pelabuhan. Mereka diolok-olok dan diarak menuju tiang gantungan yang sudah disiapkan di pasar. Mereka ditanyai perihal ketaatannya kepada Sri Paus di Roma dan imannya akan kehadiran Kristus di dalam Sakramen Mahakudus. Atas pertanyaan Lumey, seorang bruder Fransiskan dengan tegas menjawab: “Saya meyakini semua yang diajarkan Gereja Katolik dan dipercayai oleh pemimpin biaraku”.
Pater Nikolas Pieck, pemimpin biara Fransiskan itu dibebaskan karena keseganan para bajak laut itu terhadapnya. Tetapi Pater Nikolas sendiri tidak tega hati membiarkan rekan-rekannya disiksa. Ia menolak meninggalkan saudara-saudaranya sendirian menanggung penderitaan karena imannya. Lumey membujuk mereka untuk meninggalkan imannya dan menyangkal kepemimpinan Sri Paus atas Gereja. Namun usahanya ini sia-sia saja. Para martir itu dengan gigih mempertahankan imannya dan rela mati demi imannya.
Lumey yang sudah hilang kesabarannya itu segera memerintahkan anak buahnya untuk menggantung para martir itu di tiang gantungan. Seorang imam tua yang sudah berusia 70 tahun mendapat giliran terakhir.  Para penjahat itu bimbang dan bermaksud melepaskan imam tua itu. Tetapi imam tua itu dengan senang hati menyerahkan diri untuk digantung agar dapat mati bersama saudara-saudaranya yang lain.
Demikianlah kesembilanbelas martir itu menjadi korban kebencian kaum Protestan Kalvinis Belanda pada tanggal 9 Juli 1672, karena imannya akan kehadiran Kristus di dalam Sakramen Mahakudus dan kesetiaannya kepada Sri Paus di Roma sebagai pemimpin Gereja.

Diambil dari:
http://liturgia-verbi.blogspot.co.id/

Leave a Reply

*

captcha *