Hari Biasa Masa Natal Rabu, 2 Januari 2019
Liturgia Verbi (C-I)
Hari Biasa Masa Natal
Rabu, 2 Januari 2019
PW S. Basilius Agung dan S. Gregorius dari Nazianze, Uskup dan Pujangga Gereja
Bacaan Pertama
1Yoh 2:22-28
“Apa yang telah kamu dengar harus tetap tinggal di dalam dirimu.”
Pembacaan dari Surat pertama Rasul Yohanes:
Anak-anakku terkasih,
barangsiapa menyangkal bahwa Yesus adalah Kristus,
dia itu seorang pendusta!
Dan barangsiapa menyangkal baik Bapa maupun Anak,
dia itu adalah antikristus.
Sebab barangsiapa menyangkal Anak,
ia juga tidak memiliki Bapa.
Barangsiapa mengakui Anak, ia juga memiliki Bapa.
Dan kamu, apa yang telah kamu dengar dari semula,
itu harus tetap tinggal di dalam dirimu.
Jika apa yang telah kamu dengar dari semula itu
tetap tinggal di dalam dirimu,
maka kamu akan tetap tinggal
di dalam Anak dan di dalam Bapa.
Dan inilah janji yang telah dijanjikan-Nya sendiri kepada kita,
yaitu hidup yang kekal.
Semua ini kutulis kepadamu,
yaitu mengenai orang-orang yang berusaha menyesatkan kamu.
Sebab di dalam dirimu tetap ada pengurapan
yang telah kamu terima dari Yesus.
Karena itu tidak perlu kamu diajar oleh orang lain.
Tetapi sebagaimana pengurapan Yesus mengajar kamu
tentang segala sesuatu
— dan pengajaran-Nya itu benar, tidak dusta —
dan sebagaimana Ia dahulu telah mengajar kamu,
demikianlah hendaknya kamu tetap tinggal di dalam Dia.
Demikianlah sabda Tuhan.
Mazmur Tanggapan
Mzm 98:1.2-3ab.3cd-4,R:2a
Refren: Segala ujung bumi telah melihat keselamatan
yang datang dari Allah kita.
*Nyanyikanlah lagu baru bagi Tuhan,
sebab Ia telah melakukan karya-karya yang ajaib;
keselamatan telah dikerjakan oleh tangan kanan-Nya,
oleh lengan-Nya yang kudus.
*Tuhan telah memperkenalkan keselamatan
yang datang dari pada-Nya.
Ia telah menyatakan keadilan-Nya di hadapan para bangsa.
Ia ingat akan kasih dan kesetiaan-Nya
terhadap kaum Israel.
*Segala ujung bumi telah melihat keselamatan
yang dari pada Allah kita.
Bersorak-sorailah bagi Tuhan, hai seluruh bumi,
bergembiralah dan bermazmurlah!
Bait Pengantar Injil
Ibr 1:1-2
Dahulu kala
dengan pelbagai cara Allah berbicara kepada leluhur kita
dengan perantaraan para nabi;
pada zaman akhir ini Ia berbicara kepada kita
dengan perantaraan Anak-Nya.
Bacaan Injil
Yoh 1:19-28
“Sesudah aku akan datang Dia yang sudah ada sebelum aku.”
Inilah Injil Yesus Kristus menurut Yohanes:
Inilah kesaksian Yohanes
ketika orang Yahudi dari Yerusalem mengutus kepadanya
beberapa imam dan orang-orang Lewi
untuk menanyakan kepadanya, “Siapakah engkau?”
Yohanes mengaku dan tidak berdusta, katanya,
“Aku bukan Mesias!”
Lalu mereka bertanya kepadanya,
“Kalau begitu, siapakah engkau? Elia?”
Yohanes menjawab: “Bukan!”
“Engkaukah nabi yang akan datang?”
Ia pun menjawab, “Bukan!”
Maka kata mereka kepadanya, “Siapakah engkau?
Sebab kami harus memberi jawab kepada mereka
yang mengutus kami.
Apakah katamu tentang dirimu sendiri?”
Jawab Yohanes,
“Akulah suara orang yang berseru-seru di padang gurun:
Luruskanlah jalan Tuhan
seperti yang telah dikatakan nabi Yesaya.”
Di antara orang-orang yang diutus itu
ada beberapa orang Farisi.
Mereka bertanya kepadanya,
“Mengapa engkau membaptis
jikalau engkau bukan Mesias, bukan Elia,
dan bukan nabi yang akan datang?”
Yohanes menjawab kepada mereka,
“Aku membaptis dengan air;
tetapi di tengah-tengah kamu berdiri Dia
yang tidak kamu kenal,
yaitu Dia yang datang kemudian dari padaku.
Membuka tali kasut-Nya pun aku tidak layak.”
Hal ini terjadi di Betania yang di seberang sungai Yordan,
di mana Yohanes membaptis orang.
Demikianlah sabda Tuhan.
Renungan Injil
Kesaksian Yohanes Pembaptis pada Bacaan Injil hari ini merupakan klarifikasi yang jelas dan tuntas, bahwa ia bukanlah Mesias yang dinanti-nantikan itu.
Pada waktu itu, Yohanes jauh lebih terkenal dibandingkan Yesus, sehingga orang pun menduga-duga kalau Yohanes adalah Mesias atau Elia.
Ketenarannya bisa anjlok akibat klarifikasinya itu, tetapi Yohanes memilih untuk mengungkapkan kebenaran, bukan ketenaran diri, mengambil kesempatan itu untuk memuliakan Kristus.
Pada dasarnya, kita memang senang mendapat perhatian dan kasih sayang dari orang lain, senang menerima pujian, dan senang ketika dihormati orang.
Ini manusiawi banget, tak ada yang salah dengan perasaan senang ini.
Namun, kita dituntut untuk pandai-pandai mengelola perasaan senang ini, karena dapat membuat kita melambung tinggi lalu memandang rendah orang lain.
Di saat melambung, kita cenderung untuk membiarkan dusta seolah kebenaran, supaya melambung lebih tinggi lagi dari yang semestinya.
Ini yang diwanti-wanti oleh Yesus, karena dapat membuat kita menjadi congkak, sombong, atau jumawa.
Mari kita belajar dari Yohanes, yang dengan jelas mengaku dan tidak berdusta, “Aku bukan Mesias!”
Jelas sekali tercermin, Yohanes tidak mau menduduki tempat yang bukan diperuntukkan baginya.
Dalam kehidupan sehari-hari sering kita jumpai orang yang kebablasan, menempatkan dirinya lebih tinggi dari kenyataannya.
Perawat di tempat praktek dokter atau petugas di apotik, seringkali ngomong lebih banyak ketimbang dokternya; ia lupa kalau ia bukanlah seorang dokter.
Di lingkungan gereja juga bisa terjadi, koster atau petugas gereja yang merasa dirinya lebih “imam” dibandingkan pastor parokinya, padahal ia tak pernah ditahbiskan menjadi imam.
Di lingkungan sekolah juga sama saja.
Ada orangtua yang merasa lebih pintar dari guru-guru sekolah, lalu “ngoceh” seolah dialah guru dari para guru itu, padahal ia tak pernah kuliah dalam bidang pendidikan, tak pernah belajar psikologi pendidikan.
Memang betul, orangtua adalah guru yang primer dan tak tergantikan, bagi anak-anak mereka.
Tetapi menjadi salah ketika di sekolah atau di luaran ia banyak ngoceh padahal di rumah, anak-anaknya diserahkan kepada baby sitter atau bahkan kepada pembantu rumah tangga.
Ah, masih banyak contoh-contoh lain yang kita dapati di sekitar kita.
Maka, marilah kita menghindari diri menjadi congkak atau sombong, atau sok-tahu, janganlah seperti menjual garam ke pantai.
Peringatan Orang Kudus
Santo Basilius Agung, Uskup, Pengaku Iman dan Pujangga Gereja
Basilius lahir pada tahun 329 di Kaesarea, ibukota Propinsi Kapadokia di Asia Kecil. Ia berasal dari keluarga Kristen yang saleh. Kedua orang tuanya yaitu Basilius Tua dan Emmelia beserta neneknya Makrina Tua diakui dan dihormati pulah oleh Gereja sebagai Orang Kudus. Demikian pula Makrina Muda dan kedua adiknya: Gregorius dari Nyssa dan Petrus dari Sebaste.
Basilius dididik oleh ayahnya dan neneknya Makrina Tua. Pendidikan ini menumbuhkan iman yang kokoh dan murni dalam dirinya. Basilius kemudian melanjutkan pendidikannya di Konstantinopel dan Athena. Di Athena, ia menjalin persahabatan degan Gregorius dari Nazianze, teman kelasnya.
Setelah menamatkan pendidikannya dengan cemerlang, ia kembali ke Kaesarea dan menjadi pengajar Retorika (ilmu pidato). Dalam waktu singkat, namanya sudah dikenal luas. Ia bangga atas prestasi dan kemasyhuran namanya dan senang mendengar pujian orang. Oleh karena itu, lama kelamaan ia menjadi sombong dan cenderung mencari hormat duniawi. Namun atas pengaruh kakaknya Makrina Muda dan kedua adiknya, ia mulai tertarik pada corak hidup membiara. Ia lalu berhenti mengajar dan berangkat ke Mesir, Palestina, Syria dan Mesopotamia untuk mempelajari corak hidup membiara. Sekembalinya dari perjalanan itu, ia bersama adiknya Petrus Sebaste membangun sebuah biara pertapaan di Pontus. Di tempat itu, ia bertapa dan menjalani suatu kehidupan yang keras bersama beberapa orang rekannya. Aturan hidup membiara di Pontus mengikuti contoh dari Santo Pakomius dari Mesir. Kehidupan membiara yang dibangunnya merupakan bentuk kehidupan membiara yang pertama di Asia kecil. Oleh karena itu, Basilius digelari sebagai Bapa perintis hidup membiara di Gereja Timur. Di Gereja Barat, pengaruh Basilius dikenal melalui Santo Benediktus, pendiri Ordo Benediktin dan Abbas biara Monte Kasino.
Pada tahun 370, Basilius diangkat menjadi Uskup di Kaesarea, menggantikan Uskup Eusebius. Ia dikenal sebagai seorang Uskup yang berwatak tegas dan bersemangat. Kepandaian, kesucian dan kerendahan hatinya menjadikan dia seorang tokoh panutan bagi umatnya dan Uskup-uskup yang lain.
Selain giat membela kebenaran ajaran iman Kristiani terhadap serangan kaum Arian, Basilius juga memperhatikan kepentingan umatnya, terutama mereka yang miskin dan melarat. Karya sosial yang dirintisnya amat luas dan modern. Kaum kaya yang tidak mempedulikan sesamanya yang miskin dan melarat dikecamnya habis-habisan. Ia membangun sebuah rumah sakit (namanya: Basiliad) untuk menampung orang-orang sakit yang miskin.
Untuk membela dan mempertahankan kebenaran ajaran iman Kristiani terhadap ajaran sesat Arianisme, Basilius menerbitkan banyak tulisan teologis. Kecuali itu, ia juga menerbitkan buku-buku liturgi dengan berbagai pembaharuan. Dari antara ribuan surat yang ditulisnya, masih tersimpan 300 buah surat hingga kini. Dari surat-surat itu kita dapat mengetahui kepribadian Basilius sebagai seorang yang mahir, pandai dan beriman. Meskipun badannya amat kurus karena hidup tapa yang keras dan penyakit, namun semangat pelayanannya tak pernah pudar. Ia pun tetap ramah dan rendah hati kepada semua umatnya.
Basilius meninggal dunia pada tanggal 1 January 379. Ia digelari ‘Kudus’ dan dihormati sebagai Pujangga Gereja.
Santo Gregorius dari Nazianze, Uskup, Pengaku Iman dan Pujangga Gereja
Keluarga Gregorius adalah keluarga yang saleh dan diberkati Tuhan. Ibunya beserta kedua adiknya Gorgonia dan Caesarius juga diakui oleh Gereja sebagai orang Kudus.
Gregorius menjalani pendidikannya di Nazianze; kemudian berturut-turut ia belajar di Kaesarea-Kapadokia, Kaesarea-Palestina, Aleksandria dan akhirnya di Athena. Di Athena, ia bertemu dengan Basilius, teman kelasnya. Keduanya bersahabat. Bersama Basilius, Gregorius mengasingkan diri ke sebuah tempat pertapaan di Pontus. Tetapi kemudian karena desakan ayahnya, Gregorius kembali ke daerah asalnya. Di sana ia ditahbiskan menjadi imam dan kemudian ditahbiskan menjadi Uskup. Ketika berusia 50 tahun, Gregorius diangkat menjadi Uskup Agung Konstantinopel. Di Konstantinopel ia menyaksikan keadaan hidup iman umat yang menyedihkan karena terpengaruh ajaran sesat Arianisme yang sudah menyebar luas. Tempat ibadat pun tidak ada.
Gregorius mulai karyanya sebagai Uskup Agung Konstantinopel dengan membangun sebuah gereja darurat. Gereja ini disebutnya ‘anastasis’ yang berarti ‘kebangkitan’. Kaum Arian yang menentangnya di hadapinya dengan tenang dan sabar. Kepada umat, ia selalu berkata: “Kita harus menghadapi mereka (kaum Arian) dengan budi bahasa yang manis dan kesabaran yang tinggi agar bias mengalahkan mereka”.
Ia banyak menulis dan mengajar di kota-kota yang menjadi pusat kebudayaan dan ilmu pengetahuan, untuk membela ajaran iman yang benar. Pertentangan dengan kaum Arian terus meruncing, terlebih-lebih ketika semakin banyak umat kembali kepada ajaran iman yang benar karena pengaruh Gregorius. Kaum Arian berusaha membunuhnya dengan menyuruh seorang pemuda. Namun usaha ini gagal. Pemuda tanggung ini seketika berubah hatinya tatkala berdiri di hadapan Gregorius yang saleh itu. Ia berlutut di depan Gregorius dan mengakui niat jahatnya.
Gregorius lebih suka hidup menyendiri dalam kesunyian pertapaan daripada hidup di tengah keramaian kota dengan segala masalahnya. Oleh karena itu, tak berapa lama setelah ayahnya meninggal, ia kembali ke Nazianze untuk menggantikan ayahnya. Di sana ia mengajar dan banyak menulis buku-buku pengajaran iman dan pembelaan agama. Semua tulisannya itu merupakan warisan berharga bagi Gereja. Dari tulisan-tulisannya, kita mengetahui bahwa Gregorius adalah seorang teolog dan filsuf yang arif.
Gregorius meninggal dunia pada tahun 390. Oleh Gereja, beliau di gelari ‘Kudus’ dan dihormati sebagai Pujangga Gereja.
Diambil dari:
http://liturgia-verbi.blogspot.co.id/
https://www.facebook.com/groups/liturgiaverbi